on line

Rabu, 23 Mei 2012

REHAT SEJENAK

“MATA boleh melihat jauh dan dekat namun mata tak mampu melihat diri sendiri melainkan dengan cermin”,  demikian ujar sebuah pepatah . Setelah cukup lama kita menapaki jalan hidup, kita perlu berhenti sejenak, duduk di majelis muhasabah. Tradisi ini pernah diajarkan oleh salah seorang sahabat Nabi yang berpostur kecil tetapi kekuatan rohaninya mampu merobohkan benteng ideologi kaum musyrik pada masa jahiliyah. Dialah  seorang sahabat yang alim, Ibnu Mas’ud. Majelis muhasabah yang dibentuk Ibnu Mas’ud dikenal dengan nama majelis iman. Nama ini diambil dari perkataan Ibnu Mas’ud yang terkenal, “Duduklah bersama kami, biar kita beriman sejenak (hayya nu’minu sa’ah).” Tujuan muhasabah tak lain untuk mengistirahatkan pikiran, hati, dan fisik, agar memperoleh stamina, energi, gelora, harapan, dan motivasi baru. Saat ini kita pun perlu duduk sejenak di majelis seperti itu. Kita evaluasi diri kita secara kritis dan radikal – mendasar -  (taqwim wal muhasabah). Sudah sejauh mana kita menapaki jalan hidup ? Apa yang telah kita hasilkan? Masih berapa lama lagi  kita diberi jatah waktu untuk menuntaskan sisa tugas ? Sudah cukupkah bekal untuk meraih tujuan akhir yang hakiki? Semua itu perlu kita renungkan demi perbaikan masa depan. Dengan cara itu kita akan selalu bersyukur atas capaian ilmu, pengalaman, dan prestasi selama ini. Dengan cara itu pula kita mampu mencermati apa yang belum kita rampungkan dalam hidup. Kita pertahankan tradisi baik (spirit iman, ibadah dan jihad serta akhlak) dan membuka diri untuk menerima sesuatu yang baru (metode). Jangan sampai kita seperti komunitas binatang dinosaurus yang punah karena tidak bisa beradaptasi dengan perkembangan yang baru. Muhasabah akan menghindarkan kita dari tindakan bodoh dan sia sia. Acap kali kita tanpa sadar  melakukan  dua hal yang bertolak belakang. Di satu sisi kita giat membangun benteng spiritual, namun disisi lain kita rajin merobohkannya kembali. Kalau seperti ini, kapan bangunan itu akan rampung? Allah Subhanallahu Wa Ta’ala membuat analogi masalah ini dengan  seorang wanita tua yang memintal benang. Setelah benang dipintal dengan kuat, dicerai beraikan lagi olehnya. Sehingga tak pernah benang itu menjadi kain. وَلاَ تَكُونُواْ كَالَّتِي نَقَضَتْ غَزْلَهَا مِن بَعْدِ قُوَّةٍ أَنكَاثاً تَتَّخِذُونَ أَيْمَانَكُمْ دَخَلاً بَيْنَكُمْ أَن تَكُونَ أُمَّةٌ هِيَ أَرْبَى مِنْ أُمَّةٍ إِنَّمَا يَبْلُوكُمُ اللّهُ بِهِ وَلَيُبَيِّنَنَّ لَكُمْ يَوْمَ الْقِيَامَةِ مَا كُنتُمْ فِيهِ تَخْتَلِفُونَ “Dan janganlah kamu seperti perempuan tua (pada masa jahiliyah) yang menguraikan benangnya yang sudah dipintal dengan kuat, menjadi cerai berai kembali.” (An Nahl [16] : 92).  Atau, kata pepatah lain mengatakan, “Kapan bangunan itu akan sempurna apabila kalian giat membangunnya sementara yang lain rajin merusakn ya.” Itulah sebabnya, Islam mengajarkan sebuah kaidah (ushul fiqh) yakni :  “Mempertahankan tradisi masa lalu yang baik dan mengambil temuan baru yang lebih baik.”  Jadi,jangan malu untuk berhenti sejenak guna mendapatkan energi baru agar bisa ber syi'ar dengan harapan dan Motivasi baru, Amiin.

Baca selanjutnya ..

Senin, 21 Mei 2012

3 WARISAN ROSSULALLAH ( 2 )

Inilah warisan pertama Rasulullah Shallahu `alaihi wa Sallam yang beliau berikan kepada kita. Dalam shalat ada komunikasi dan dialog dengan Tuhan, momentum untuk menumpahkan segala asa dan perasaan, bersimpuh sujud, memohon petunjuk, dan hidayah-Nya. Dinamakan shalat, kata Habib Alwi bin Syahab, karena ia adalah shilah (penghubung) antara seorang hamba dengan Tuhannya. Jika shalatnya terputus, maka hubungan seorang hamba menjadi terputus juga. Sayangnya, tidak sedikit umat Islam yang meremehkan waktu-waktu shalat yang terwujud dalam sikap dalam menunda melaksanakannya, tidak bersungguh-sungguh, hanya sekadar menggugurkan kewajiban, bahkan sampai pada taraf meninggalkannya. Imam Abdullah bin Alwi Al-Haddad mengatakan, “Di antara perbuatan yang bisa menyebabkan kematian yang buruk (su`ul khatimah) adalah meninggalkan shalat.” Warisan kedua Rasulullah Shallahu `alaihi wa Sallam adalah membaca Al-Qur`an. Al Qur`an merupakan kitab rujukan utama. Tidak ada satu kitabpun di dunia ini yang lebih indah susunan kata-katanya, jelas dalam memberikan keterangan, mencakup segala aspek, bersih dari tangan-tangan jahil, melebihi Al-Qur`an. Al Qur`an diturunkan untuk menjadi pedoman dalam hidup. Ia menjadi kitab yang paling banyak diperbincangkan sejak dulu hingga kini. Akan tetapi, seiring berjalannya waktu, membaca Al Qur`an semakin terpinggirkan, kalah riuh oleh kegaduhan musik. Anak-anak kita semakin pandai dan cakap saja dalam melantunkan lirik-lirik lagu bertema ‘pacaran’, bercinta, ajakan kepada maksiat, kegelisahan, putus cinta, dan sebagainya. Di sisi lain, orangtua lebih sibuk untuk membuat putra-putri mereka sukses di dunia daripada memikirkan kehidupan mereka selepas mereka hidup dunia ini. Al-Qur`an menjadi perhatian hanya di masa bangku sekolah dasar, itupun cukup di TPQ, sementara para orangtua tidak merasa bersalah ketika mereka tidak memberi contoh membaca Qur`an karena ketidakmampuannya. Selepas Sekolah Dasar, anak-anak tak lagi berhasrat atau tidak dimotivasi untuk memperdalam Al Qur`an. Mereka dikondisikan untuk lebih fokus dengan materi pelajaran yang tidak seimbang antara kebutuhan spiritual dan intelektual. Imam Abu `Amr bin Shalah dalam Fatawa-nya mengatakan bahwa, “Membaca Al Qur`na merupakan sebuah kemuliaan yang dengannya Allah memuliakan manusia. Malaikatpun tidak diberi kemuliaan seperti itu, padahal mereka sangat menginginkannya setelah mendengar manusia membacanya.” Oleh karena itu, menjadi sebuah keniscayaan bagi setiap muslim untuk mampu membaca, memahami, merenungi, mengamalkan, dan mengajarkan Al-Qur`an. Inilah warisan kedua yang ditinggalkan oleh Rasul Shallahu `alaihi wa Sallam kepada kita, umatnya, agar kita terbimbing dalam jalan kebenaran, tidak terseok-seok dalam kesesatan. Sayidina Abdulah bin Mas`ud Radhiyallahu `anhu pernah berucap, “Jika kalian menginginkan ilmu, maka sebarluaskan Al-Qur`an sebab di dalamnya tersimpan ilmu orang-orang terdahulu dan yang akan datang.” Warisan berikutnya adalah mengetahui status halal-haram. Warisan terakhir ini memberi hikmah kepada kita tentang pentingnya mengenal status halal-haramnya suatu barang, makanan, atau perbuatan yang akan kita lakukan. Sayidina Umar bin Khaththab Radhiyallahu `anhu, selaku Amirul Mukminin, pernah berkata kepada seluruh pedagang di pasar kota Madinah, “Tidak ada yang boleh berjualan di pasar kami (yaitu) orang yang belum memiliki ilmu sebab orang yang tidak berilmu ia bisa memakan riba` tanpa menyadarinya.” Sikap kehati-hatian dalam halal-haram tampak dari sikap Sayidina Abu Bakar Ash-Shiddiq Radhiyallahu `anhu. Suatu hari, usai kembali dari pasar beliau meminum segelas susu. Beliau meminum susu tersebut tanpa curiga sedikitpun tentang asal-usul segelas susu tersebut. Saat itu, pembantu beliau masuk rumah dan menyaksikan tuannya telah menghabiskan segelas susu yang dia letakkan di atas meja, selanjutnya ia berkata, “Ya Tuanku, biasanya sebelum engkau memakan dan meminum sesuatu pasti menanyakan lebih dulu asal-muasal makanan dan minuman tersebut, mengapa sewaktu meminum susu tadi engkau tidak bertanya sedikit pun tapi langsung meminumnya?” Dengan rasa kaget, Abu Bakar bertanya, “Memangnya susu ini dari mana?” Pembantunya menjawab, “'Begini, ya Tuanku, pada zaman jahiliyah dulu dan sebelum masuk Islam, saya adalah kahin (dukun) yang menebak nasib seseorang. Suatu kali setelah saya ramal nasib seorang pelanggan, dia tidak sanggup membayar karena tidak punya uang, tapi dia berjanji suatu saat akan membayar. Tadi pagi saya bertemu di pasar dan dia memberikan susu itu sebagai bayaran untuk utang yang dulu belum sempat dia bayar.” Mendengar itu, langsung Abu Bakar memasukkan jari telunjuknya ke dalam mulut dan mengoyang-goyangkan anak lidah agar muntah. Beliau berusaha untuk mengeluarkan susu tersebut dari perutnya, dan tidak ingin sedikit pun tersisa. Bahkan dalam riwayat itu disebutkan, beliau sampai pingsan karena berusaha memuntahkan seluruh susu yang telanjur beliau minum lalu berkata, “Walaupun saya harus mati karena mengeluarkan susu ini dari perut saya, saya rela. Saya mendengar Rasulullah Shallahu `alaihi wa Sallam bersabda, “Setiap daging yang tumbuh dari sumber yang haram maka neraka adalah tempat yang pantas baginya.” Tidak hanya itu, istri para As-salaf ash-shalih (para pendahulu kita yang baik) bila suaminya keluar dari rumahnya, iapun berpesan, “Jauhi olehmu penghasilan yang haram, karena kami mampu bersabar atas rasa lapar tapi kami tak mampu bersabar atas neraka.” Ketiga warisan nabi yaitu menunaikan shalat, membaca Al-Qur`an, dan mengatahui hal-hal yang halal dan haram, merupakan warisan yang harus kita jaga dengan sungguh-sungguh. Shalat tepat pada waktunya dengan berjama`ah. Membaca Al Qur`an sesuai tajwid lalu berusaha memahami dan mengamalkannya, dan mengetahui status halal-haram pada suatu barang dengan tepat dan teliti. Jika warisan duniawi begitu disukai meski bersifat sementara, yang akan sirna seiring berlalunya waktu, maka tiga warisan di atas harus lebih kita utamakan dari masa ke masa, karena ketiga warisan ini akan mendatangkan kebahagiaan di dunia dan akhirat. Dikutip dari Pengasuh Majlis Ta`lim dan Ratib Al-Haddad di Malang, Jawa Timur

Baca selanjutnya ..

3 WARISAN ROSSULALLAH ( 1 )

Pada suatu pagi, Abu Hurairah Radhiyallahu `anhu pergi ke sebuah pasar. Di situ beliau melihat sebagian orang tenggelam dalam aktivitas bisnis. Mereka asyik melakukan transaksi jual-beli. Melihat hal itu, Abu Hurairah ingin mengingatkan mereka agar tidak terjebak dalam masalah duniawai melupakan aspek ukhrawi. Bolehlah dunia dicari namun akhirat jangan lupa untuk diburu. Abu Hurairah berkata, “Wahai penghuni pasar, alangkah lemahnya kalian.” Mereka bertanya penasaran, “Apa maksudmu, wahai Abu Hurairah?” “Itu warisan Rasulullah Shallahu `alaihi wa Sallam sedang dibagikan sementara kalian masih di sini. Mengapa kalian tidak pergi ke sana untuk mengambil jatah kalian darinya?” “Di mana?” Abu Hurairah menjawab: “Di masjid.” Maka mereka keluar dengan cepat. Abu Hurairah berdiri menjaga barang mereka sampai mereka kembali. Setelah para penghuni kembali dari masjid, Abu Hurairah bertanya, “Ada apa dengan kalian?” Mereka menjawab, “Wahai Abu Hurairah, kami telah datang ke masjid, kami masuk ke dalamnya tapi tidak ada yang dibagi.” Abu Hurairah bertanya, “Apa kalian tidak melihat seseorang di masjid?” Mereka menjawab, “Kami melihat orang-orang yang shalat, membaca Al-Qur’an, dan orang yang mempelajari halal-haram.” Abu Hurairah berkata, “Celaka kalian, itulah warisan Muhammad Shallahu `alaihi wa Sallam.” *** Hadits yang diriwayatkan oleh Imam Ath-Thabari dalam kitabnya Al-Awsath ini memberikan banyak pelajaran berharga tentang pentingnya memburu warisan yang telah diwariskan oleh Nabi Muhammad Shallahu `alaihi wa Sallam. Bukan harta benda, uang, kendaraan mewah, rumah megah, gemerincing uang dinar yang menjadi warisan. Warisan yang ada jauh lebih abadi, berlaku sepanjang masa, itulah warisan berupa mengerjakan shalat, membaca Al Qur`an, dan mempelajari halal-haram. Warisan pertama adalah shalat. Shalat merupakan tiang agama. Shalat menjadi amal yang pertama kali diaudit oleh Allah. Ia menjadi amal yang dimintai pertanggungjawaban oleh-Nya. Manakala shalat kita baik, amal ibadah selanjutnya akan menjadi baik. Sebaliknya, ketika amal shalat kita terpuruk, berlubang di waktu-waktu dalam hayat kita, seperti itulah konsekuensi amal lainnya, minus dan penuh kecacatan. Rasulullah Shallahu `alaihi wa Sallam menggambarkan seorang mukmin yang menunaikan ibadah shalat wajib seperti orang yang mandi sebanyak lima kali di waktu pagi, siang, petang, dan malam. Ia selalu berada dalam kebersihan, bersih dari noda dan kotoran, dosa-dosanya rontok bersama iringan bacaan dan gerakan shalatnya. Kedudukan shalat menjadi semakin penting saja, saat perintah pelaksanaannya disampaikan langsung oleh Allah Subhanahu Wa Ta`ala kepada Rasul Shallahu `alaihi wa Sallam dalam peristiwa isra`-mi`raj.  Imam Ahmad bin Hajar Al-Haitamiy dalam kitabnya Al-Zawajir mengetengahkan sebuah hadits yang menyebutkan sejumlah kemuliaan bagi yang melaksanakan shalat dan kehinaan bagi yang meninggalkannya. Secara singkat, dalam hadits yang dikutip oleh Imam Ibnu Hajar tersebut, disebutkan bahwa Allah memberikan 5 kemuliaan pada orang yang melaksanakan shalat: Pertama. Allah akan angkat kesulitan dari kehidupannya  Kedua. Dilindungi dari azab kubur  Ketiga. Catatan amalnya diberikan di tangan kanannya  Keempat. Melewati jembatan akhirat secepat kilat  Kelima. Masuk surga tanpa hisab. Masih dalam hadits yang sama, ada 15 kehinaan bagi orang yang meremehkan shalat terdiri dari 6 kehinaan di dunia, 3 saat kematian datang, 3 di alam kuburnya, dan 3 saat dibangkitkan dari alam kubur. 6 kehinaan di dunia : Diangkatnya keberkahan dari umurnya, dihapuskannya tanda-tanda kaum shalihin dari wajahnya, setiap perbuatan yang ia kerjakan tidak mendapatkan pahala dari Allah, doanya tidak diangkat ke langit, tidak masuk dalam bagian doa orang-orang shaleh, dan mudah menyimpan kebencian pada orang lain. 3 kehinaan saat datang kematian: mati dalam keadaan hina, meninggal dalam keadaan kelaparan, mati dalam keadaan kehausan meski lautan di dunia diminumkan kepadanya. 3 kehinaan di alam kubur : kuburnya akan menghimpitnya hingga meremukkan tulang-tulangnya, dinyalakan api dalam kuburnya di waktu siang dan malam hari, dan disisipkan ular dalam kuburnya. Sedangkan 3 kehinaan setelah dibangkitkan dari alam kubur adalah: menghadapi hisab (perhitungan) yang sangat berat, mendapatkan murka Allah, dan masuk ke dalam api neraka.

Baca selanjutnya ..

Rabu, 16 Mei 2012

TANGISAN ROSSULALLAH

Rasulullah adalah orang yang paling rendah hati, meskipun dia memiliki segala kebajikan dan keutamaan orang-orang dahulu kala dan orang-orang sekarang, dia seperti sebuah pohon yang berbuah. Menurut sebuah riwayat, beliau bersabda, “Aku diperintahkan untuk menunjukkan perhatian kepada semua manusia, untuk bersikap baik hati kepada mereka. Tidak ada Nabi yang sedemikian diperlakukan dengan sewenang-wenang oleh manusia selain aku.”  Saat beliau berdakwah di Thaif, tak ada yang didapatkannya kecuali hinaan dan pengusiran yang keji. Ketika Rasulullah menyadari usaha dakwahnya itu tidak berhasil, beliau memutuskan untuk meninggalkan Thaif. Tetapi penduduk Thaif tidak membiarkan beliau keluar dengan aman, mereka terus mengganggunya dengan melempari batu dan kata-kata penuh ejekan. Lemparan batu yang mengenai Nabi demikian hebat, sehingga tubuh beliau berlumuran darah.  Dalam perjalanan pulang, Rasulullah Saw. menjumpai suatu tempat yang dirasa aman dari gangguan orang-orang jahat tersebut. Di sana beliau berdoa begitu mengharukan dan menyayat hati. Demikian sedihnya doa yang dipanjatkan Nabi, sehingga Allah mengutus malaikat Jibril untuk menemuinya. Setibanya di hadapan Nabi, Jibril memberi salam seraya berkata, “Allah mengetahui apa yang telah terjadi padamu dan orang-orang ini. Allah telah memerintahkan malaikat di gunung-gunung untuk menaati perintahmu.” Sambil berkata demikian, Jibril memperlihatkan para malaikat itu kepada Rasulullah Saw.  Kata malaikat itu, “Wahai Rasulullah, kami siap untuk menjalankan perintah tuan. Jika tuan mau, kami sanggup menjadikan gunung di sekitar kota itu berbenturan, sehingga penduduk yang ada di kedua belah gunung ini akan mati tertindih. Atau apa saja hukuman yang engkau inginkan, kami siap melaksanakannya.”  Mendengar tawaran malaikat itu, Rasulullah Saw. dengan sifat kasih sayangnya berkata, “Walaupun mereka menolak ajaran Islam, saya berharap dengan kehendak Allah, keturunan mereka pada suatu saat nanti akan menyembah Allah dan beribadah kepada-Nya.”  Ketika Makkah berhasil ditaklukkan, beliau berkata kepada orang-orang yang pernah menyiksanya, “Bagaimanakah menurut kalian, apakah yang akan kulakukan terhadapmu?” Mereka menangis dan berkata, “Engkau adalah saudara yang mulia, putra saudara yang mulia.” Nabi Saw. bersabda, “Pergilah kalian! Kalian adalah orang-orang yang dibebaskan. Semoga Allah mengampuni kalian.” (HR. Thabari, Baihaqi, Ibnu Hibban, dan Syafi’i).  Abu Sufyan bin Harits, sepupu beliau, lari dengan membawa semua anak-anaknya karena pernah menyakiti Rasul Saw., maka Ali bin Abi Thalib Ra. bertanya kepadanya, “Hai Abu Sufyan, hendak pergi kemanakah kamu?” Ia menjawab, “Aku akan keluar ke padang sahara. Biarlah aku dan anak-anakku mati karena lapar, haus, dan tidak berpakaian.”  Ali bertanya, “Mengapa kamu lakukan itu?” Ia menjawab, “Jika Muhammad menangkapku, niscaya dia akan mencincangku dengan pedang menjadi potongan-potongan kecil.”  Ali berkata, “Kembalilah kamu kepadanya dan ucapkan salam kepadanya dengan mengakui kenabiannya dan katakanlah kepadanya sebagaimana yang pernah dikatakan oleh saudara-saudara Yusuf kepada Yusuf, ….Demi Allah, sesungguhnya Allah telah melebihkan kamu atas kami dan sesungguhnya kami adalah orang-orang yang bersalah (berdosa). (QS. Yusuf [12]: 91).  Abu Sufyan pun kembali kepada Nabi Saw. dan berdiri di dekat kepalanya, lalu mengucapkan salam kepada beliau seraya berkata, Wahai Rasulullah, demi Allah, sesungguhnya Allah telah melebihkan engkau atas kami dan sesungguhnya kami adalah orang-orang yang bersalah (berdosa). (QS. Yusuf [12]: 91).  Rasulullah Saw. pun menengadahkan pandangannya, sedang air matanya membasahi pipinya yang indah hingga membasahi jenggotnya. Rasulullah menjawab dengan menyitir firman-Nya, …Pada hari ini tidak ada cercaan terhadap kamu. Mudah-mudahan Allah mengampuni (kamu) dan Dia adalah Maha Penyayang di antara para penyayang. (QS. Yusuf [12]: 92).  Imam Bukhari meriwayatkan hadits dari Abdullah bin Mas’ud bahwa Rasulullah Saw. bersabda kepadanya, “Bacakan al-Quran kepadaku.”  Ibnu Mas’ud berkata, “Bagaimana aku membacakannya kepada Engkau, sementara al-Quran itu sendiri diturunkan kepada Engkau?”  “Aku ingin mendengarnya dari orang lain,” jawab beliau. Lalu Ibnu Mas’ud membaca surat an-Nisa hingga firman-Nya, Maka bagaimanakah (halnya orang kafir nanti) apabila Kami mendatangkan kamu (Muhammad) sebagai saksi atas mereka itu (sebagai umatmu). (QS. an-Nisâ [4]: 41).  Begitu bacaan tiba pada ayat ini, beliau bersabda, “Cukup.”  Ibnu Mas’ud melihat ke arah beliau, dan terlihatlah olehnya bahwa beliau sedang menangis.  Dalam kisah ini kita memperoleh pelajaran berharga, bahwa Rasulullah Saw. sangat mencintai umat manusia. Beliau sangat mengharapkan agar orang-orang kafir itu beriman. Karena balasan kekafiran adalah neraka yang menyala-nyala. Rasulullah sendiri pernah melihat neraka. Dia melihat sungguh mengerikan neraka itu. Hingga ketika menyadari hal itu, mengalirlah airmatanya dengan deras.  Abu Dzar Ra. meriwayatkan dari Nabi Saw., bahwa beliau mendirikan shalat malam, sambil menangis dengan membaca satu ayat yang diulang-ulangi, yaitu, Jika Engkau menyiksa mereka, maka sesungguhnya mereka adalah hamba-hamba Engkau juga. (QS. al-Maidah [5]: 118).  Dan diriwayatkan saat hari kiamat tiba, beliaulah orang yang pertama kali dibangkitkan. Yang diucapkannya pertama kali adalah, “Mana umatku? Mana umatku? Mana umatku?” Beliau ingin masuk surga bersama-sama umatnya. Beliau kucurkan syafaat kepada umatnya sebagai tanda kecintaan beliau terhadap mereka. Beliau juga sering berdoa, Allahumma salimna ummati. Ya Allah selamatkan umatku.  Keadaan diri Nabi Muhammad Saw. digambarkan Allah Swt. dalam firman-Nya, Sungguh telah datang kepadamu seorang Rasul dari kaummu sendiri, berat terasa olehnya penderitaanmu, sangat menginginkan (keimanan dan keselamatan) bagimu, amat belas kasihan lagi penyayang terhadap orang-orang mukmin. (QS. at-Taubah [9]: 129).  Alangkah buruknya akhlak kita bila tak mencintai Nabi, sebagaimana Nabi mencintai kita, berkorban untuk kita, dan meneteskan airmatanya untuk kita. Sudahkah kita mencintai Rossul sebagaimana beliau mencitai kita.

