on line

Rabu, 23 Mei 2012

REHAT SEJENAK

“MATA boleh melihat jauh dan dekat namun mata tak mampu melihat diri sendiri melainkan dengan cermin”,  demikian ujar sebuah pepatah . Setelah cukup lama kita menapaki jalan hidup, kita perlu berhenti sejenak, duduk di majelis muhasabah. Tradisi ini pernah diajarkan oleh salah seorang sahabat Nabi yang berpostur kecil tetapi kekuatan rohaninya mampu merobohkan benteng ideologi kaum musyrik pada masa jahiliyah. Dialah  seorang sahabat yang alim, Ibnu Mas’ud. Majelis muhasabah yang dibentuk Ibnu Mas’ud dikenal dengan nama majelis iman. Nama ini diambil dari perkataan Ibnu Mas’ud yang terkenal, “Duduklah bersama kami, biar kita beriman sejenak (hayya nu’minu sa’ah).” Tujuan muhasabah tak lain untuk mengistirahatkan pikiran, hati, dan fisik, agar memperoleh stamina, energi, gelora, harapan, dan motivasi baru. Saat ini kita pun perlu duduk sejenak di majelis seperti itu. Kita evaluasi diri kita secara kritis dan radikal – mendasar -  (taqwim wal muhasabah). Sudah sejauh mana kita menapaki jalan hidup ? Apa yang telah kita hasilkan? Masih berapa lama lagi  kita diberi jatah waktu untuk menuntaskan sisa tugas ? Sudah cukupkah bekal untuk meraih tujuan akhir yang hakiki? Semua itu perlu kita renungkan demi perbaikan masa depan. Dengan cara itu kita akan selalu bersyukur atas capaian ilmu, pengalaman, dan prestasi selama ini. Dengan cara itu pula kita mampu mencermati apa yang belum kita rampungkan dalam hidup. Kita pertahankan tradisi baik (spirit iman, ibadah dan jihad serta akhlak) dan membuka diri untuk menerima sesuatu yang baru (metode). Jangan sampai kita seperti komunitas binatang dinosaurus yang punah karena tidak bisa beradaptasi dengan perkembangan yang baru. Muhasabah akan menghindarkan kita dari tindakan bodoh dan sia sia. Acap kali kita tanpa sadar  melakukan  dua hal yang bertolak belakang. Di satu sisi kita giat membangun benteng spiritual, namun disisi lain kita rajin merobohkannya kembali. Kalau seperti ini, kapan bangunan itu akan rampung? Allah Subhanallahu Wa Ta’ala membuat analogi masalah ini dengan  seorang wanita tua yang memintal benang. Setelah benang dipintal dengan kuat, dicerai beraikan lagi olehnya. Sehingga tak pernah benang itu menjadi kain. وَلاَ تَكُونُواْ كَالَّتِي نَقَضَتْ غَزْلَهَا مِن بَعْدِ قُوَّةٍ أَنكَاثاً تَتَّخِذُونَ أَيْمَانَكُمْ دَخَلاً بَيْنَكُمْ أَن تَكُونَ أُمَّةٌ هِيَ أَرْبَى مِنْ أُمَّةٍ إِنَّمَا يَبْلُوكُمُ اللّهُ بِهِ وَلَيُبَيِّنَنَّ لَكُمْ يَوْمَ الْقِيَامَةِ مَا كُنتُمْ فِيهِ تَخْتَلِفُونَ “Dan janganlah kamu seperti perempuan tua (pada masa jahiliyah) yang menguraikan benangnya yang sudah dipintal dengan kuat, menjadi cerai berai kembali.” (An Nahl [16] : 92).  Atau, kata pepatah lain mengatakan, “Kapan bangunan itu akan sempurna apabila kalian giat membangunnya sementara yang lain rajin merusakn ya.” Itulah sebabnya, Islam mengajarkan sebuah kaidah (ushul fiqh) yakni :  “Mempertahankan tradisi masa lalu yang baik dan mengambil temuan baru yang lebih baik.”  Jadi,jangan malu untuk berhenti sejenak guna mendapatkan energi baru agar bisa ber syi'ar dengan harapan dan Motivasi baru, Amiin.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar