on line

Jumat, 30 Maret 2012

DOSA YANG TAK DIRASA

Saat bergaul dan berinteraksi dengan banyak orang, tanpa disadari kata-kata mengalir dari mulut kita seolah keluar tanpa beban. Tak jarang, bersamaan dengan keluarnya kata-kata, mengalir pula dosa, mulai dari menggunjingkan tetangga, membanggakan dan memamerkan diri, berbohong, dan perbuatan tidak terpuji lainnya.   Semudah itu manusia melakukan dosa. Bahkan, saking terbiasanya sangat banyak dosa-dosa yang sudah tidak dirasa lagi sebagai perbuatan salah yang berat konsekuensinya. Sebagian besar ulama sepakat bahwa dosa dibagi menjadi dua, yaitu dosa besar dan dosa kecil. Namun, berbicara "dosa yang tak dirasa" tidak selalu identik dengan dosa kecil. Pun, "dosa tak dirasa" tidak selalu berarti sebagai kecenderungan orang yang tidak sadar akan perbuatan dosa karena kecilnya. Boleh jadi, jika kita lihat fenomena yang ada, dosa besar sekalipun tidak sedikit dianggap biasa dan tidak lagi dirasa sebagai dosa karena saking seringnya dilakukan. Tentu saja, sikap seperti itu jauh lebih berbahaya dari sekadar mengabaikan dosa yang dianggap kecil. Dengan demikian, secara prinsip tidak ada bedanya antara dosa kecil dan dosa besar karena keduanya memiliki potensi ancaman datangnya azab Allah. Selain keduanya juga memiliki peluang yang sama untuk diampuni Allah Swt. Bisa dikatakan bahwa besar dan kecilnya suatu dosa tidak diukur dengan seberapa besar ancaman siksa yang akan diterima, namun diukur dari seberapa besar kesadaran orang terhadap dosa yang dilakukannya. Boleh jadi dosa itu kecil dan remeh, namun jika dilakukan dengan terus menerus dan tidak disertai istighfar, ia akan menjelma menjadi dosa besar. Pun sebaliknya, boleh jadi dosanya besar, namun karena kesadaran tinggi akan akibat yang ditimbulkan, mendorongnya untuk bertobat dan tidak mengulanginya lagi, maka dosa tersebut sebetulnya menjadi kecil bahkan terhapus di hadapan Allah. Besar kecilnya suatu dosa juga tidak bisa sepenuhnya dilihat dari jenis dosa tersebut. Terutama untuk menentukan jenis-jenis dosa kecil. Sejauh yang dapat saya amati dari sejumlah kitab-kitab rujukan, jarang sekali para ulama yang mengungkap secara rinci apa saja yang termasuk dosa kecil. Relativitas kecilnya dosa menunjukkan bahwa sebetulnya tidak ada yang besar jika disertai tobat dan tidak ada yang kecil jika dilakukan terus menerus. Sementara, khusus mengenai jenis-jenis dosa besar, cukup gamblang diungkap dalam sejumlah ayat dan hadits.

Baca selanjutnya ..

Rabu, 21 Maret 2012

Malaikat pun Turun Mendengarkan

TENGAH malam itu suasana tenang dan hening sekali. Usaid bin Hudhair duduk di beranda belakang rumahnya. Dia menatap langit, bintang-bintang berkelap kelip entah berapa banyaknya. Tidak ada yang bisa menghitungnya. Puteranya Yahya yang masih balita sudah lama terlelap di sampingnya. Tidak jauh dari tempatnya duduk, seekor kuda siap tertambat. Sewaktu-waktu jika perintah perang fi sabilillah dari Rasulullah keluar, dia dapat dengan sigap menunggangnya. Di keheningan malam itu Usaid membaca Al-Qur'an dengan khusyu' dan penuh penghayatan. Ayat demi ayat dia lantunkan dengan suara merdu. Alif laam miin. Kitab (Al Quran) ini tidak ada keraguan padanya; petunjuk bagi mereka yang bertaqwa. (yaitu) mereka yang beriman kepada yang ghaib, yang mendirikan shalat, dan menafkahkan sebahagian rezki yang Kami anugerahkan kepada mereka. Dan mereka yang beriman kepada Kitab (Al Quran) yang telah diturunkan kepadamu dan kitab-kitab yang telah diturunkan sebelummu, serta mereka yakin akan adanya (kehidupan) akhirat. Ketika Usaid melantunkan ayat-ayat suci tersebut, kudanya lari berputar-putar hampir memutuskan tali pengikatnya. Sampai di ujung ayat keempat Al-Baqarah tersebut Usaid menghentikan bacaannya, ingin tahu apa yang terjadi pada kudanya. Usaid tidak melihat apa pun. Tidak ada siapa-siapa. Bersamaan dengan berhentinya Usaid melantunkan ayat-ayat suci, kudanya kembali tenang seperti semula. Usaid kembali melanjutkan bacaannya. Mereka Itulah yang tetap mendapat petunjuk dari Tuhan mereka, dan merekalah orang-orang yang beruntung. Kudanya kembali meronta, berputar-putar lebih hebat dari yang pertama. Usaid pun kembali menghentikan bacaannya. Anehnya kudanya kembali diam. Demikianlah terjadi berulang-ulang. Setiap kali Usaid membaca Al-Qur'an kudanya meronta, setiap kali Usaid diam, kudanya juga diam. Khawatir dengan keselamatan anaknya, Usaid membangunkan anaknya. Ketika itulah dia melihat ke langit, terlihat awan seperti payung yang mengagumkan. Belum pernah dia lihat sebelumnya. Besok pagi hal itu dia ceritakan kepada Rasulullah SAW. Beliau bersabda menjelaskan apa yang sebenarnya terjadi: "Hai Usaid, itu malaikat yang turun mendengarkan engkau membaca Al-Qur'an. Seandainya engkau teruskan bacaanmu, pastilah orang banyak akan melihatnya pula. Pemandangan itu tidak akan tertutup bagi mereka." Usaid memang sangat mencintai Al-Qur'an, bahkan sejak pertama kali mendengarkan ayat-ayat Al-Qur'an dilantunkan oleh Mush'ab bin 'Umair, da'i muda yang dikirim Rasulullah SAW sebagai perintis dakwah di kota Yatsrib. Saat itu Mush'ab sedang menyampaikan ajaran Islam kepada orang-orang yang sudah masuk Islam, tiba-tiba Usaid datang. Usaid berkata dengan nada menuding: "Apa maksud tuan datang kesini? Tuan hendak mempengaruhi rakyat kami yang bodoh-bodoh. Pergilah tuan sekarang juga, jika tuan masih ingin hidup!" Dengan wajah tenang karena pantulan iman, Muish'ab menjawab: "Wahai pemimpin. Silahkan duduk bersama kami, mendengarkan apa yang kami bicarakan. Jika Anda suka apa yang kami bicarakan silakan ambil. Dan jika Anda tidak suka, kami akan meninggalkan Anda dan tidak kembali lagi ke kampung Anda ini" Usaid setuju, lalu mulai mendengarkan Mush'ab menjelaskan tentang Islam sambil membaca ayat-ayat Al-Qur'an di sela-sela pembicaraannya. Rasa gembira terpancar di muka Usaid. Dia langsung mengaguminya. "Alangkah indahnya apa yang tuan baca" kata Usaid. "Apa yang dapat saya lakukan jika aku ingin memeluk Islam?" katanya lebih lanjut. Di bawah bimbingan Mush'ab, Usaid masuk Islam. Sejak itu Usaid mencintai Al-Qur'an seperti seseorang mencintai kekasihnya. Itulah Usaid bin Hudhair yang malaikat pun turun mendengarkan bacaannya. (Diambil dari kolom Hikmah Republika, 10 Agustus 2011)

Baca selanjutnya ..

Jumat, 16 Maret 2012

RUMAH TANGGA BER BINGKAI IMAN

”Maka, hadapkanlah wajahmu dengan lurus kepada agama (Allah), (tetaplah atas) fitrah Allah yang telah menciptakan manusia menurut fitrah itu. Tidak ada perubahan pada fitrah Allah. (Itulah) agama yang lurus; tetapi kebanyakan manusia tidak mengetahui, ” (QS Ar-Ruum:30). Betapa indah Islam membingkai hubungan antara hamba Allah yang berbeda jenis lewat pernikahan. Pernikahan merupakan salah satu ketentuan Allah yang berlaku atas semua makhluk, baik manusia, hewan, maupun tumbuh-tumbuhan. Meski demikian, manusia tidak seperti makhluk lainnya yang dibiarkan hidup bebas mengikuti hawa nafsunya tanpa adanya aturan. Untuk menjaga kehormatan dan kemuliaan tersebut, Allah menciptakan hukum yang sesuai dengan martabat dan fitrah manusia, yaitu pernikahan. Pemandangan berbeda tampak ketika saya sering melintas di sepanjang jalan yang banyak di temui. Banyak di antara para anak muda yang berboncengan dengan temannya yang berbeda jenis padahal belum muhrimnya. Selain itu, kadang mereka tak malu-malu untuk berduaan di depan umum. Astaghfirullah. Rasulullah bersabda, ”Tidaklah seorang laki-laki bersendirian dengan seorang wanita, kecuali setan menjadi yang ketiganya, ” (HR At Tirmidzi). Pada hadits lainnya disebutkan: ”Janganlah seorang laki-laki bersendirian dengan seorang wanita dan janganlah seorang wanita bepergian kecuali dengan muhrimnya, ” (HR Bukhari). Hal tersebut mungkin tak hanya dijumpai di kota kami, tapi juga daerah-daerah lain. Seiring kemajuan teknologi yang pesat, pergaulan bebas tak terkendali karena pengaruh dari banyak aspek. Mulai tontonan televisi, kurangnya pendidikan dan pemahaman tentang agama, hingga pengaruh budaya Barat yang kurang baik. Pacaran seolah telah menjadi budaya yang legal di kalangan muda. Padahal, perbuatan dari gaya berpacaran sama sekali tak membawa manfaat, malah menjurus pada perbuatan zina. Nikmat sesaat namun dimurkai Allah justru lebih dipahami sebagai anugerah. Naudzubillah. *** Alhamdulillah, indahnya Islam dapat kami rasakan dalam mahligai ber rumah tangga. Rumah tangga yang terbangun dari fondasi Islam tentu akan membawa ketenteraman bagi sebuah keluarga. Segala sesuatu akan diputuskan secara bersama. Seorang suami akan menjadi imam bagi isterinya. Tentunya, setiap masalah yang dihadapi dapat diselesaikan bersama secara musyawarah oleh suami-isteri. Islam telah mengaturnya dengan baik dan indah. Karena Islamlah, kami menikah. Jika mahligai pernikahan terbingkai oleh iman, jiwa merunduk berucap syukur atas keberkahan yang agung. Semoga Allah melimpahkan karunia dan nikmat-Nya yang tiada tara bagi hamba-hamba-Nya yang beriman. Amiin.

Baca selanjutnya ..

Selasa, 13 Maret 2012

KETELADANAN YANG TAK LEKANG

Keteladanan Nabi Muhammad saw tak lekang dimakan waktu. Sikap dan sifat beliau menjadi nasehat dan pelajaran hidup sepanjang masa. Pada bulan Rabiul Awwal di tahun wafatnya beliau, Rasulullah saw berkeinginan mengirim seorang sahabatnya ke negeri Yaman untuk menyampaikan ajaran Islam.   Setelah melalui proses renungan, pilihan beliau pun jatuh kepada sahabat Mu'adz bin Jabal RA. Imam Malik dalam riwayatnya, mengisahkan ketika itu Rasulullah mengantarkan kepergian Mu’adz sampai ke ujung Kota Madinah.  Dalam perjalanan menjelang gerbang kota, Mu’adz berkata, “Wahai Rasulullah, apa nasihat yang Mulia padaku?”  Rasulullah menjawab, “Bertakwalah kamu kepada Allah SWT dalam kondisi apa pun!”  Mu'adz bertanya kembali, “Apalagi ya Rasulullah?” Rasulullah menjawab, "Ikutilah setiap keburukan dengan kebaikan yang dapat menghapuskannya!” Mu'adz kembali bertanya, “Apalagi, ya Rasulullah?”  Sambil menuntun kuda yang ditunggangi Mu'adz hingga gerbang Kota Madinah Rasulullah saw menjawab, “Bergaullah kamu dengan manusia dengan akhlak yang baik!” Keteladanan Rasulullah pada kisah di atas tergambar pada cara beliau menentukan ulama, guru, dan pemandu umat yang paham terhadap agama Islam. Karena pada saat itu disebutkan oleh para ulama, Mu'adz adalah sahabat Rasulullah saw yang paling memahami hukum syariah, a’lam al-ummah fî al-halâl wa al-harâm’. Kisah Mu'adz ra ini seakan memperlihatkan pada kita bahwa Rasulullah ingin Islam ini kelak diajarkan oleh mereka yang paham Islam.   Imam Nawawi juga memberi analisisnya pada kisah Mu'adz tersebut, bahwa nasehat Rasulullah saw adalah pesan yang universal. Sahabat Mu'adz ra yang seorang alim lagi saleh saja masih minta dinasehati, lalu bagaimana dengan kita? Selain itu, Rasulullah saw juga tidak merasa rendah meskipun sebagai Rasul dan pemimpin umat, beliau menuntun kuda Mu'adz hingga ia merasa malu dan tersanjung dengan sikap beliau tersebut.  Kini banyak pemandu umat yang tidak paham Islam dan tak pula berpikir secara Islami. Dan aturan yang ada terkadang sudah membuat pemimpin dan yang dipimpin saling berjauhan, tak jarang melahirkan curiga berlebihan, bahkan hingga saling tidak percaya.  Kisah Mu'adz di atas juga memberi bimbingan pada kita bahwa seorang alim sekalipun tetap membutukan nasehat. Kini sosok Rasulullah saw yang bisa kita mintai nasehat telah tiada, namun  pesan beliau pada umatnya adalah untuk selalu menjadikan Alquran dan hadits sebagai nasehat abadi bagi yang hidup. Maka, taat pada Alquran dan hadits adalah bentuk usaha kita dalam menauladani Nabi Muhammad SAW. Wallâhu a’lam bî al-shawwâb.

Baca selanjutnya ..

KELEMAHAN & KELEBIHAN KITA

Kita hidup bersama kelemahan atau kekurangan dan kelebihan. Semua itu Allah titipkan bukan tanpa hikmah di dalamnya. Allah menitipkan kelemahan kepada kita bukan untuk kita cela atau untuk kita keluhkan. Allah menciptakan manusia tidak ada yang sia-sia. Bagaimana pun wujudya, manusia adalah makhluk paling sempurna yang Allah ciptakan. Dari sebuah kelemahan, seseorang mampu mengubah dunianya. Di balik kelemahan sesungguhnya tersimpan pula kelebihan yang sempurna. Dalam QS. Al-Israa’ [17] ayat 70 Allah SWT berfirman,"Manusia diberikan kelebihan yang sempurna seperti yang dijelaskan atas kebanyakan makhluk yang telah Kami ciptakan." Tiap manusia pasti memiliki kelemahan, 'sehebat' apapun dia menutupinya dari seluruh makhluk. Hanya saja dia mampu untuk menutupinya dengan memaksimalkan potensi yang dia miliki. Karena manusia akan cenderung menilai apa yang manusia lain lebih tampilkan. Jika kita terlalu membanggakan kelemahan, seolah memamerkannya dan menutupi kelebihan yang Allah anugerahkan, jadilah ia memberikan image yang buruk kepada orang lain tentang dirinya. Namun jika kelemahan itu ia bicarakan pada orang yang lebih faham guna mencarikan solusinya adalah bukan masalah ketimbang mengeksposenya di depan umum. Kelemahan yang dimaksud bisa berupa kekurangan secara fisik, permasalahan dalam diri yang mengakar dan lainnya. Suatu kelemahan yang terlalu dimanjakan akan membuat seseorang menjadi terfokus pada kelemahannya dan menutup diri akan sebuah kekuatan yang dapat menariknya ke dunia baru, dunia penuh semangat. Kehidupannya akan terkungkung akan ketakutan-ketakutan yang dibuatnya sendiri. Ia menjadi lebih nyaman berada di sebuah lingkaran yang ia buat sendiri. Karena orang lain bisa memberi semangat, tapi sesungguhnya sumber utama semangat adalah berasal dari dalam diri. Padahal di luar sana kehidupan jauh lebih menyenangkan. Allah menciptakan manusia dengan berbagai kelemahan bukan menandakan bahwa Allah tak sayang pada hambaNya dan hanya pilih-pilih kasih. Justru Allah memberikan suatu keistimewaan kepada orang tersebut. Derajatnya akan jauh lebih tinggi, jika ia mampu melewati cobaan tersebut dan memberikan manfaat kepada orang lain justru dengan kelemahan yang ia miliki. Sunnatullah, jika manusia cenderung berkeluh kesah akan keadaan dirinya, namun jangan pernah menjadikan itu sebagai pegangan kita untuk selalu dan selalu berkeluh kesah akan keadaan diri. Setiap orang ditakdirkan dengan kelemahan dan kelebihan dengan berbagai porsi yang berbeda. Buatlah semaksimal mungkin sehingga kelebihan kita mencuat hingga tak ada orang yang menyadari akan kelemahan yang kita miliki. Karena semua manusia tak ada yang tak memiliki kelebihan, jadi fokuslah pada kelebihan dan manjakanlah kelebihan itu. Berapa banyak motivator yang muncul dengan membawa kelemahannya dan menyulapnya menjadi suatu kelebihan sehingga mampu memberikan semangat bahkan untuk mereka yang normal sekalipun. Kelebihan pun bukan Allah titipkan untuk menjadi ajang kesombongan, mengecilkan orang lain yang tidak sebanding dengan dirinya. Kelebihan bisa menjadi sebuah ujian maupun kenikmatan jika kita mampu menempatkannya pada tatanan yang tepat. Kelebihan yang merugikan orang lain karenanya dan menjadi sia-sia karena tak di manfaatkan dengan baik akan menjadi malapetaka di kemudian hari. Allah mengingat dalam Al-Qur’an surah Luqman [31] ayat 18 Allah SWT berfirman, "Dan janganlah kamu memalingkan mukamu dari manusia (karena sombong) dan janganlah kamu berjalan di muka bumi dengan angkuh. Sesungguhnya Allah tidak menyukai orang-orang yang sombong lagi membanggakan diri." Allah SWT juga berfirman dalam Al Qur’an surah Al-Hadiid [57] ayat 23, "Dan Allah tidak menyukai setiap orang yang sombong lagi membanggakan diri." Apapun keadaan yang Allah titipkan, hanya patut diterima dengan ucapan syukur. Karena Allah menyampaikan kasih sayangNya dengan caraNya yang bermacam-macam. Allah tak akan dan tak pernah memeluk hambaNya hanya dengan melihat kelebihan makhlukNya, melainkan melalui kualitas diri yang ia ciptakan di hadapan Allah. Yaitu ketaqwaan. Karena Allah yang memberikan kelemahan dan kelebihan pada diri hamba, maka Allah pula yang lebih tahu apa maksud di balik semua rahasiaNya. Dan sebagai tugas kita adalah terus berfikir dan memperhatikan setiap peristiwa, guna mencerna makna kehidupan yang Allah tuliskan kepada setiap kita hambaNya. Dan satu kelemahan, bukan menjadi batas kita untuk memberikan secercah semangat kepada orang lain. Tetap bermanfaat, apapun kondisi kita. Allahua’lam

