on line

Jumat, 22 Juli 2011

Halalbihalal

Istilah halalbihalal (menulisnya digandeng, jangan dipisah-pisah), meskipun kedengarannya seperti istilah Arab, sebenarnya ‘asli’ Indonesia atau setidaknya Melayu. Meski bahan bakunya (halal dan bi) dari Arab, orang Indonesia/Melayulah yang merakitnya menjadi istilah sendiri. 
 
Di Arab sendiri- dalam kamus-kamus Arab maupun percakapan sehari-hari-istilah halal bihalal termasuk pengertiannya, tidak ada dan tidak dikenal. 
Istilah halalbihalal dan pengertiannya memang khas Indonesia. Menurut KBBI, halalbihalal ialah acara maaf-memaafkan pada hari lebaran. Ini tradisi baik sekali yang hanya dijumpai di Indonesia/Melayu, meskipun sayang kini sudah mengalami degradasi.

Tradisi maaf-memaafkan di lebaran, setelah puasa Ramadhan ini merupakan salah satu bukti kearifan pendahulu-pendahulu kita yang pertama-tama mentradisikannya. Dulu, sebelum orang terlalu sibuk seperti sekarang, apabila datang lebaran, sehabis shalat ‘Id, masyarakat saling mengunjungi dan saling meminta maaf. 
Saya masih sempat menyaksikan orang-orang tua dulu meminta maaf kepada sahabat, kerabat, atau saudara mereka dengan ungkapan penyesalan yang rinci agar mendapatkan pemaafan. Bukan hanya meminta maaf, tapi juga meminta halal apabila ada hak Adami yang termakan atau terpakai dengan sengaja atau tidak sengaja. Mereka yang dimintai maaf dan dimintai halal, biasanya dengan mudah memberikannya sambil balik meminta yang sama. Mereka saling memaafkan dan saling menghalalkan. Halalbihalal.
Para pendahulu yang mentradisikan tradisi mulia ini pasti tahu bahwa Rasulullah SAW menjamin mereka yang berpuasa di bulan Ramadhan semata-mata hanya karena iman dan mencari pahala Allah, akan diampuni dosa-dosa mereka yang sudah-sudah.“Man shaama Ramadhaana iimaanan wah tisaaban, ghufira lahu maa taqaddaa min dzambihi.” (Hadits shahih muttafaq ‘alaih dari sahabat Abu Hurairah r.a).
Hebatnya, mereka para pendahulu itu, juga tidak lupa bahwa selain dosa hamba kepada Tuhannya, masih ada satu dosa lagi yang justru lebih perlu diperhatikan; yaitu dosa hamba kepada sesamanya. Di banding dosa kita kepada Allah, dosa kita kepada sesama sebenarnya jauh lebih gawat. Kenapa? Karena Allah, seperti kita ketahui, Maha Pengampun dan suka mengampuni. Sementar, manusia tidak demikian. Manusia sulit. Padahal, dosa kita terhadap sesama tidak akan diampuni sebelum yang bersangkutan memaafkan. Tanggungan kita kepada sesama akan tetap menjadi tanggungan kita, sebelum yang bersangkutan menghalalkannya.
Rasulullah SAW berpesan agar apabila diantara kita ada yang mempunyai kesalahan kepada seseorang, apakah menyangkut kehormatannya atau apa, hendaklah dimintakan halal sekarang juga sebelum uang dinar dan dirham tidak lagi ada gunanya; jika (tidak,) bila dia mempunyai amal saleh, nanti akan diambil dari amalnya itu seukur kesalahannya dan bila tidak memiliki kebaikan, akan diambil dari dosa-dosa orang yang disalahinya dan dibebankan kepadanya “Man kaanat lahu mazhlumatun liahadin min ‘irdhihi au syai-in falyatahallalhu minhu alyauma qabla an laa yakuuna diinarun walaa dirhamun; in kaana lahu ‘amalun shaalihun ukhidza minhu biqadri mazhlumatihi, wain lam takun lahu hasanaatun ukhidza min sayyiaati shaahibihi fahumila ‘alaihi.” (HS riwayat Imam Bukhari dari sahabat Abu Hurairah r.a)
Marilah kita ingat-ingat, apakah kita pernah menyakiti sesama. mungkin kita tidak sengaja pernah mengucapkan kata-kata yang melukai saudara kita. Kadang-kadang, karena kita merasa berniat baik, menegur kawan untuk memperbaikinya, lalu kita mengabaikan kesantunan bicara kita dan menyinggung perasaan kawan kita itu. Mungkin kita sudah berhati-hati, tapi tetap saja ada sikap kita yang membuat orang lain sakit hati. Maka adalah bijaksana, apabila dalam kesempatan lebaran ini-setelah mengharap dosa-dosa kita kepada Allah diampuni-kita memerlukan meminta maaf dan meminta halal terutama kepada mereka yang kita perkirakan pernah kita salahi. 
Saya sendiri dalam kesempatan ini juga ingin menyampaikan tahniah ‘Id kepada segenap pembaca dan dengan kerendahan hati memohon maaf lahir batin atas segala kekhilafan dan kesalahan saya. ‘Iedun sa’ied, a’aadahuLlahu ‘alaikum bissaaadati walkhairi warrafaahiyah wakullu ‘aamin wa antum bikhair.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar