on line

Senin, 25 April 2011

Pendidikan Anak

Orang Tua dan Pendidikan Agama Anak


Dan (Ingatlah) ketika Luqman Berkata kepada anaknya, di waktu ia memberi pelajaran kepadanya: "Hai anakku, janganlah kamu mempersekutukan Allah, Sesungguhnya mempersekutukan (Allah) adalah benar-benar kezaliman yang besar". (Q.S. Lukman: 13)

BANYAK orang tua yang berharap kelak anaknya menjadi seorang yang sukses dan pintar. Paradigma seperti ini, sebagian besar ditujukan pada kesuskesan dunia semata tanpa memikiran kesuksesan di akhirat. Padahal, jika para orang tua berpikir jernih tentang arti kesuksesan hidup, pasti mereka akan berpikir, betapa pentingnya menyelamatkan anak dari jerat duniawi (godaan hidup di dunia).


Tidak salah berharap anak sukses, akan tetapi jangan hanya didunia, terlalu sempit harapan itu, karena kesuksesan akhiratnya jauh lebi penting dan tentu lebih besar. Dunia hanya perahu tempat kita berlayar, sedangkan akhirat pelabuhan terakhir kehidupan, dimana tidak akan kita temui usaha untuk hal apapun. Semuanya telah ditentukan di dunia, maka rasional ukuran kesuksesan umat Islam adalah menyelamatkan anak dari gelombang-arus dunia yang bisa menyeret pada kesengsaraan hidup kelak diakhirat.

Oleh karena itu, orang tua muslim seharusnya sudah mulai mementingkan pendidikan agama pada anaknya sejak dini. Pentingnya pendidikan ini disebabkan kewajiban mutlak mendidik anak adalah orang tuanya. Menyayangi anak bukan berarti membuainya dengan kehidupan dunia semata, namun akhiratnya harus jauh lebih dipersiapkan sejak dini.

Sebagai ciri perhatian utama orang tua terhadap pendidikan agama anak. Baik halnya jika mereka (baca: anak-anak) sejak dini dikenalkan pada Tuhan-Nya. Hal itu tidak sulit, mengenalkan beragam asma-asma Allah Swt, menjaganya dari pemahaman mistik yang menjeratnya pada kemusyrikan dan juga memperkenalkan kekuasan-Nya, “siapa yang menciptakan alam raya ini” misalnya,. Hal ini bukan sepertinya mudah, memang sangat mudah, jika para Orang tua mengerti dan melakukannya.

Disamping itu, untuk menumbukan kesemangatan anak dalam menjalani tahap pengenalan hidup. Seorang anak harus dimotivasi, bahwa apabila mereka melakukan amal kebaikan (beramal saleh), maka akan mendapat pahala dan pujian dari Allah Swt. Dan apabila mereka berbuat hal tidak baik, akan mendapat dosa dan celaan dari Allah swt.

Dengan demikian, anak itu akan kritis dan bertanya-tanya tentang Tuhan-Nya, arti pahala dan dosa, alam ini kenapa ada dan miliki siapa dan lain sebagainya. Sudah barang tentu cara mendidik seperti ini akan menumbuhkan dua aspek positif. Pertama, merintis keimanan anak dan yang akan melahirkan perangai yang baik, dan yang kedua menumbuhkan sikap kritis anak terhadap apa yang belum ia ketahui. Sajian ruhaniyah ini, kendati hanya berupa perkenalan, diusahakan agar pemahan tersebut mudah dimengerti.

Seperti pendidikan agama yang telah dipraktekan Luqman terhadap anaknya di dalam al-Qur’an surat Luqman ayat 13, "Hai anakku, janganlah kamu mempersekutukan Allah, Sesungguhnya mempersekutukan (Allah) adalah benar-benar kezaliman yang besar". Kata-kata ini memang masih umum (belum diperhalus) sehingga sukar dimengerti oleh anak. Cuma, yang harus jadi catatan, mengenalkan tentang eksistensi ketuhanan terhadap anak arti pahala dan dosa. Itu akan memotivasi anak berbuat kebajikan seperti, memberi pada sesama, saling tolong-menolong, dan lain sebagainya. Memperkenalkan dosa, akan menumbuhkan kebiasaan takut terhadap kemarahan Tuhan dan merasa bersalah jika melakukan hal yang tidak baik, misalnya mencuri, berkelahi, menghina atau menangisi teman perempuannya (jika ia anak laki-laki), dan hal lain sebagainya.

Kalau hanya mendidik anak dengan menakuti akan kekuatan manusia, misalnya, “jangan menjaili anaknya pak anu…. Nanti bapaknya marah”. Wah, hal ini berbahaya. Bagaimana tidak? Pemahaman itu bisa dimengerti oleh anak karena ia masih kecil, kalau sudah besar, sedah remaja atau pemuda yang gagah dan jantan. Bisa-bisa bukan hanya jail tapi lebih dari itu. Kita harus ingat, memberikan pendidikan agama pada anak sedini mungkin, itu untuk bekal pembentukan karakternya kelak saat ia mencapai usia dewasa (baligh).

Kalau pendidikan agama dilakukan setelah ia dewasa, itu tidak mudah karena kemungkinan besar anak jika sudah dewasa pemikirannya sudah dikonstruk oleh lingkungan. Sehingga, apabila ia diberi pemahaman lain, apalagi tentang agama yang kadang kala tidak bisa diterima akal (irasional), sukar orang tersebut menerimanya. Apalagi, jika ia sudah asyik dengan dunia glamour dan betah bergaul tanpa batasan keagamaan.

Maka, para Orang tua harus membiaskan mendidik anaknya terhadap pengetahuan agama agar ia mempunyai perangai yang baik. Sehingga ia akan terbiasa berbuat kebajikan karena Tuhann-Nya dan menjauhi hal tercela karena Tuhan-Nya, bukan karena ada bapak anu…yang lebih kuat.

Baca selanjutnya ..

Menjelajah Ayat-Ayat Kauniyah

Ayat-Ayat “Kauniyah”

“Maka apakah mereka tidak melakukan “Nazhor” (memperhatikan) unta, bagamana ia diciptakan? Dan langit, bagaimana ia ditinggikan? Dan gunung-gemunung, bagaimana mereka ditegakkan? Dan bumi, bagaimana ia dibentangkan?
Q.S. Al-Ghaasyiyah: 17-20

Bagaimana perasaan Anda, jika mengetahui sedikit informasi tentang alam semesta dari seorang ilmuwan? Misalnya, ia mengatakan bahwa alam semesta asalnya hanya sebuah gumpalan yang satu padu di mana langit dan bumi belum berpisah. Kemudian, terjadi dentuman besar (big bang) sehingga langit dan bumi terpisah seperti yang kita saksikan sekarang. Dan, Galaksi yang kita huni ini hanyalah bagian kecil—jika tidak
mengatakannya seperti debu—dari miliaran bintang gemintang dan planet-planet lainnya di tatar jagat raya. Dan, Langit yang senantiasa memayungi kita tanpa tiang sebetulnya terus mengembang menjauhi bumi dengan kecepatan tinggi.


Dan, matahari sebagai pusat garis edar Bumi pun mempunyai garis edaranya, di mana ia berputar di jalurnya mengelilingi pusat edar. Di luar angkasa juga, ada sebuah lubang hitam (black hole), daya hisap gravitasinya sangat besar, sampai-sampai mampu menghisap benda sebesar massa matahari bahkan kelipatannya. Dan, Ratusan, ribuan, bahkan jutaan miliar benda planet di luar angkasa berjalan pada garisnya
masing-masing, tidak berkeliaran dengan bebas, sehingga antar bintang dan planet tidak saling betabrakan.

Bagaimana jika ilmuwan itu memberitahu Anda bahwa di bulan ada tanda seakan bulan itu pernah terbelah dua, lalu menyatu kembali antar partikelnya? Dan, ia meyakinkan bahwa bulan memang perbah terbelah.

Selain tentang luar angkasa, bagaimana jika Anda mengetahui sedikit Informasi tentang Bumi dari ilmuwan pula. Bahwa, daratan yang ada di Bumi, di mana gunung-gemunung ditancapkan di atasnya, itu senantiasa bergerak—melaju bukan bergetar—kendati sangat lambat. Juga, laut yang terdiri dari jutaan miliar liter air. Itu tidak semua airnya bercampur. Seperti gelas yang berisi air manis dan air tawar. Kedua airnya tidak menyatu, dari satu sisi kita merasakan airnya tawar, dari
sisi lain airnya manis, padahal kedua air itu menempati gelas yang sama. Seperti analogi itu, air laut pun benar-benar ada yang terpisah. Bahkan ada yang mengatakan, bahwa kendati air di laut dalam satu wadah, namun airnya itu berkelompok-kelompok (tidak campur).

Juga, di dalam dedaunan dari tetumbuhan, itu ada unsur apinya. Yakni setiap zat hijau daun (klorifil) itu menyimpan energi panas yang dipancarkan matahari melalui proses fotosintesis. Dan, awan-gemawan yang hilir mudik di langit itu mengangkut jutaan bahkan miliar liter air, yang suatu saat akan ditumpahkannya kebumi menjadi hujan. Dan, Tahukah Anda ? alam semesta yang secara indrawi sangat besar ini. sesungguhnya semua itu hanya partikel-partikel yang sangat kecil terdiri dari atom atau molekul.

Sekali lagi, bagaimana perasaan Anda mengetahui informasi—tepatnya pengetahuan—itu dari seorang ilmuwan terkemuka zaman sekarang? Percaya atau tidak? Subjektivitas saya, kalau ilmuwan terkemuka yang mengatakannya, akan banyak orang yang percaya.

Lalu, bagaimana kalau Anda mengetahui pengetahuan itu dari seorang manusia yang bukan ilmuwan, ia juga tidak pandai membaca dan menulis (ummy) pada abad ketujuh. Dia menceritkan kejadian-kejadian itu berdasarkan pengetehuan yang diperolehnya dari kitab suci al-Quran. Yang jadi pertanyaan bukan pada seorang ummy itu. Meleinkan apa yang disampaikan al-Quran. Percayakah Anda apa yang disampaikan al-Quran
itu ucapan manusia?

Padahal pada abad ke-7, manusia tidak mengerti sama sekali tentang kejadian alam semesta. Lagi pula seorang yang Ummiy ini (Rasulullah), dia hidup di tengah-tengah masyarakat yang masih sangat panatik dengan mitos-mitos dan sama sekali tidak mengetahui hal-ihwal alam semesta secara ilmiah. Saya yakin, semua sepakat. Bahwa yang diucapkan Rasulullah tentang alam semesta itu bukan kalam beliau. Melainkan
kalam Tuhan, yakni Allah swt.

Mengimani seluruh ayat-Nya

Saat al-Quran diturunkan, manusia tidak mengerti sama sekali tentang ilmu alam—kalau pun ada—hanya samara-samar dan masih sangat terbatas. Maksudnya, ilmu tentang alam semesta yang dimiliki manusia saat itu, pengetahuannya belum sampai menemukan apa-apa yang telah di ungkapkan al-Quran. Dan, barulah sekitar abad lima belas ke sini, para ilmuwan mencapai puncaknya dalam pengetahuan tersebut. Sehingga, ayat-ayat
“kauniyah” (ayat yang menceritakan tentang alam semesta), kebenarannya bisa terbukti melalui penemuan-penemuan mereka.

al-Quran adalah Kitabnya umat Islam. Seharusnya yang pertama kali bisa mengungkap “rahasia alam semesta” dalam pandangan “sains” itu orang Islam. Sejatinya, jika Muslim memang mengerti dan “membaca” al-Quran, walaupun ia tidak bisa mengungkap alam semesata, minimal ia tahu tentang kejadian itu secara garis besar. Sebagaiamana al-Quran menginformasikannya.

Di sini, sepertinya kita sebagai muslim harus berpikir sejenak. Betulkah kita sudah “membaca” seluruh ayat al-Quran? Yakinkah bahwa al-Quran itu sebagai “pedoman” sekaligus sebagai “induknya pengetahuan”? al-Quran memang diturunkan Allah kepada Nabi Muhammad SAW sebagai pedoman kehidupan. Namun, kita jangan hanya membidik
ayat-ayat tentang ubudiyah saja, apalagi ayat itu untuk menyerang sesama saudara Muslim. Salah besar jika al-Quran hanya pedoman ritual ibadah saja. Sebab, selain ayat tentang ibadah, akidah dan tauhid, al-Quran juga menyajikan ayat-ayat ‘kauniyah’. Yaitu, ayat-ayat yang menjelaskan atau menceritakan tentang alam semesta, sifat, sikap, dan gejalanya.

Sebagai “pembaca” kitab suci Islam, tidaklah baik mengimani sebagian ayat dan mengacuhkan bahkan tidak menganggap penting ayat yang lainnya. Sebab Allah SWT menceritakan tentang “kauniyah” di dalam al-Quran, tentu saja agar hal itu diyakini kebenarannya dan dipikirkan kejadiannya. Al-Quran beberapa kali mengatakan “ulul al-bab dan ulul al-abshar”, yang esensinya, betapa hamba Allah harus memahami
betul-betul ayat-ayat Allah. Karena, pada ungkapan itu Allah cenderung menyinggung “pikiran” dari pada “hati”. Artinya, tentu saja agar kita bisa memahami kehidupan (alam semesta), bukan sekadar melihat dan merasakan keindahannya. Wallahu A’lam.

Baca selanjutnya ..

Rabu, 20 April 2011

Tentang BKM

Faktor-faktor Yang Menyebabkan Kegagalan Proyek Penanggulangan Kemiskinan di Perkotaan (P2KP)
Masyarakat miskin termasuk masyarakat miskin perkotaan selama ini belum terjangkau oleh lembaga keuangan formal. Padahal, banyak usaha produktif atau usaha mikro yang digeluti oleh orang-orang miskin yang potensial untuk dibiayai. Kalau usaha-usaha tersebut mendapatkan pembiayaan sekaligus bantuan teknis berupa pendampingan, tentu akan terbuka peluang untuk lebih berkembang, sehingga mampu meningkatkan pendapatan masyarakat yang akhirnya bisa lepas dari jeratan kemiskinan. 

Untuk itu, pemerintah dalam hal ini Bappenas dan Kementrian Pemukiman dan Pengembangan Wilayah, sejak tahun 2000, menggulirkan proyek Penanggulangan Kemiskinan di Perkotaan (P2KP). Dalam hal ini kaum miskin di perkotaan yang mempunyai usaha produktif, diberikan bantuan pembiayaan berupa dana bergulir, sekaligus diberikan pendampingan agar dana tersebut bisa dimanfaatkan secara optimal bagi pengembangan usahnya. Apabila dana tersebut bisa dimanfaatkan dengan baik, diharapkan tidak hanya mampu mengembangkan usaha mikro tersebut, tetapi juga mampu mengembalikan pinjaman itu sehingga bisa digulirkan atau dipinjamkan kembali kepada usaha mikro atau kaum miskin lain yang membutuhkan. 
Proyek yang telah menjangkau hampir seluruh desa di Pulau Jawa, Sumatera, dan Bali ini mendapatkan dukungan pendanaan berupa pinjaman lunak dari Asean Development Bank (ADB). Proyek ini merupakan kelanjutan dari Proyek Inpres Desa Tertinggal (IDT) dan Jaring Pengaman Sosial (JPS), dalam rangka mengurangi tingkat kemiskinan pasca krisis ekonomi sejak pertengahan tahun 2007. Beberapa penyempurnaan telah dilakukan terhadap P2KP dibandingkan dengan beberapa proyek sejenis sebelumnya. Kalau pada proyek IDT dan JPS, pengelolaan dana dilakukan langsung oleh aparat desa/kelurahan, maka pengelolaan dana P2KP dilakukan sepenuhnya oleh Badan Keswadayaan Masyarakat (BKM) yang dibentuk di setiap desa/kelurahan. Peran aparat desa/kelurahan hanya terbatas pada tugas-tugas supporting, baik dalam membantu sosialisasi, pembentukan Kelompok Swadaya Masyarakat ((KSM), maupun dalam tugas-tugas administratif lainnya. 
    BKM dibentuk sebagai wadah bagi proses pengambilan keputusan tertinggi di tingkat masyarakat untuk menangani berbagai persoalan terutama berkaitan dengan upaya penanggulangan kemiskinan. BKM juga mengemban misi untuk menumbuhkan kembali ikatan-ikatan sosial dan menggalang solidaritas warga desa/kelurahan demi kebaikan bersama. 
    Pembentukan BKM dilakukan secara demokratis yang mewakili berbagai unsur di masyarakat, yang nantinya akan bertanggung jawab atas pengelolaan dana P2KP sebagai dana bergulir yang akan disalurkan kepada para pelaku usaha mikro yang berhimpun dalam KSM-KSM. Dalam operasionalnya, BKM membentuk Unit Pengelola Keuangan (UPK) yang bertugas mengelola dana tersebut, baik dalam penyaluran maupun penagihan, serta mempertanggung jawabkan kegiatannya kepada masyarakat melalui BKM.

Pendekatan Kelompok 
    Agar proyek ini bisa berjalan dengan baik sesuai dengan tujuannya yaitu untuk mengurangi kemiskinan khususnya di perkotaan, maka pola pembiayaan dilakukan melalui pendekatan kelompok. Dalam hal ini para pelaku usaha mikro yang merupakan kaum miskin, dihimpun dalam kelompok yang disebut dengan Kelompok Swadaya Masyarakat (KSM). Setiap KSM beranggotakan antara 5-15 orang, lengkap dengan kepengurusan seperti ketua, sekretaris, dan bendahara sesuai dengan kebutuhan. 
Dengan adanya kelompok ini diharapkan akan mampu meningkatkan akses usaha mikro dan rakyat miskin ini terhadap pembiayaan dari BKM. Hal tersebut dimungkinkan karena: 
1.    Usaha mikro bisa mengajukan pembiayaan secara kolektif yang dikoordinir oleh pengurus KSM. Dengan pembiayaan secara kolektif ini, diharapkan akan lebih efisien, karena BKM tidak perlu mendatangi rakyat miskin satu persatu, tetapi cukup melalui KSM. 
2.    KSM juga dapat berperan membantu BKM dalam melakukan seleksi awal terhadap calon nasabah mikro karena: 
a.    Usaha mikro yang menjadi anggota KSM terlebih dahulu akan diseleksi melalui persyaratan yang telah ditetapkan serta direkomendasikan dan disetujui oleh anggota KSM lainnya. 
b.    Pengajuan pembiayaan/kredit oleh seorang anggota harus mendapat persetujuan dari anggota KSM lainnya, baik mengenai jumlah maupun rencana penggunaannya. 
3.    Dengan adanya KSM akan tercipta agunan alternatif (collateral substitutes) untuk mengatasi kendala agunan yang sering dihadapi oleh usaha mikro. Agunan alternatif itu antara lain berupa tanggung renteng, dimana setiap terjadi kemacetan dalam pengembalian pinjaman, akan menjadi tanggung jawab anggota KSM lainnya. 
4.    Melalui kelompok sekaligus bisa dilakukan pembinaan terhadap anggotanya, baik yang dilakukan oleh pengurus KSM maupun oleh BKM. Dalam pertemuan rutin akan dibahas berbagai permasalahan yang dihadapi masing-masing anggota, baik menyangkut manajemen usaha, akses pasar, administrasi keuangan, serta berbagai masalah lainnya. 
5.    Mengurangi biaya transaksi. 
Salah satu penyebab mengapa lembaga keuangan formal seperti perbankan enggan membiayai usaha mikro, karena biaya transaksi yang relatif tinggi, yang tidak sebanding dengan pendapatan yang diperoleh. Pembiayaan melalui kelompok dinilai lebih efisien karena beberapa nasabah/peminjam bisa dibiayai secara bersama-sama. Jadi, salah satu manfaat pendekatan kelompok yaitu menekan biaya transaksi. 
6.    Pendampingan melalui Faskel 
Anggota kelompok selain mendapat pembinaan melalui pengurus KSM juga mendapat bimbingan dari Fasilitator Kelurahan (Faskel), yang merupakan mitra Badan Keswadayaan Masyarakat (BKM) dalam melakukan pembinaan terhadap kelompok dan anggotanya. Malahan Faskel ini juga bertanggung jawab dalam membantu pembentukan kelompok serta pengajuan proposal kegiatan yang akan dibiayai oleh BKM. 

Kelemahan Proyek P2KP 
    Dalam pelaksanaannya, banyak kelemahan yang terjadi pada proyek P2KP. Dari hasil kajian Yayasan Jaringan Penulis Ekonomi Kerakyatan (Japek) di Kabupaten Bogor, Jawa Barat, menunjukkan bahwa banyak BKM yang tidak mampu menjalankan fungsinya sebagai lembaga yang bertanggung jawab atas perguliran dana tersebut. Akibatnya, dana tersebut hanya dinikmati oleh peminjam pertama, dan setelah itu macet. Hal tersebut terbukti dari tingginya tingkat kemacetan yang mencapai lebih dari 70%. Akibatnya, dana tersebut tidak bisa bergulir sebagaimana diharapkan. Malahan banyak diantara BKM itu yang sudah tidak diketahui perkembangannya dan tidak jelas siapa pengurusnya. 
    Ada beberapa faktor yang menyebabkan kurang berhasilnya proyek P2KP di Kabupaten Bogor, antara lain: 
1.    Proyek P2KP dinilai kurang mendidik karena tidak adanya sanksi yang tegas bagi anggota KSM yang tidak mau mengembalikan pinjaman atau yang mengalami kemacetan. KSM juga tidak mewajibkan anggotanya untuk menabung, dimana tabungan itu sebetulnya bisa dijadikan salah satu jaminan atas pembayaran cicilan. Anggota hanya mengharapkan pinjaman sebagai haknya, tetapi tidak ada kewajiban untuk menabung. 

2.    Pembentukan BKM yang dimaksudkan untuk mengurangi intervensi aparat pemerintah, baik pemerintah desa/kelurahan maupun kecamatan, dalam pengelolaan dana P2KP, ternyata tidak sepenuhnya bisa dilakukan. Intervensi aparat desa/kelurahan masih cukup dominan, antara lain dalam bentuk: 
a.    Keterlibatan dalam pembentukan KSM termasuk pembentukan beberapa KSM fiktif yang justru dilakukan oleh aparat desa/kelurahan dengan tujuan untuk mendapatkan keuntungan pribadi. 
b.    Keterlibatan dalam pembentukan BKM, dimana BKM yang seharusnya murni bentukan masyarakat, dalam kenyataannya justru ditempati oleh “orangnya” kepala desa/kelurahan, sehingga dalam menjalankan tugasnya BKM selalu dalam kendali kepala desa/kelurahan. 

3.    Pembentukan kelompok yang terkesan dipaksanakan. Idealnya, pembentukan KSM berdasarkan kebutuhan masyarakat itu sendiri, dimana setelah KSM mampu berkembang yang disertai pembinaan, baru dilanjutkan dengan bantuan finansial. Namun yang terjadi dengan P2KP justru pembentukan KSM hanya sebagai syarat untuk mendapatkan pinjaman. Akibatnya, masyarakat hanya mau berkelompok sebelum pinjaman dicairkan, tetapi setelah pinjaman diterima mereka meninggalkan kelompoknya dan tak pernah lagi menghadiri pertemuan-pertemuan di KSM. 

4.    Salah satu kunci keberhasilan dalam pendekatan kelompok adalah peranan tenaga pendamping. Tugas tenaga pendamping yang seharusnya menjadi ujung tombak keberhasilan melalui bantuan manajemen dan bantuan teknis, justru tidak mampu menjalankan fungsinya sesuai harapan. Banyak tenaga pendamping P2KP yang disebut fasilitator kelurahan (Faskel) tidak memiliki pengetahuan yang memadai baik menyangkut kondisi masyarakat binaannya maupun berbagai kemampuan teknis lainnya, termasuk lemahnya komitmen Faskel terhadap upaya pemberdayaan masyarakat. 

5.    Faktor lain yang cukup menentukan yaitu peranan kepemimpinan, baik di tingkat KSM maupun BKM. Kepemimpinan yang baik adalah kepemimpinan yang demokratis, jujur dan berwibawa, sehingga mampu memupuk kebersamaan, kegotong royongan dan soliditas anggotanya. Kepemimpinan yang otoriter cenderung manipulatif sehingga sulit dikontrol oleh anggotanya. Beberapa KSM mengalami kegagalan karena kepemimpinan yang tidak demokratis yang berdampak pada hilangnya mekanisme pengawasan internal. Budaya kontrol di antara sesama anggota termasuk terhadap pimpinannya, tidak bisa berjalan dengan baik, sehingga membuka peluang bagi pengurus untuk melakukan tindakan-tindakan manipulatif. 

6.    Tidak berjalannya prinsip tanggung renteng. Banyak anggota KSM yang hanya bisa kompak ketika dana belum dicairkan, tetapi mereka cenderung berjalan sendiri-sendiri setelah kredit diterima. Akibatnya, jangankan bertanggung jawab atas kewajiban anggota lainnya, menghadiri rapat saja sudah tidak mau. Hal tersebut terjadi karena lemahnya ikatan antar-kelompok yang cenderung hanya bersifat jangka pendek, bukan untuk tujuan peningkatan kesejahteraan jangka panjang. Keberhasilan sistem tanggung renteng dipengaruhi oleh tingkat kebersamaan dan kekompakan anggota, dimana kebersamaan seharusnya tidak hanya pada saat pengajuan kredit yang dilakukan secara kolektif, tetapi juga setelah kredit itu diterima. 

7.     Kurangnya profesionalisme anggota BKM karena umumnya tidak mempunyai pengetahuan dan pengalaman dalam pemberdayaan masyarakat dan pengelolaan keuangan mikro (microfinance). Mereka juga tidak mendapat pelatihan yang memadai sebagai bekal pengelola BKM. Selain itu, anggota BKM juga tidak mempunyai waktu yang cukup karena umumnya mereka adalah tokoh masyarakat yang sudah sibuk dengan pekerjaannya masing-masing. Kondisi yang terjadi pada BKM juga dialami oleh KSM sebagai unit yang berhadapan langsung dengan anggotanya. 

Rekomendasi untuk penyempurnaan 
    Setelah memperhatikan berbagai kelemahan dari pola pembiayaan usaha mikro dalam rangka pengentasan kemiskinanmelalui Proyek P2KP, ada beberapa rekomendasi yang perlu dijadikan perhatian, agar tujuan bisa tercapai seperti yang diharapkan. Beberapa rekomendasi itu antara lain: 
1.    Sebelum proyek dilaksanakan, perlu dilakukan proses sosialisasi secara intensif dengan melibatkan masyarakat sebanyak mungkin, melalui berbagai kelembagaan yang ada seperti Rukun Tetangga, Rukun Warga, kelurahan/desa, dan kelembagaan sosial lainnya. Melalui sosialisasi dan penjelasan dimaksudkan agar lebih banyak masyarakat yang mengetahui maksud dan tujuan program tersebut termasuk berbagai hak dan kewajiban dari masyarakat yang akan menjadi sasaran dari proyek tersebut. Dalam pelaksanaan Proyek P2KP, proses sosialisasi itu dirasakan sangat kurang, sehingga yang mengetahuinya hanya sebagian masyarakat khususnya para elite desa/kelurahan atau mereka yang mempunyai akses terhadap pemerintah desa/kelurahan. 
Karena informasi yang tidak merata, maka yang terjadi: 
•    Program ini tidak mampu menjangkau sasaran yang telah ditetapkan yaitu mereka yang benar-benar memenuhi kriteria yang telah ditetapkan. 
•    Banyak anggota KSM yang menganggap dana P2KP sebagai dana hibah dari pemerintah yang tidak perlu dikembalikan. 
•    Banyak anggota KSM yang tidak mempunyai usaha produktif sebagaimana disyaratkan sehingga penggunaan dana itu lebih kepada tujuan konsumtif, bukan produktif. 

2.    Dalam melakukan pembiayaan terhadap usaha mikro perlu melibatkan lembaga keuangan profesional, sehingga pengelolaan dana tersebut sejalan dengan prinsip-prinsip pembiayaan yang sehat yaitu prinsip ekonomi pasar dengan tingkat bunga pasar. Pemerintah seharusnya tidak terlibat langsung dalam penyaluran pembiayaan tetapi lebih sebagai regulator, fasilitator, supporting, dan administratif. Keterlibatan pemerintah melalui Badan Perencanaan Pembagunan Nasional (Bappernas) dan Kementerian Pemukiman dan Prasarana Wilayah (Kimpraswil) dalam Proyek P2KP tampak terlalu jauh, karena tidak lagi hanya terbatas sebagai regulator dan fasilitator tetapi juga sebagai pelaku dan pelaksana dari pembiayaan tersebut. Dalam kondisi seperti ini maka peran pemerintah bukan sebagai pendukung dan mitra pihak swasta (lembaga keuangan) tetapi cenderung menjadi pesaing yang bisa menyebabkan merusak pasar yang telah dibina oleh lembaga keuangan mikro yang ada di masyarakat. 

3.    Dalam melakukan pembiayaan terhadap usaha mikro, peran pembinaan (technical assistance) perlu lebih ditonjolkan bersamaan dengan fungsi pembiayaan (financial assistance). Usaha mikro dan rakyat miskin tidak cukup hanya diberi pembiayaan seperti halnya usaha-usaha besar, tetapi juga mutlak harus didampingi dengan pembinaan dan jasa manajemen. Bantuan manajemen itu bisa berupa pelatihan secara rutin sesuai kebutuhan baik anggota KSM, pengurus KSM, dan BKM, selain juga berbagai jenis pendampingan baik dalam pengelolaan, pemasaran, adminsitrasi, teknologi dan berbagai pendampingan lainnya. 
Dalam Proyek P2KP, fungsi pembinaan ini masih sangat minim. Pembinaan yang dilakukan oleh fasilitator kelurahan (Faskel) hanya menitikberatkan dalam pembuatan proposal sebagai syarat pengajuan pinjaman. Ketika dana tersebut telah dicairkan dan faskel telah mendapatkan fee sebagaimana ketentuan, dengan sendirinya fungsi pembinaan itu juga berakhir. 
Para Pengurus BKM juga tidak mendapatkan pelatihan yang memadai sehingga memungkinkan mereka bisa mengelola BKM dengan lebih baik. Malahan pengurus KSM yang setiap hari berhubungan langsung dengan anggotanya sama sekali tidak mendapatkan pelatihan. 
Seharusnya pelatihan ini sudah dilakukan sebelum dana disalurkan, sehingga masing-masing pihak baik KSM maupun BKM tahu persis apa yang harus dilakukan. 

    Berbagai proyek yang bertujuan untuk mengurangi kemiskinan mempunyai tujuan yang sangat mulia, termasuk Proyek P2KP. Pengalaman dari proyek P2KP merupakan pelajaran yang sangat berharga bahwa semulia apapun tujuan yang akan dicapai sangat ditentukan oleh kesungguhan para pelaksananya. 
    Kurang berhasilnya pelaksanaan Proyek P2KP karena masih kurangnya kesungguhan para pihak yang terlibat dalam program ini, selain dari segi sistemnya yang juga perlu disempurnakan. Semoga pembahasan ini bisa menjadi masukan untuk dilakukan penyempurnaan di masa yang akan datang. *** 

Baca selanjutnya ..

Kamis, 14 April 2011

Meraih Kemenangan

Meraih Kemenangan Di Bulan Ramadhan

Tiba saatnya kaum muslimim menyambut tamu agung bulan Ramadhan, tamu yang dinanti-nanti dan dirindukan kedatangannya. Sebentar lagi tamu itu akan bertemu dengan kita. Tamu yang membawa berkah yang berlimpah ruah. Tamu bulan Ramadhan adalah tamu agung, yang semestinya kita bergembira dengan kedatangannya dan merpersiapkan untuk menyambutnya.

Allah Subhanahu wa Ta’ala berfirman:


قُلْ بِفَضْلِ اللَّهِ وَبِرَحْمَتِهِ فَبِذَلِكَ فَلْيَفْرَحُوا هُوَ خَيْرٌ مِمَّا يَجْمَعُونَ )يونس/ 58 )


“Sampaikanlah (wahai Nabi Muhammad), dengan karunia Allah dan rahmat-Nya, hendaknya dengan itu mereka bergembira. Karunia Allah dan rahmat-Nya itu adalah lebih baik dari apa mereka yang kumpulkan (dari harta benda). (Yunus: 58)


Yang dimaksud dengan “karunia Allah” pada ayat di atas adalah Al-Qur’anul Karim (Lihat Tafsir As Sa’di).

Bulan Ramadhan dinamakan juga dengan Syahrul Qur’an (Bulan Al Qur’an). Karena Al-Qur’an diturunkan pada bulan tersebut dan pada setiap malamnya Malaikat Jibril datang kepada Rasulullah Shallallahu ‘alahi wa Sallam untuk mengajari Al-Qur’an kepada beliau. Bulan Ramadhan dengan segala keberkahannya merupakan rahmat dari Allah. Karunia Allah dan rahmat-Nya itu lebih baik dan lebih berharga dari segala perhiasan dunia.

‘Ulama Ahli Tafsir terkemuka Al-Imam As-Sa’di rahimahullah berkata dalam tafsirnya: “Bahwasannya Allah memerintahkan untuk bergembira atas karunia Allah dan rahmat-Nya karena itu akan melapangkan jiwa, menumbuhkan semangat, mewujudkan rasa syukur kepada Allah, dan akan mengokohkan jiwa, serta menguatkan keinginan dalam berilmu dan beriman, yang mendorang semakin bertambahnya karunia dan rahmat (dari Allah). Ini adalah kegembiraan yang terpuji. Berbeda halnya dengan gembira karena syahwat duniawi dan kelezatannya atau gembira diatas kebatilan, maka itu adalah kegimbiraan yang tercela. Sebagaimana Allah berfirman tentang Qarun,

“Janganlah kamu terlalu bangga, karena Allah tidak menyukai orang-orang yang membanggakan diri.” (Al Qashash: 76)

Karunia dan rahmat Allah berupa bulan Ramadhan juga patut untuk kita sampaikan dan kita sebarkan kepada saudara-saudara kita kaum muslimin. Agar mereka menyadarinya dan turut bergembira atas limpahan karunia dan rahmat dari Allah. Allah berfirman :


وَأَمَّا بِنِعْمَةِ رَبِّكَ فَحَدِّثْ (11(

“Dan terhadap nikmat dari Rabb-Mu hendaklah kamu menyebut-nyebutnya.” Adh-Dhuha: 11)

Dengan menyebut-nyebut nikmat Allah akan mendorong untuk mensyukurinya dan menumbuhkan kecintaan kepada Dzat yang melimpahkan nikmat atasnya. Karena hati itu selalu condong untuk mencintai siapa yang telah berbuat baik kepadanya.

Para pembaca yang mulia, ….

Maka sudah sepantasnya seorang muslim benar-benar menyiapkan diri untuk menyambut bulan yang penuh barakah itu, yaitu menyiapkan iman, niat ikhlash, dan hati yang bersih, di samping persiapan fisik.

Ramadhan adalan bulan suci yang penuh rahmat dan barakah. Allah Subhanahu wa Ta’ala membuka pintu-pintu Al-Jannah (surga), menutup pintu-pintu neraka, dan membelenggu syaithan. Allah ‘Azza wa Jalla melipat gandakan amalan shalih yang tidak diketahui kecuali oleh Dia sendiri. Barangsiapa yang menyambutnya dengan sungguh-sungguh, bershaum degan penuh keimanan dan memperbanyak amalan shalih, serta menjaga diri dari perbuatan-perbuatan yang bisa merusak ibadah shaumnya, niscaya Allah ‘Azza wa Jalla akan mengampuni dosa-dosanya dan akan melipatkan gandakan pahalanya. Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa Sallam berabda:

مَنْ صَامَ رَمَضَانَ إِيْمَانًا وَاحْتِسَابًا غُفِرَ لَهُ مَا تَقَدَّمَ مِنْ ذَنْبٍ

“Barang siapa yang bershaum dengan penuh keimanan dan harapan (pahala dari Allah), niscaya Allah mengampuni dosa-dosa yang telah lampau.” (Muttafaqun ‘alahi)

Rasulullah Shallallahu ‘alahi wa Sallam juga bersabda :

كُلُّ عَمَلِ ابْنِ آدَمَ يُضَاعَفُ الْحَسَنَةُ عَشْرُ أَمْثَالِهَا إِلَى سَبْعمِائَة ضِعْفٍ قَالَ اللَّهُ عَزَّ وَجَلَّ إِلَّا الصَّوْمَ فَإِنَّهُ لِي وَأَنَا أَجْزِي بِهِ
“Setiap amalan bani Adam akan dilipat gandakan sepuluh kali lipat sampai tujuh ratus kali lipat, Allah I berfirman: “kecuali ibadah shaum, shaum itu ibadah untuk-Ku dan Aku sendiri yang membalasnya.” (HR. Muslim)

Masih banyak lagi keutamaan dan keberkahan bulan Ramadhan yang belum disebutkan dan tidak cukup untuk disebutkan di sini.

Namun yang terpenting bagi saudara-saudaraku seiman, adalah mensyukuri atas limpahan karunia Allah dan rahmat-Nya. Janganlah nikmat yang besar ini kita nodai dan kita kotori dengan berbagai penyimpangan dan kemaksiatan. Nikmat itu akan semakin bertambah bila kita pandai mensyukurinya dan nikmat itu akan semakin berkurang bahkan bisa sirna bila kita mengkufurinya.

Termasuk sebagai bentuk rasa syukur kita kepada Allah, pada bulan yang penuh barakah ini kita ciptakan suasa yang penuh kondusif. Jangan kita nodai dengan perpecahan. Kewajiban kita seorang muslim mengembalikan segala urusan kepada Allah dan Rasul-Nya, serta kepada para ulama bukan berdasarkan pendapat pribadi atau golongan.

Permasalah yang sering terjadi adalah perbedaan dalam menentukan awal masuknya bulan Ramadhan. Wahai saudara-saudaraku, ingatlah sikap seorang muslim adalah mengembalikan kepada Kitabullah (Al-Qur’an) dan As Sunnah dengan bimbingan para ulama yang terpercaya.

Rasulullah Shallallahu ‘alahi wa Sallam telah menetukan pelaksanaan shaum Ramadhan berdasarkan ru`yatul hilal. Beliau bersabda :


صُومُوا لِرُؤْيَتِهِ وَأَفْطِرُوا لِرُؤْيَتِهِ فَإِنْ غُبِّيَ عَلَيْكُمْ فَأَكْمِلُوا عِدَّةَ شَعْبَانَ ثَلاَثِينَ
“Bershaumlah kalian berdasarkan ru`yatul hilal dan ber’idul fithrilah kalian berdasarkan ru`yatul hilal. Apabila (hilal) terhalangi atas kalian, maka sempurnakanlah bilangan bulan Sya’ban menjadi 30 hari.” HR. Al-Bukhari dan Muslim

Nabi Shallallahu ‘alahi wa Sallam juga menentukan pelaksanaan shaum Ramadhan secara kebersamaan. Rasulullah Shallallahu ‘alahi wa Sallam bersabda:

اَلصَّوْمُ يَوْمَ تَصُومُونَ، وَالْفِطْرُ يَوْمَ تُفْطِرُونَ، وَاْلأَضْحَى يَوْمَ تُضَحُّونَ

“Shaum itu di hari kalian (umat Islam) bershaum, (waktu) berbuka/beriedul Fitri adalah pada saat kalian berbuka/beriedul Fitri, dan (waktu) berkurban/Iedul Adha di hari kalian berkurban.” (HR. At Tirmidzi dari shahabat Abu Hurairah)

Al-Imam At-Tirmidzi berkata: “Sebagian ahlul ilmi menafsirkan hadits Abu Hurairah di atas

dengan perkataan (mereka), ‘sesungguhnya shaum dan ber’Idul Fitri itu (dilaksanakan) bersama Al-Jama’ah (Pemerintah Muslimin) dan mayoritas umat Islam’.” (Tuhfatul Ahwadzi 2/37)

Al-Imam Ahmad bin Hanbal rahimahullah berkata: “Seseorang (hendaknya) bershaum bersama pemerintah dan jama’ah (mayoritas) umat Islam, baik ketika cuaca cerah ataupun mendung.” Beliau juga berkata: “Tangan Allah bersama Al-Jama’ah.” (Majmu’ Fatawa 25/117)

Al-Imam Abul Hasan As-Sindi berkata: “Yang jelas, makna hadits ini adalah bahwasanya perkara-perkara semacam ini (menentukan pelaksanaan shaum Ramadhan, Iedul Fithri dan Iedul Adha –pen) keputusannya bukanlah di tangan individu, dan tidak ada hak bagi mereka untuk melakukannya sendiri-sendiri. Bahkan permasalahan semacam ini dikembalikan kepada pemerintah dan mayoritas umat Islam, dan dalam hal ini setiap individu pun wajib untuk mengikuti pemerintah dan mayoritas umat Islam. Maka dari itu, jika ada seseorang yang melihat hilal (bulan sabit) namun pemerintah menolak persaksiannya, sudah sepatutnya untuk tidak dianggap persaksian tersebut dan wajib baginya untuk mengikuti mayoritas umat Islam dalam permasalahan itu.” (Ash-Shahihah 2/443)

Menaati pemerintah merupakan prinsip yang harus dijaga oleh umat Islam. Terlebih pemerintah kita telah berupaya menempatkan utusan-utusan pada pos-pos ru’yatul hilal di d berbagai daerah di segenap nusantara ini. Rasulullah saw. bersabda :

مَنْ أَطَاعَنِي فَقَدْ أَطَاعَ اللهَ، وَمَنْ عَصَانِي فَقَدْ عَصَى اللهَ، وَمَنْ أَطَاعَ أَمِيْرِي فَقَدْ أَطَاعَنِي، وَمَنْ عَصَى أَمِيْرِي فَقَدْ عَصَانِي

“Barangsiapa menaatiku berarti telah menaati Allah, barangsiapa menentangku berarti telah menentang Allah, barangsiapa menaati pemimpin (umat)ku berarti telah menaatiku, dan barang siapa menentang pemimpin (umat)ku berarti telah menentangku.” (HR. Al-Bukhari dan Muslim, dari shahabat Abu Hurairah)

Al-Hafizh Ibnu Hajar Al-Asqalani berkata: “Di dalam hadits ini terdapat keterangan tentang kewajiban menaati para pemerintah dalam perkara-perkara yang bukan kemaksiatan. Adapun hikmahnya adalah untuk menjaga persatuan dan kebersamaan (umat Islam), karena di dalam perpecahan terdapat kerusakan.” (Fathul Bari, 13/120).

Sebagai rasa syukur kita kepada Allah Subhanahu wa Ta’ala pula hendaklah kita hidupkan bulan yang penuh barakah itu dengan amalan-amalan shalih, amalan-amalan yang ikhlash dan mencocoki sunnah Rasulullah. Kita menjauhkan dari amalan-amalan yang tidak ada contoh dari Rasulullah. Karena Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa Sallam telah berwasiat :

من أحدث في أمرنا هذا ما ليس منه فهو رد

“Barangsiapa yang membuat-buat amalan baru dalam agama kami yang bukan bagian darinya, maka perbuatannya tersebut tertolak.” (HR. Al-Bukhari dan Muslim)

Beliau Shallallahu ‘alaihi wa Sallam juga bersabda :

من عمل عملا ليس عليه أمرنا فهو رد

“Barangsiapa yang mengamalkan suatu amalan yang tidak ada contoh dari kami, maka amalannya tersebut tertolak.” (HR. Muslim)

Para ‘ulama berkata : “Bahwa hadits merupakan kaidah agung di antara kaidah-kaidah Islam. Ini merupakan salah satu bentuk jawami’ kalim (kalimat singkat namun bermakna luas) yang dimikili oleh Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa Sallam. Hadits ini sangat jelas dalam membatalkan semua bentuk bid’ah dan hal-hal baru yang dibuat dalam agama. Lafazh kedua lebih bersifat umum, karena mencakup semua orang yang mengamalkan bid’ah, walaupun pembuatnya orang lain.”

Termasuk perbuatan yang tidak pernah dicontohkan oleh Nabi Shallallahu ‘alaihi wa Sallam adalah perbuatan yang banyak dilakukan oleh kaum muslimin dalam menyambut bulan Ramadhan dengan amalan atau ritual tertentu, di antaranya :

1. Apa yang dikenal dengan acara Padusan. Yaitu mandi bersama-sama dengan masih mengenakan busana, terkadang ada yang memimpin di suatu sungai, atau sumber air, atau telaga. Dengan niat mandi besar, dalam rangka membersihkan jiwa dan raga sebelum memasuki bulan suci Ramadhan. Sampai-sampai ada di antara muslimin yang berkeyakinan Kalau sekali saja terlewat dari ritual ini, rasanya ada yang kurang meski sudah menjalankan puasa. Jelas perbuatan ini tidak pernah diajarkan dan tidak pernah diterapkan oleh Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa Sallam. Demikian juga para shahabat, para salafus shalih, dan para ‘ulama yang mulia tidak ada yang mengamalkan atau menganjurkan amaliah tersebut. Sehingga kaum muslimin tidak boleh melakukan ritual ini.

Belum lagi, dalam ritual Padusan ini, banyak terjadi kemungkaran. Ya, jelas-jelas mandi bersama antara laki-laki dan perempuan. Jelas ini merupakan kemungkaran yang sama sekali bukan bagian dari ajaran Islam.

2. Nyekar di kuburan leluhur.

Tak jarang dari kaum muslimin, menjelang Ramadhan tiba datang ke pemakaman. Dalam Islam ada tuntunan ziarah kubur, yang disyari’atkan agar kaum muslimin ingat bahwa dirinya juga akan mati menyusul saudara-saudaranya yang telah meninggal dunia lebih dahulu, sehingga dia pun harus mempersiapkan dirinya dengan iman dan amal shalih. Namun ziarah kubur, yang diistilahkan oleh orang jawa dengan nyekar, yang dikhususkan untuk menyambut Ramadhan tidak ada tuntunannya dalam syari’at Islam. Apalagi mengkhusukan nyekar di kuburan leluhur. Ini adalah perkara baru dalam agama. Tak jarang dalam ziarah kubur tercampur dengan kemungkaran. Yaitu sang peziarah malah berdoa kepada penghuni kubur, meminta-minta pada orang yang sudah mati, atau ngalap berkah dari tanah kuburan! Ini merupakan perbuatan syirik!

3. Minta ma’af kepada sesama menjelang datangnya Ramadhan.

Dengan alasan agar menghadapi bulan Ramadhan dengan hati yang bersih, sudah terhapus beban dosa terhadap sesama. Bahkan di sebagian kalangan diyakini sebagai syarat agar puasanya sempurna.

Tidak diragukan, bahwa meminta ma’af kepada sesama adalah sesuatu yang dituntunkan dalam agama, meningat manusia adalah tempat salah dan lupa. Meminta ma’af di sini umum sifatnya, bahkan setiap saat harus kita lakukan jika kita berbuat salah kepada sesama, tidak terkait dengan waktu atau acara tertentu. Mengkaitkan permintaan ma’af dengan Ramadhan, atau dijadikan termasuk cara untuk menyambut Ramadhan, maka jelas ini membuat hal baru dalam agama. Amaliah ini bukan bagian dari tuntunan syari’at Islam.

