on line

Selasa, 19 Juni 2012

MEMAKMURKAN MASJID

AYAT yang sering kita dengar setiap memperingati peristiwa Isra`-Mi`raj Nabi Besar Muhammad Shallallahu ‘alaihi Wassalam adalah firman Allah Subhanahu Wata’ala yang artinya, “Mahasuci Allah, yang telah memperjalankan hamba-Nya pada suatu malam dari Al Masjidil Haram ke Al Masjidil Aqsha yang telah kami berkahi sekelilingnya agar Kami perlihatkan kepadanya sebagian dari tanda-tanda (kebesaran) Kami. Sesungguhnya Dia adalah Maha mendengar lagi Maha Mengetahui.” (Qs. Al-Isra` : 01). Dalam penggalan ayat di atas terdapat kalimat, “dari Al Masjidil Haram ke Al Masjidil Aqsha.” Tentu ada hikmah di balik penyebutan masjid. Hikmah yang bisa kita petik betapa pentingnya eksistensi sebuah masjid dalam bangunan sebuah masyarakat yang mendambakan kehidupan islami. Masjid di masa Rasulullah Shallallahu ‘alaihi Wassalam tidak hanya berfungsi sebagai tempat mereguk dahaga spiritual lewat pelaksanaan Shalat lima waktu seperti yang sering dipahami selama ini. Di masa beliau, masjid menjadi pusat segala-galanya. Ia menjadi tempat menempa, membina, mendidik, dan melahirkan generasi muttaqiin, generasi bertakwa yang militan, penuh semangat membela Islam mati-matian. Dari persoalan politik, kenegaraan, jihad, masalah sosial, ekonomi, dan budaya dibahas di dalam masjid sehingga Umat Islam di kala sangat ‘bersahabat akrab” dengannya. Bandingkan dengan keadaan kita di masa sekarang. Kadangkala masjid kita megah, tinggi menjulang, penuh dengan ornemen yang indah, tapi sepi dari aktivitas dan jama`ah, tetangga kanan-kiri tidak mau ambil peduli. Belum lagi masjid kita yang kusut dan kotor, mengeluarkan bau tak sedap yang menghilangkan kenyamanan beribadah di dalamnya. Beragam faktor bisa kita sebutkan mengapa masjid-masjid di banyak tempat terbengkalai. Perbedaan madzhab bisa menjadi salah satu faktornya. Karena beda madzhab, beda guru mengajinya, beda dalam masalah fiqih, sebagian masyarakat enggan berkunjung ke dalamnya. Masjid menjadi korban sikap fanatik pada suatu madzhab atau organisasi lalu dengan gagahnya berteriak mengumbar tuduhan kelompok “Islam transnasional” sebagai biang keladi perpecahan. Masjid adalah rumah Allah, bukan rumah penganut madzhab A, B, atau kepunyaan organisasi C dan D. Seseorang akan mendapatkan kedudukan mulia di sisi Allah manakala mengagungkannya. Syeikh Nasr bin Muhammad As-Samarqandi dalam bukunya Tanbihul Ghafilin mengatakan, “Seorang hamba hanya akan memperoleh kemuliaan dan kedudukan di sisi Allah manakala dia (1) memuliakan perintah-perintahNya (2) memuliakan rumah-rumah Allah (masjid) dan (3) memuliakan hamba-hambaNya. Maka sudah sepantasnya bagi tiap insan beriman untuk memuliakan masjid sebab di dalam memuliakannya terkandung sikap memuliakan dan mengagungkan Allah SWT.” Setidaknya ada tiga keutamaan pada diri orang yang memuliakan masjid. Pertama, ia akan menjadi tetangga Allah SWT. Abu Na`im meriwayatkan dari Abu Sa`id, bahwa Allah berfirman dalam hadits qudsi, “Nanti di hari kiamat, Allah bertanya kepada para malaikat: “Mana tetangga-Ku?” Malaikat menyahut: “Siapakah gerangan orang yang patut menjadi tetangga-Mu?” Allah menjawab: “(Tetangga-Ku adalah) Orang orang yang senang membaca Al-Quran dan orang orang yang suka meramaikan masjid.” Kedua, memakmurkan masjid akan menghindarkan azab Allah. Dalam Kitab Tafsir Ad-Durrul Mantsur ditulis sebuah hadits qudsi yang diriwayatkan oleh Imam Baihaqi dari Anas bin Malik, “Sesungguhnya Aku ingin mengazab para penduduk bumi. Tetapi bila Aku melihat kepada para pengunjung masjid, melihat orang-orang yang saling mencintai karena-Ku, dan orang orang yang memohon ampunan di waktu malam menjelang fajar, maka Aku hindarkan azab-Ku dari mereka.” Ketiga, memuliakan masjid akan menghapus dosa dan mengangkat derajat. Nabi Shallallahu ‘alaihi Wassalam bersabda, “Barangsiapa bersuci di rumahnya, kemudian dia pergi ke salah satu rumah Allah (masjid) untuk menunaikan salah satu dari kewajiban-kewajiban Allah (shalat), maka langkah-langkahnya yang satu dapat menghapus dosa, dan yang lain dapat mengangkat derajatnya.” Cukuplah keutamaan memuliakan masjid dapat kita peroleh dari seklumit biografi seorang sahabat wanita Rasulullah Shallallahu ‘alaihi Wassalam yang biasa disapa dengan panggilan Ummu Mahjan. Ummu Mahjan bukanlah sahabat yang tersohor layaknya sosok Sayidah Aisyah, Sayidah Khadijah, Sayidah Hafshah, atau Sayidah Fatimah (semoga Allah meridhai mereka semuanya). Namun aktivitasnya selama hidup di dunia menjadikan dirinya tersohor di sisi Allah dan mulia di mata Nabi. Amal perbuatannya tidak lain yaitu keistiqamahannya dalam memuliakan masjid dengan cara membersihkannya setiap hari hingga ia wafat. Di suatu pagi, Rasul tidak mendapati Ummu Mahjan seperti biasanya. Nabi bertanya kepada para sahabatnya ke mana gerangan Ummu Mahjan. Mengapa diri beliau tidak menjumpainya membersihkan masjid seperti yang sudah-sudah. Sahabat menjawab, “Dia telah wafat.” Rasul bertanya kembali, “Mengapa kalian tidak memberitahukan hal itu kepadaku?” Sahabat menjawab, “Saat ia wafat, paduka tengah beristirahat dan hawa udara kala itu sangat terik membakar. Kami khawatir dengan membangunkan Paduka, akan mengganggu istirahat paduka.” “Tunjukkan kepadaku di mana kuburnya,” kata Nabi. Mereka menunjukkan kuburnya kemudian beliau menyalatkannya. Selesai shalat Nabi berkata, “Jika salah seorang di antara kalian ada yang wafat, lekas beritahukan kepadaku untuk ku shalati. Sebab jenzah yang aku shalati di dunia, maka shalatku itu akan menjadi penolong untuknya di akhirat.” Setelah itu, dengan mukjizatnya Nabi memanggil Ummu Mahjan dan bertanya, “Salam sejahtera atasmu wahai Ummu Mahjan. Amal apakah yang paling utama di sisi Allah yang engkau dapati?” Nabi terdiam sejenak sembari menundukkan kepala untuk memperoleh jawaban. Tak lama kemudian, Nabi mengangkat kepalanya dan berkata, “Ia telah berkata kepadaku, ‘Aku tidak mendapatkan amalku yang lebih utama di sisi Allah selain amal berupa membersihkan masjid.’” Kemudian Rasul bersabda, “Allah SWT telah membangunkan sebuah rumah di surga untuknya, di mana aku melihatnya sekarang ia sedang duduk di dalamnya.” Ummu Mahjan menjadi bukti nyata kemuliaan orang-orang yang memuliakan masjid. Peristiwa Isra`-Mi`raj yang dalam prosesnya berawal dari masjid ke masjid seharusnya menyadarkan kita semua untuk lebih pro aktif memakmurkannya dengan beragam kegiatan seperti kerja bakti membersihkan masjid, mengisinya dengan kajian-kajian ilmu yang bermanfaat, merancang program-program yang mendekatkan masyarakat pada masjid. نَّمَا يَعْمُرُ مَسَاجِدَ اللّهِ مَنْ آمَنَ بِاللّهِ وَالْيَوْمِ الآخِرِ وَأَقَامَ الصَّلاَةَ وَآتَى الزَّكَاةَ وَلَمْ يَخْشَ إِلاَّ اللّهَ فَعَسَى أُوْلَـئِكَ أَن يَكُونُواْ مِنَ الْمُهْتَدِينَ “Hanya orang-orang yang beriman kepada Allah dan hari Kemudian, serta tetap mendirikan shalat, menunaikan zakat, dan tidak takut (kepada siapapun) selain kepada Allah sajalah yang memakmurkan masjid-masjid Allah. Maka merekalah orang-orang yang diharapkan termasuk golongan orang-orang yang mendapat petunjuk.” (QS. At-Taubah : 18).*

Tidak ada komentar:

Posting Komentar