Baca selanjutnya ..

Jumat, 11 Mei 2012

HIKMAH DARI BENCANA KEMATIAN

Mensikapi bencana pesawat Sukhoi yang sedang hangat diperbincangkan berbagai media di tanah air  bahkan di dunia internasional, sebagai seorang muslim tentu kita faham betul Bagaimana kematian menjemput kita. Sudah merupakan sunnatullah bahwa setiap diri akan mengalami kematian. Namun yang menjadi misteri adalah kita tidak pernah mengetahui kapan, dimana dan dengan cara seperti apa kematian datang menjemput kita. Setiap kejadian yang terjadi di muka bumi ini tidak pernah luput dari hikmah. Kecelakaan pesawat yang bukan pertama kali terjadi di atmosfer Indonesia ini tentu membawa banyak hikmah untuk kita semua. Diantaranya dzikrul maut atau mengingatkan kita kepada kematian yang pada hakikatnya siap menghampiri kita kapan saja. Kecelakaan maut di darat, di air atau di udara hanyalah salah satu cara Allah mengambil nyawa makhluk-makhlukNya. Yang menjadi tanda tanya besar adalah sejauh manakah kita telah mempersiapkan  kematian kita yang merupakan gerbang awal kehidupan abadi kita semua sejak kita mengerti bahwa kematian akan datang tanpa kabar berita kapan, dimana dan bagaimana? Allah swt berfirman  : Setiap yang bernyawa akan merasakan mati…( Ali Imran 185) Dan setiap umat mempunyai ajal (batas waktu) . Apabila ajalnya tiba, mereka tidak dapat meminta penundaan atau percepatan sesaatpun ( Al Araf : 34) ….Dan tidak ada seorangpun yang dapat mengetahui dengan pasti apa yang akan dikerjakannya esok, dan tidak seorangpun yang dapat mengetahui di bumi mana dia akan mati….( Al Luqman : 34) Sungguh ayat-ayat diatas merupakan kemurahan dan bentuk kasih sayang Allah kepada hamba-hambanya agar  kita semua bersiap siap dengan matang menghadapi akhir kehidupan kita. Karena pasti semua manusia ingin hidupnya berakhir dengan husnul khotimah. Ulama Ibnul qoyyim mengatakan “ Orang yang paling cerdas adalah orang yang selalu mengingat kematian dan mempersiapkan kematiannya dengan matang”. Usia dan kesempatan adalah dua hal penting yang diberikan Allah sebagai investasi semasa hidup di dunia. Dengan usia yang terbatas tentunya kita harus pandai-pandai mengalokasikan usia ini untuk hal-hal yang bermanfaat dan menguntungkan kita di kehidupan selanjutnya. Maka uraikan dan rencanakan ending hidup kita dengan seindah-indahnya agar kita menjadi hamba Allah yang selamat di dunia dan akhirat.Amin,..

Baca selanjutnya ..

Kamis, 10 Mei 2012

Mysteri Hidup

Hidup ini memang sebuah misteri. Kita tak tahu awal dan akhirnya, tak tahu apa yang akan kita hadapi hari ini atau pun besok? Kita sendiri tak tahu apakah kita masih bisa tersenyum di menit berikutnya? Misteri kehidupan yang bila tak di sandingkan dengan keimananan yang kokoh akan membuat kita labil dalam setiap keputusan yang akan kita genggam. Kadang kita tak mengetahui, apa sebuah sebab terjadi. Atau apa sebab adanya sebuah kejadian yang kita tak inginkan. Keinginan untuk selalu survive dalam sebuah komunitas sosial yang beragam memang dibutuhkan kecerdasan, yang tentu saja harus bisa didapatkan bila kita dapat memaknai sebuah persoalan. Kata persoalan, seringkali ngin kita hindari. Kita ingin selalu dalam keadaan aman dan tenang dalam meniti hari. Hari-hari yang ingin selalu beraroma sesuai apa yang kita inginkan. Jika bisa, kita sebagai penentu kehidupan ini, karena kita seringkali bermasalah pada diri sendiri. Padahal di setiap masalah ada sebuah hidayah bisa yang kita dapat, bila kita jeli dalam memaknainya. Sebuah kejelian yang harus ada, bila ingin merasakan hidup yang penuh hikmah. Hikmah yang di dapat akan berakhir pada sebuah kesyukuran pada sang Pencipta Kehidupan alam semesta ini. Pagi ini kita bangun dengan ceria dgn berbagai harapan, Ketika kita bicara cinta dan simpati, Kita sering bertumpu pada penilaian manusia, Padahal dalam kalbu ini kita berikrar, Bahwa syukur kepada Ilahi adalah pilihan, Memuji-Nya tak sekedar beroleh simpati sejati, Melainkan berbuah ketenangan hati, Menularkan inspirasi, Serta cahaya terang motivasi, Untailah do’a dalam sujud panjang beriring istighfar, Ungkapkan pujian pada Robb kita, “Syukur Kepada-Mu Adalah Segalanya”

Baca selanjutnya ..