Baca selanjutnya ..

Senin, 12 Maret 2012

IMANKU,IMAN ANDA,IMAN KITA SEMUA

Teringat akan beberapa kisah pada masa Rasulullah, bagaimana para sahabat demi mempertahankan sebuah keimanan, ia rela mengorbankan jiwa, keluarga dan harta. Mush'ab Bin Umair Pemuda yang tampan, kaya raya dan cerdas. Sosok yang sempurna hingga menjadi idola di mana saja ia berada. Namun saat ia mendengar bahwa ada seorang nabi yaitu Muhammad SAW, yang di utus oleh Allah sebagai pembawa kabar suka dan duka serta mengajak kaumnya untuk beribadah hanya kepada Allah Ta'ala, maka hatinya langsung terketuk untuk menanggalkan kekafirannya dan memeluk islam. Ibunya menentang, hingga mencabut segala kemewahan yang sebelumnya melekat dalam diri Mush'ab Bin Umair. Tak hanya itu, ibunya mengusir Mush'ab dan tak lagi menganggapnya sebagai seorang anak. Tapi demi sebuah iman yang begitu berharganya, Mush'ab lebih memilih Allah dan Rasul-Nya. Bilal Bin Rabah Seorang budak hitam dan termasuk orang yang pertama kali memeluk islam . Ia menjadi budak dari seorang kafir bernama Umayyah bin khalaf. Dan di tangan sang kafir itulah, Bilal mendapat siksaan yag tiada terkira kejamnya akibat mempertahankan keimanannya. Salah satu bentuk penyiksaan yang di terima Bilal adalah di jemur di bawah matahari yang sangat menyengat, di atas dadanya di timpahkan batu besar yang panas. Subhanallah, hanya ucapan "ahad, ahad, ahad" yang terus keluar dari bibirnya. Kejamnya siksaan tidak membuat imannya surut, sampai pada akhirnya sahabat Rasulullah, Abu Bakar Ashshiddiq menebusnya dan merdekalah Bilal. 'Ammar Bin Yasir 'Ammar, ayah dan ibunya adalah satu keluarga yang di janjikan surga oleh Allah. Mereka termasuk golongan pertama yang di beri petunjuk oleh Allah. Tapi perjalanan iman mereka tidak mulus. Pertentangan dari kaumnya yang tidak terima jika mereka menanggalkan keyakinan nenek moyang dan berpindah kepada islam, membuat mereka menerima penyiksaan keji. Pada akhirnya mereka sekeluarga harus syahid di tangan kaum kafir demi mempertahankan iman mereka Masih banyak kisah tentang betapa berharganya keimanan. Asiyah seorang wanita beriman yang bersuamikan Fir'aun. Kana'an, putera nabi Nuh tapi tidak bisa menurunkan keimanan dari ayahnya. Juga Aazar, ayah seorang Nabiyullah Ibrahim yang tetap pada kekafirannya. Dan sebagainya. ***** Beberapa kisah betapa hebatnya sebuah iman mampu menjadikan seseorang berkepribadian kokoh. Iman yang tidak nampak bentuknya namun mampu tergambar melalui keindahan prilaku. Keteguhan dalam menghadapi segala macam cobaan. Hanya Allah yang ada di hati. Janji Allah yang selalu terpatri. Iman yang mampu menggetarkan hati tatkala nama Allah dan Rasul-Nya di sebut. Mungkin kita khususnya saya belum mampu memiliki keteguhan iman seperti Rasul dan sahabat juga kisah orang-orang terdahulu dalam mempertahankan iman. Kita yang masih berfikir banyak tatkala ada ajakan untuk menghadiri pengajian, kita yang masih berfikir dua kali untuk langsung melaksanakan kewajiban sebagai seorang hamba, kita yang masih sering berkutat pada dunia dan lalai menjalankan proyek akhirat, kita yang sering tidak merasa bersalah saat meninggalkan perintah Allah. Astaghfirullah... Karena iman memang mahal, melebihi dunia dan seisinya, melebihi kecintaan pada keluarga bahkan nyawa. Karena iman hanya bisa di terima oleh hati yang menginginkannya, dan hanya Allahlah yang mampu memberinya. Karena lezatnya iman adalah kenikmatan terbesar yang di berikan Allah kepada hambaNya. “Wahai dzat yang membolak-balikkan hati, tetapkanlah hatiku atas agama-Mu dan atas ketaatan kepada-Mu”

Baca selanjutnya ..

Minggu, 11 Maret 2012

BERSAHABAT DENGAN QUR'AN

kita sering mendengar pepatah yang mengatakan seseorang dilihat dari teman (sahabatnya). Barangsiapa yang bersahabat dengan tukang minyak wangi maka akan ketularan bau wanginya, siapa yang dekat dengan tukang minum/pemabuk maka akan sangat mungkin ikutan mencoba.Bagaimana kalau bersahabat dengan Alqur'an? Dan Mengapa harus Al qur an? Yang pertama dijawab, adalah karena Al Qur an adalah kalam Allah, tidak ada sedikitpun perkataan manusia, bahkan ketika manusia di tantang untuk membuat satu suratpun tak akan bisa, karena Al Qur an dibuat dan diturunkan dengan ilmu Allah. Perhatikanlah Firman Allah berikut ini : “Dan sesungguhnya al-Qur'an ini benar-benar diturunkan oleh Tuhan semesta alam . dia dibawa turun oleh Ar-Ruh Al-Amin, ke dalam hatimu agar kamu menjadi salah seorang di antara orang-orang yangmemberi peringatan,” (QS. 26:192-194) Atas kehendak Allah, Al Qur'an diturunkan dari Lauhul Mafuzh di bawab malaikat Jibril, untuk di Wahyukan kepada Muhammad, agar supaya beliau dapat memberi peringatan kepada manusia. Sebagaimana firman Allah Ta’ala : “Sesungguhnya Kami telah mengutus rasul-rasul Kami dengan membawa bukti-bukti yang nyata dan telah Kami turunkan bersama mereka Al Kitab dan mizaan supaya manusia dapat melaksanakan keadilan”. (QS : Al Hadiid [57] :25). Demikianlah kita tahu bahwa apa yang ada didunia ini adalah milik Allah, termasuk manusia dimana layaknya seorang pemilik sesuatu berarti dia berhak dan tau apa-apa yang mesti dilakukan terhadap barang yang dimilikinya. Intinya diri kita ini adalah hanya pinjaman dari Allah yang kapan saja Dia bisa mengambilnya ketika sudah sampai waktunya Kembali pada persahabatan kita dengan Al Quran, bahwa ketika kita berinteraksi dengan Al Qur an entah itu membaca, memahami maknanya, atau menghafalnya maka kita gunakan seluruh potensi dari tubuh ini. Mata kita gunakan untuk melihat, mulut komat-kamit membaca atau mengejanya, tangan kita pakai untuk memegangnya, otak berkonsentrasi, telinga mendengar, kaki ditata untuk duduk nyaman, suara, pernafasan, semuanya kita berdayakan. Subhanallah karena apa? Karena kelak kita akan dihisab, ketika tubuh dan seluruh anggotanya kita gunakan untuk berinteraksi dengan Al Quran, maka kita pun akan mendapat kan Manfaatnya. Namun sebaliknya jika tubuh dan seluruh anggotanya lebih banyak untuk bermaksiyat maka rugilah kita. Firman Allah dalam QS Yaa Siin 65 : “Pada hari ini Kami tutup mulut mereka; dan berkatalah kepada Kami tangan mereka dan memberi kesaksianlah kaki mereka terhadap apa yang dahulu mereka usahakan.” Maka tak heran jika generasi sahabat yaitu salafushalih adalah generasi terbaik sepanjang masa di dunia. Mengapa demikian yak arena mereka para sahabat menjadikan Al Qur an sebagai sahabat. Mereka adalah generasi pertama umat ini yang telah mendapat rekomendasi dari Allah dan RasulNya, telah mendapatkan keredhaan dari Allah Azza Wajalla. Karena mereka orang-orang yang langsung menerima dan mempelajari agama dari Rasulullah SAW. Amalan dan Akidah mereka telah disaksikan Rasulullah. Firman Allah At Taubah 100 :”Orang-orang yang terdahulu lagi yang pertama-tama(masuk Islam) dari golongan muhajirin dan Anshar dan orang-orang yang mengikuti mereka dengan baik, Allah ridha kepada mereka dan merekapun ridha kepada Allah. Dan Allah menyediakan bagi mereka surge-surga yang mengalir sungai-sungai didalamnya selama-lamanya. Mereka kekal di dalamnya. Itulah kemenangan yang besar.” Juga Rasulullah bersabda, “Sebaik-baik manusia adalah generasiku kemudian setelahnya, kemudian setelahnya” (Muttafaq ‘Alaih). Begitulah Allah menjadikan generasi sahabat mulia karena mereka bersahabat dengan Al Qur an. Oleh karena itu ketika kita sering berinteraksi dengan Al Qur an maka akan mulia. Karena satu-satunya kitab yang Allah muliakan adalah Al Qur an. Mendekat dengan Al Qur an maka Allah akan mudahkan apa saja di dunia dan akhirat. Dan Insya Allah, Kita di jadikan dan di masuk kan ke dalam golongan orang-orang yang Sholeh,Amin,....

Baca selanjutnya ..

Jumat, 09 Maret 2012

RAHASIA MEMBANGUN PIRAMIDA

Sejak lama para ilmuwan bingung bagaimana cara sebuah piramida dibangun. Hal ini karena teknologi mengangkat batu-batu besar yang bisa mencapai ribuan kilogram ke puncak-puncak bangunan belum ditemukan di zamannya. Apa rahasia di balik pembangunan piramida ini? Dalam edisi tanggal 1 Desember 2006, Koran Amerika Times menerbitkan berita ilmiah yang mengkonfirmasi bahwa Firaun menggunakan tanah liat untuk membangun piramida! Menurut penelitian tersebut disebutkan bahwa batu yang digunakan untuk membuat piramida adalah tanah liat yang dipanaskan hingga membentuk batu keras yang sulit dibedakan dengan batu aslinya. Para ilmuwan mengatakan bahwa Firaun mahir dalam ilmu kimia dalam mengelola tanah liat hingga menjadi batu. Dan teknik tersebut menjadi hal yang sangat rahasia jika dilihat dari kodifikasi nomor di batu yang mereka tinggalkan. Profesor Gilles Hug, dan Michel Profesor Barsoum menegaskan bahwa Piramida yang paling besar di Giza, terbuat dari dua jenis batu: batu alam dan batu-batu yang dibuat secara manual alias olahan tanah liat. Dan dalam penelitian yang dipublikasikan oleh majalah “Journal of American Ceramic Society” menegaskan bahwa Firaun menggunakan jenis tanah slurry untuk membangun monumen yang tinggi, termasuk piramida. Karena tidak mungkin bagi seseorang untuk mengangkat batu berat ribuan kilogram. Sementara untuk dasarnya, Firaun menggunakan batu alam. Piramida, dan lumpur yang sudah diolah menurut ukuran yang diinginkan dibakar untuk diletakkan di tempat yang paling tinggi. Lumpur tersebut merupakan campuran lumpur kapur di tungku perapian yang dipanaskan dengan uap air garam dan berhasil membuat uap air sehingga membentuk campuran tanah liat. Kemudian olahan itu dituangkan dalam tempat yang disediakan di dinding piramida. Profesor Davidovits telah mengambil batu piramida yang terbesar untuk dilakukan analisis dengan menggunakan mikroskop elektron terhadap batu tersebut dan menemukan jejak reaksi cepat yang menegaskan bahwa batu terbuat dari lumpur. Selama ini, tanpa penggunaan mikroskop elektron, ahli geologi belum mampu membedakan antara batu alam dan batu buatan. Dengan metode pembuatan batu besar melalui cara ini, sang profesor membutuhkan waktu sepuluh hari hingga mirip dengan batu aslinya.  Sebelumnya, seorang ilmuwan Belgia, Guy Demortier, telah bertahun-tahun mencari jawaban dari rahasia di balik pembuatan batu besar di puncak-puncak piramida. Ia pun berkata, “Setelah bertahun-tahun melakukan riset dan studi, sekarang saya baru yakin bahwa piramida yang terletak di Mesir dibuat dengan menggunakan tanah liat.” Selama ini, ilmuwan hanya mempunyai jawaban yang fiktif soal cara membangun piramida Firaun. Bagaimana mengangkat batu-batu besar yang jumlahnya mencapai 2,8 juta batu. Waktu itu, mereka menyatakan secara fiktif bahwa orang Mesir kuno memiliki kemampuan mengangkat jutaan batu yang beratnya sekitar lima atau enam ribu kilogram! Penemuan oleh Profesor Prancis Joseph Davidovits soal batu-batu piramida yang ternyata terbuat dari olahan lumpur ini memakan waktu sekitar dua puluh tahun. Sebuah penelitian yang luas tentang piramida Bosnia, "Piramida Matahari" dan menjelaskan bahwa batu-batunya terbuat dari tanah liat! Ini menegaskan bahwa metode ini tersebar luas di masa lalu. (Gambar dari batu piramida). Sebuah gambar yang digunakan dalam casting batu-batu kuno piramida matahari mengalir di Bosnia, dan kebenaran ilmiah mengatakan bahwa sangat jelas bahwa metode tertentu pada pengecoran batu berasal dari tanah liat telah dikenal sejak ribuan tahun yang lalu dalam peradaban yang berbeda baik Rumania atau Firaun! Alquran Ternyata Lebih Dulu Punya Jawaban Jika dipahami lebih dalam, ternyata Alquran telah mengungkapkan hal ini dari beberapa ayat-ayat yang Allah firmankan. Antara lain: وَقَالَ فِرْعَوْنُ يَا أَيُّهَا الْمَلَأُ مَا عَلِمْتُ لَكُمْ مِنْ إِلَهٍ غَيْرِي فَأَوْقِدْ لِي يَا هَامَانُ عَلَى الطِّينِ فَاجْعَلْ لِي صَرْحًا لَعَلِّي أَطَّلِعُ إِلَى إِلَهِ مُوسَى وَإِنِّي لَأَظُنُّهُ مِنَ الْكَاذِبِينَ “Dan berkata Fir'aun: ‘Hai pembesar kaumku, aku tidak mengetahui Tuhan bagimu selain aku. Maka bakarlah Hai Haman untukku tanah liat kemudian buatkanlah untukku bangunan yang Tinggi supaya aku dapat naik melihat Tuhan Musa, dan Sesungguhnya aku benar-benar yakin bahwa Dia Termasuk orang-orang pendusta." (Al-Qashash:38) Ayat ini menunjukkan rahasia dari teknologi konstruksi yang digunakan untuk bangunan tinggi sebuah monumen seperti disebutkan “buatkanlah untukku bangunan yang Tinggi”. Teknik ini didasarkan pada lumpur dan panas seperti dalam ayat: “Maka bakarlah Hai Haman untukku tanah liat!” Subhanallah! Ada bukti yang menunjukkan bahwa patung-patung raksasa dan tiang-tiang yang ditemukan dalam peradaban Rumania dan yang lainnya juga dibangun dari tanah liat! Dapat dikatakan: bahwa keajaiban Al Qur'an menunjukkan cara untuk membangun bangunan-bangunan dari tanah liat dan ini yang tidak diketahui pada waktu turunnya Alquran hingga zaman modern saat ini. Siapa yang memberitahukan kepada Nabi saw tentang berita ini? Al-Quran adalah kitab pertama yang mengungkapkan rahasia bangunan piramida, bukan para Ilmuwan Amerika dan Perancis. Pertanyaannya adalah: Kita tahu bahwa Nabi saw tidak pergi ke Mesir dan tidak pernah melihat piramida, bahkan mungkin tidak pernah mendengar tentangnya. Kisah Firaun, terjadi sebelum masa Nabi saw ribuan tahun yang lalu, dan tidak ada satupun di muka bumi ini pada waktu itu yang mengetahui tentang rahasia piramida. Sebelum ini, para ilmuwan tidak yakin bahwa Firaun menggunakan tanah liat dan panas untuk membangun monumen tinggi kecuali beberapa tahun belakangan ini. Bagaimana Nabi saw sebelum 1400 tahun yang lalu memberitahukan bahwa Firaun menggunakan tanah liat dan panas untuk membangun monumen ... Ayat ini sangat jelas dan kuat membuktikan bahwa nabi Muhammad saw tidaklah membawa apapun dari padanya tetapi Allah yang menciptakan Firaun dan menenggelamkannya, dan Dia pula yang menyelamatkan nabi Musa ... Dan Dia pula yang memberitahukan kepada Nabi-Nya akan hakikat ilmiah ini, dan ayat ini menjadi saksi kebenaran kenabiannya pada zaman modern ini!! Subhanallah! Ambillah pelajaran, wahai orang-orang yang mempunyai akal. Oleh Abdul Daim Al-Kahil.

Baca selanjutnya ..

Kamis, 08 Maret 2012

Ah,SEMUA ORANG LEBIH FAKIH

Dalam hidup ini, Allah pasti jumpakan kita dengan orang-orang yang luar biasa. Kalau kita tidak bisa mengeja tarbiyah-Nya, itu murni karena kekurangpekaan kita, atau kita malah sudah mati rasa sehingga tidak bisa mengambil pelajaran dari kejadian yang ada disekitaran kita. “Fa`tabirû yâ ulî l-abshâr.”Karenanya, belajar dari episode kehidupan di sekeliling kita adalah sebuah kemustian agar kita menjadi lebih baik, dari waktu ke waktu. Semoga kisah-kisah berikut ini bermanfaat : Dulu, ada seorang tukang angkut air yang selalu berucap tahmid dan istighfar. Satu waktu mengangkut air, ia berucap tahmid, dan waktu yang lain ia beristighfar. Selalunya begitu. Di tengah aktivitasnya mengangkut itu, ada seorang ulama` yang memperhatikannya. Dialah Hasan al Bashri, sayyidut tabi’in. Beliau meminta lelaki itu untuk berkunjung ke rumahnya. Selama di rumah, beliau mengamati lisan tamunya dengan seksama. Ada dzikir yang senantiasa keluar dari lisan tamunya. Beliau takjub dengan kebiasaan lelaki itu, dan hatinya tak bisa menahan untuk tidak bertanya. Tanyanya, “Kalau boleh tahu, sejak kapan anda selalu berucap tahmid dan istighfar setiap kali anda mengangkut air?” “Sudah lama.” Jawabnya. Beliau bertanya lagi,“Kenapa hanya dua kalimat thoyyibah itu saja?” ia menjawab, “Karena kita berada di antara dua hal; nikmat Allah yang harus kita syukuri dengan memuji-Nya, dan kelalaian yang selalu membersamai kita sehingga kita harus memohon ampunan-Nya.” beliau kembali bertanya, “Apa faedah dan manfaat yang kamu dapatkan dengan kebiasaanmu itu?” “Banyak. Tidak ada kebutuhan yang aku inginkan kecuali dikabulkan oleh Allah Ta’ala” jawabnya “Tetapi ada satu permintaan yang sampai saat ini belum diperkenankan.”“Apa itu?” Tanya Hasan al Bashri penasaran. Lelaki itu menjawab, “Aku belum pernah bertemu dengan orang yang kukagumi, Hasan al Bashri.” Hasan al Bashri langsung memeluknya, dan memberitahukan bahwa beliaulah yang selama ini dicari-carinya. Lelaki itu terkejut, dan tak henti-henti memanjatkan puji syukur kepada Allah Ta’ala. Allah telah mengabulkan semua pintanya. Subhanallah. Dan ketika lelaki itu pulang, Hasan al Bashri tertegun, dan berkata, “Ah, semua orang lebih fakih dari Hasan, semua orang lebih fakih dari Hasan.” Dalam kisah yang lain, tersebut sebuah kisah singkat tetapi mengandung pelajaran berharga. Umar bin Khattab radhiyallahu `anhu, khalifah kaum muslimin ke-dua, mendengarkan sebuah lantunan doa yang dipanjatkan oleh salah seorang rakyatnya. Doanya, “Ya Allah, jadikanlah aku golongan yang sedikit… Ya Allah, jadikanlah aku golongan yang sedikit…” begitu terus, berulang-ulang hingga Umar bin Khattab bosan mendengarnya. Beliaupun bertanya dengan suara keras, “Wahai hamba Allah, apa yang kamu maksudkan dengan doamu, “Ya Allah, jadikanlah aku golongan yang sedikit?” lelaki itu menjawab, “Aku ingin dimasukkan Allah menjadi golongan yang sedikit, karena Dia pernah berfirman, “Wa qalîlun min `ibadiya s-syakûr.” Dan memuji orang yang beriman,“Wa mâ âmana ma`ahu illâ qalîl.” Begitulah, aku ingin dimasukkan sebagai golongan yang sedikit yang dipuji oleh Allah.” Umar terdiam, dan pergi dengan berlinang airmata sembari berkata, “Kullu ahadin afqahu min Umar, Ah, semua orang lebih fakih dari Umar, semua orang lebih fakih dari Umar.” Saudaraku…, dalam mengarungi episode hidup ini, kita akan dipertemukan Allah dengan orang-orang yang memiliki amalan yang mungkin tidak kita miliki. Ada amal-amal andalan yang mereka punya. Seperti halnya rizki, dimana semua orang diberi sesuai dengan ketentuan Dzat yang memiliki perbendaharaan langit dan bumi, maka begitu pula dengan amal. Masing-masing sudah ditakdirkan memiliki amalan-amalan yang menjadi kelebihan mereka. Ada yang Allah mudahkan menjaga shalat berjama`ah dan shalat sunah rawatibnya, ada yang Allah mudahkan melaksanakan shalat malam, ada yang Allah mudahkan menangis karena Allah semata lantaran teringat semua dosa-dosa-nya hingga seolah-olah dosa seluruh manusia dibebankan kepadanya, ada yang Allah mudahkan bersedekah, ada yang Allah mudahkan berdzikir sepanjang waktunya, ada yang Allah mudahkan berbagi dengan orang lain, dan kemudahan-kemudahan dalam amal yang lainnya. Imam Malik, sebagaimana dinukil oleh Imam adz Dzahabi dalam Siyaru A`lami n-Nubala` : VIII/116, berkata, “Sesungguhnya Allah membagi amal perbuatan sebagaimana Allah membagi-bagi rezeki. Terkadang seorang dibuka pintu hatinya untuk banyak shalat, namun tidak dibukakan pintu hatinya untuk shaum. Yang lainnya dibukakan pintu hatinya untuk banyak bersedekah, namun tidak dibukakan pintu hatinya untuk banyak shaum. Ada juga orang yang dibukakan pintu hatinya untuk berjihad. Sementara menyebarkan ilmu adalah amal kebajikan yang paling utama, dan aku sudah merasa senang dengan dibukakannya pintu hatiku dalam hal itu.” Dari sinilah, kita harus sadar diri; jangan ada anggapan bahwa diri kita lebih baik dari orang lain, Karena, menganggap diri lebih baik dari orang lain, dan mengangap ada orang yang lebih buruk darinya adalah kesombongan. Nasehat Abu Yazid al Busthami, yang juga disebutkan oelh Ibnul Jauzi dalam kitab yang sama, Shifatus shafwah, perlu kita renungkan bersama, وَقَالَ أَبُوْ يَزِيْدٍ: مَا دَامَ الْعَبْدُ يَظُنُّ أَنَّ فِي الْخَلْقِ مَنْ هُوَ شَرٌّ مِنْهُ فَهُوَ مُتَكَبِّرٌ. Abu Yazid berkata, “Selama seorang hamba menganggap bahwa ada orang yang lebih buruk daripada dirinya maka ia adalah orang yang sombong.” “Kullu ahadin afqahu min ikhwanuddin, Ah, semua orang lebih fakih daripada aku….” Wallahu a`lam.