Minggu, 06 Mei 2012

ISTIGHFAR

Setiap muslim dan muslimah pernah berbuat salah, baik dia orang awam maupun ustadz, kyai atau ulama. Karena itu setiap orang tidak boleh lepas dari istighfar dan selalu bertaubat kepadaNya, sebagaimana yang dilakukan Rasulullah SAW. Beliau setiap hari memohon ampun kepada Allah seratus kali. Nabi SAW bersabda: "Setiap anak Adam pasti berbuat salah dan sebaik-baik orang yang berbuat salah adalah yang bertaubat. " (HR. Ahmad 3: 198. Shahih Jami'us Shaghir 4391) "Seandainya hamba-hamba Allah tidak berbuat dosa, niscaya Allah akan menciptakan makhluq yang berbuat dosa kemudian " mereka istighfar (minta ampun kepada Allah), lalu Allah mengampuni dosa mereka. Dan Dia adalah Maha Pengampun lagi Maha Penyayang." (HR. Hakim 4: 246) Berapa banyak nya kita harus beristighfar? sabda Rasulullah bersabda : Dari Agharr bin Yasar AI-Muzani, ia berkata Rasulullah SAW bersabda: "Wahai manusia!, bertaubatlah kalian kepada Allah dan mintalah ampun kepadaNya, karena sesunggahnya aku berfaubat kepada Allah dalam sehari sebanyak seratus kali " (HR.Muslim). Menurut Syaikhul Islam Ibnu Taimiyah, jika mendapat masalah yang cukup berat, solusinya adalah dengan memperbanyak istighfar. "Jika masalah yang saya hadapi mengalami kebuntuan (sulit menemukan solusinya), saya beristighfar kepada Allah sebanyak seribu kali. Allah pun memberikan saya jalan keluarnya." Itulah pengakuan dari seorang ulama besar yang menjadi guru dari Ibnu Qayyim al-Jauziyah. Istighfar Sebagai Problem Solving Istighfar, selain sebagai sebuah sarana bentuk pengharapan ampunan kita kepada Allah swt, ternyata istighfar pun bisa menuai rahmat dari Allah swt, yakni rahmat bagi yang sudah lama menikah namun belum punya momongan, atau merasa kesulitan dalam ekonomi, dan atau yang merasa sempit dalam hidupnya. Kisah berikut, insya Allah akan membuat Anda semakin yakin bahwa berISTIGHFAR akan membuat Anda keluar dari berbagai permasalahan hidup Anda. Insya Allah. “Dikisahkan, ketika Rasulullah saw sedang berkumpul dengan sejumlah sahabatnya di masjid, masuklah empat orang laki - laki. Masing - masing datang membawa masalah yang ingin disampaikannya kepada Rasulullah saw. Orang pertama mengeluh karena di daerahnya sudah lama tidak turun hujan. Rasulullah saw menasehatinya, "Beristighfarlah!" Orang kedua mengeluh karena sudah lama menikah, tapi belum juga memperoleh keturunan. Rasulullah saw menasehatinya, "Beristighfarlah" Orang ketiga mengeluhkan kesulitan ekonominya. Rasulullah saw kemudian menasehatinya, "Beristighfarlah!" Orang keempat mengeluhkan tanah pertaniannya yang sudah tidak subur lagi. Lagi - lagi Rasulullah saw menasehatinya, "Beristighfarlah!" Abu Hurairah yang saat itu ada bersama mereka terheran - heran, kemudian ia bertanya, "Ya Rasulullah, mengapa kesulitannya banyak, tetapi obatnya satu?" Beliau kemudian menjawab : "Simaklah firman Allah dalam surah Nuh (71) ayat 10 - 12, 'Mohonlah ampun kepada Rabbmu, sesungguhnya Dia adalah Maha Pengampun. Niscaya Dia akan mengirimkan Hujan kepadamu dengan lebat, dan memperbanyakkan harta dan anak - anakmu, dan mengadakan untukmu kebun - kebun dan mengadakan (pula di dalamnya) untukmu sungai – sungai.” (HR Ahmad dan Abu Dawud) karena kalimat Istighfar itu di ucapkan bukanlah hanya pada saat merasa melakukan sebuah aktivitas kelalaian sehingga berujung pada kemaksiatan kepada Nya, namun juga saat tidak melakukan sebuah kemaksiatan pun tidak tetap harus beristighfar. kenapa? karena orang-orang yang banyak beristighfar tidak hanya akan selalu merasa terjaga dirinya untuk berbuat kemaksiatan namun juga akan mendapatkan keberuntungan dan kebaikan yakni rahmat dari Allah swt. Allah berfirman “Hendaklah kamu meminta ampun (beristighfar) kepada Allah agar kamu mendapat rahmat” (QS. An-Naml: 46). Rasulullah saw. bersabda, “Barang siapa memperbanyak istighfar maka Allah akan menghilangkan darinya segala kesusahan, menghilangkan darinya segala kesempitan, dan akan mendatangkan rezki dari sumber yang tidak terduga” (HR. Abu Daud). Astaghfirullahal adzhim wa’atubu ilaik, laa haula wala quwwata illa billah. wallahu A'lam bis showab.

Baca selanjutnya ..

Rabu, 02 Mei 2012

KELUHAN BERBUAH NIKMAT

Keluhan adalah ampas dari kebahagiaan yang apabila di lakukan terus menerus akan menjadi rasa frustasi yang ujung ujung nya bisa berdampak pada kesedihan dan putus asa. Kenapa kita tidak ambil pelajaran dari proses terjadi nya keluhan itu ?? hanya orang-orang yang "ingin" yang bisa mengubah keluhan menjadi sebuah hikmah atau motivasi. Ia ingin dirinya bermanfaat bagi orang lain, ia ingin mensyukuri nikmat Allah tanpa mengeluh berlebihan, ia ingin hanya Allah yang tahu dan tempatnya bersandar dari segala keluhan, ia ingin menjadi berbeda dari orang kebanyakan. Prosesnya tidak mudah tapi juga tidak sulit. Jika dari dalam hati sudah ada rasa ingin berubah, kemudian berdoalah kepada Allah dengan tulus dan ikhlas. Biar Allah yang akan membantu menunjukkan proses ikhtiar dan kita tinggal menjalaninya. Yakin saja, jika kita berusaha melangkah ke arah kebaikan, maka Allah akan membantu. Wa shoddaqo bil kkhusna, fa sya nu yassiruhu lil yusroo / kalau kita meng inginkan berjalan di dalam kebaikan maka Allah akan memberikan jalan kebaikan itu. Jika hasil perubahan keluhan kita sudah terlihat, maka tanpa sadar segores senyum akan hadir di bibir kita. Senyum yang merupakan cerminan upaya kita memberikan manfaat melalui hikmah dan semangat. Tidak akan sadar bahwa sebenarnya hikmah itu adalah olahan dari keluhan yang kita bentuk sedemikian rupa dengan rasa syukur kepada Allah. Bahwa kita masih bisa berguna untuk orang lain meskipun hanya sekedar untaian nasihat. Terlebih jika orang lain merasakan "hikmah dari keluhan kita, maka hanya ada rasa syukur yang hadir. Semoga kita bisa mengkampanyekan “keluhan menjadi semangat atau hikmah agar bisa di tularkan menjadi energi positif. Semoga kita bisa selalu belajar untuk bersyukur atas segala nikmatNya. Aamiin.

Baca selanjutnya ..

Selasa, 01 Mei 2012

JANGAN TERTIPU MATA

Anda mungkin takjub melihat orang bermegah-megahan dengan dunianya. Mencari harta benda lalu hati membenarkan mata anda. Kemudian hati menyuruh otak anda bagaimana cara mendapatkannya dengan cara apapun. Mata mengira itulah kebahagiaan dunia. Ketahuilah apa yang dilihat mata belum tentu didengar baik-baik oleh telinga. Telinga belum mendengar bagaimana permasalahan, kegelisahan dunia sebenarnya. Atau dalam kebaikan, anda terheran –heran ketika melihat seorang Ustadz bisa memberikan ceramah Populer dengan kata hikmahnya ditengah banyak orang. Anda kagum ingin seperti itu juga bisa terkenal. Punya banyak ilmu bisa menarik banyak perhatian. Anda juga ingin seperti mereka. Lalu mengambil jalan yang sama, bahkan tak sedikit mengambil langkah pintas tanpa melalui prosesnya. Mengira semua bisa instant. Sadarilah ulama tadi bisa memberi banyak hikmah pada khalayak ramai, tidak terjadi semudah yang kita bayangkan. Cobalah sesekali lihat ke belakang apa yang telah mereka lakukan. Mungkin penuh darah luka perjuangan. Apa yang manis dimata anda belum tentu indah ditelinga. Itulah juga Allah memerintahkan menundukkan pandangan, tidak hanya dari melihat wanita-wanita tapi juga melirik dunia segala isinya. Berhati-hatilah, tundukkan pandangan anda pada fatamorgana dunia fana ini. Tapi gunakan juga telinga sesekali mendengar apa dibalik semua itu. Bersabarlah dengan fitnah dunia. Jangan terlalu mengandalkan mata, karena segala yang anda lihat mungkin bisa menipu. Apa yang kita lihat baik belum tentu juga baik disisi Allah, “…Boleh jadi kamu membenci sesuatu, padahal ia amat baik bagimu, dan boleh jadi (pula) kamu menyukai sesuatu, padahal ia amat buruk bagimu; Allah mengetahui, sedang kamu tidak mengetahui.” (Qs. Al-Baqarah: 216) Sadari hakekat hidup dengan tidak hanya memakai mata, tetapi juga telinga. Mata bisa saja dibohongi. mata hanya bisa melihat yang zhahir saja terbatas pada pemandangan jarak tertentu. Tapi telinga bisa mendengar meskipun tak terlihat oleh mata. Itulah kadang kita temui orang buta tapi bisa mendengar lebih bijak dari orang bermata dan bertelinga sekalipun.

Baca selanjutnya ..