Baca selanjutnya ..

Selasa, 06 Maret 2012

MEMBERI MAAF

Dalam fase perjalanan hidup seorang insan di dunia rasanya tiada yang tak pernah merasakan sesuatu yang bernama perselisihan. Entah bagaimana akhir kisah dari perselisihan tersebut pastinya akan sempat menorehkan sebuah luka di hati. Ada dua pilihan pengobatan dari luka tersebut; pertama tetap membiarkan luka tersebut ada di dalam hati, dan kedua menutup serta merawat luka tersebut dengan kata ajaib bertitel maaf. Maaf. Terlihat sebagai sebuah kata yang sepele, tapi sungguh memiliki energi yang luar biasa dalam mengubah segalanya. Saya sangat meyakini bahwa sebilah dendam yang menelisik di dalam hati bisa menyebabkan aura seseorang menjadi kurang baik. Bukan hanya menyebabkan cahaya hati menjadi padam, dendam yang terbenam dalam jiwa dapat juga memiliki implikasi pada orang yang dikenai bara tersebut. Meski dirasakan amat berat, ketulusan hati dalam memaafkan adalah kunci dari segalanya. Bentuk memaafkan bukan berarti menerima begitu saja ketidakadilan perlakuan yang telah dilakukan terhadap diri atau pula sebanding dengan kewajiban untuk menghubungi orang yang pernah menyakiti. Stigma yang umum adalah bahwa memaafkan merupakan sesuatu yang dilakukan untuk orang lain. Memaafkan, sejatinya adalah tindakan yang dilakukan demi kepentingan diri sendiri dan hanya untuk mendapatkan keuntungan pribadi. Memaafkan bukan hanya ditujukan untuk orang lain, tapi sungguh lebih diarahkan untuk diri sendiri. Memohon ampunan pada Allah dan bertaubat atas kealpaan yang pernah terjadi serta menganggapnya sebagai satu pelajaran penting kehidupan dari Allah, merupakan bentuk penting dari memaafkan diri sendiri. Hanya orang-orang kuatlah yang mampu memaafkan orang lain maupun diri sendiri. Lantas, siapa sajakah orang-orang yang harus mendapatkan kemaafan? Cobalah ingat kembali wajah seseorang dan tentukan perasaan diri terhadapnya. Apabila ada emosi negatif yang seketika membuncah dalam hati, maka orang inilah yang harus dimaafkan. Saya percaya, ketika hati telah lapang untuk memaafkan, maka seketika itu pula keajaiban di sekeliling dapat terjadi. Saat kemaafan telah diberikan, maka pada saat itu pulalah energi negatif yang selama ini menjadi tabir antara diri kita dengan orang tersebut akan terbuka. Implikasinya, orang itu pun akan merasakan sesuatu yang sangat positif dalam dirinya. Bukan merupakan hal yang aneh apabila di suatu hari kemudian, setelah kita memberikan maaf pada orang tersebut, secara tiba-tiba sikapnya berubah meskipun kita tak pernah memberitahunya bahwa ia telah mendapatkan sertifikasi kemaafan dari kita. Sebilah keikhlasan hati untuk memaafkan orang-orang yang pernah menyakiti atau menzalimi diri kita, sejatinya dapat menguras energi negatif yang selama ini telah dihasilkan tanpa disadari. Pada saat itulah, energi positif dalam diri akan semakin terpancar dan masa depan yang cerah makin mudah untuk diraih. Kemaafan, dapat menerbangkan noktah-noktah hitam dalam jiwa dan menjadikan kita lebih ber aura positif, dan pada saat jiwa dalam keadaan bersih itulah ribuan harap yang disanjungkan akan lebih mudah diijabah oleh Allah, Insya Allah. Wallahu’alam bishshawab.

Baca selanjutnya ..