Itulah beberapa contoh amalan yang tidak ada tuntunan dalam syari’at yang dijadikan acara dalam menyambut bulan Ramadhan. Sayangnya, amaliah tersebut banyak tersebar di kalangan kaum muslimin.

Semestinya dalam menyambut Ramadhan Mubarak ini kita mempersiapkan iman dan niat ikhlash kita. Hendaknya kita berniat untuk benar-benar mengisi Ramadhan ini dengan meningkatkan ibadah dan amal shalih. Baik puasa itu sendiri, memperbaiki kualitas ibadah shalat kita, berjama’ah di masjid, qiyamul lail (shalat tarawih), tilawatul qur’an, memperbanyak dzikir, shadaqah, dan berbagai amal shalih lainnya.

Tentunya itu semua butuh iman dan niat yang ikhlash, disamping butuh ilmu tentang bagaimana tuntunan Nabi kita Muhammad Shallallahu ‘alaihi wa Sallam dalam melaksanakan berbagai amal shalih tersebut. agar amal kita menjadi amal yang diterima oleh Allah Subhanahu wa Ta’ala.

Juga perlu adanya kesiapan fisik, agar tubuh kita benar-benar sehat sehingga bisa menjalankan berbagai ibadah dan amal shalih pada bulan Ramadhan dengan lancar.

Puncak dari itu semua adalah semoga puasa dan semua amal ibadah kita pada bulan Ramadhan ini benar-benar bisa mengantarkan kita pada derajat taqwa di sisi Allah ‘Azza wa Jalla.
Jangan sampai kita termasuk orang-orang yang gagal dalam Ramadhan ini. Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa Sallam bersabda :

رب صائم ليس له من صيامه إلا الجوع، ورب قائم ليس له من قيامه إلا السهر
“Berapa banyak orang yang berpuasa, namun tidak ada yang ia dapatkan dari puasanya kecuali rasa lapar saja. Dan berapa banyak orang menegakkan ibadah malam hari, namun tidak ada yang ia dapatkan kecuali hanya begadang saja.” (HR. Ibu Majah)

Juga beliau Shallallahu ‘alaihi wa Sallam bersabda :

إن جبريل عليه السلام أتاني فقال من أدرك شهر رمضان فلم يغفر له فدخل النار فأبعده الله قل آمين فقلت آمين
“Sesungguhnya Jibril ‘alaihis salam mendatangiku, dia berkata : ‘Barangsiap yang mendapati bulan Ramadhan namun tidak menyebakan dosanya diampuni dia akan masuk neraka dan Allah jauhkan dia. Katakan amin (wahai Muhammad). Maka aku pun berkata : Amin.” (HR. Ibnu Khuzaimah dan Ahmad)

Semoga kita termasuk orang yang mendapat keutamaan dan fadhilah dalam bulan Ramadhan ini. Semoga Allah menyatukan hati-hati kita di atas Islam dan Iman. Dan semoga Allah menjadikan bulan Ramadhan ini sebagai jembatan menuju keridhaan Allah ‘Azza wa Jallah dan meraih ketaqwaan kepada-Nya.

Wallähu a’lam bishawab ...

(Sumber artikel: http://www.assalafy.org/mahad)

Baca selanjutnya ..

Memelihara Lisan

Memelihara Lisan

Terjadinya kekacauan, pecahnya golongan dan waktu terbuang sia-sia. Dan ketika menyelidi sumber utamanya, engkau menemukan kecahatan pertama berawal dari kata-kata kotor, atau tuduhan kemarahan, atau informasi yang keliru… ini adalah sebagian dari hasil penggunaan lisan yang salah, saat masih berada di dunia.
Ibnu Hajar al-Asqalani rahimahullah mengatakan: memelihara lisan adalah menahan diri dari ucapan yang tidak diperbolehkan secara syara', yang tidak dibutuhkan oleh pembicara.1 Dan an-Nawawi menjelaskan cara memelihara lisan, ia berkata: 'Sepantasnya bagi orang yang ingin berbicara satu kata atau satu kalimat, agar dia lebih dulu merenungkannya dalam dirinya sebelum menuturkannya, jika jelas manfaatnya, ia berbicara, dan jika tidak, ia menahan diri dari berbicara.'2 Dan catatan mendasar untuk memelihara lisan adalah: tidak terburu-buru dalam berbicara, berpikir sebelum mengeluarkan kata-kata, menimbang kata-kata dalam timbangan syara', dan mengharapkan manfaat dalam Islam. Dan jika tidak demikian, hendaklah orang yang berbicara menahan keinginannya dan tidak berbicara.


Maka sesungguhnya hal itu merupakan keselamatan, dan ia lebih baik baginya. Dan karena itulah terdapat dalam hadits:
فَكُفَّ لِسَانَكَ إِلاَّ مِنَ الْخَيْرِ
'Maka tahanlah lisanmu kecuali dari kebaikan.'3
Yang memberi pengertian bahwa sesungguhnya pada dasarnya adalah diam dan menahan diri dari berbicara.
Dan tatkala Uqbah bin 'Amir  bertanya kepada Rasulullah : 'Ya Rasulullah, apakah keselamatan itu?' Beliau menjawab:
أَمْسِكْ عَلَيْكَ لِسَانَكَ, وَلَيَسَعْكَ بَيْتُكَ, وَابْكِ عَلَى خَطِيْئَتِكَ
"Tahanlah lisanmu, hendaklah rumahmu meluaskanmu, dan tangisilah kesalahanmu."4
Dan di dalam al-Bukhari:
مَنْ كَانَ يُؤْمِنُ بِاللهِ وَاْليَوْمِ اْلآخِرِ فَلْيَقُلْ خَيْرًا أَوْ لِيَصْمُتْ
"Barangsiapa yang beriman kepada Allah  dan hari akhir, maka hendaklah ia mengatakan yang baik atau diam."5
Hal itu disebabkan sebagian besar omongan seseorang, terkadang pada yagn sia-sia atau yang haram. Seperti yang dijelaskan dalam hadits:
كُلُّ كَلاَمِ ابْنِ آدَمَ عَلَيْهِ لاَ لَهُ, إِلاَّ أَمْرٌ بِاْلمَعْرُوْفِ أَوْ نَهْيٌ عَنِ الْمُنْكَرِ أَوْ ذِكْرُ الله
"Setiap pembicaraan manusia membahayakannya, tidak bermanfaat baginya, kecuali yang menyuruh perbuatan ma'ruf atau menahan dari yang mungkar, atau zikir kepada Allah ."6
Mu`adz bin Jabal  menceritakan tentang perjalanannya bersama Rasulullah , ia bertanya kepada beliau, 'Ya Nabiyullah, ceritakanlah kepadaku amalan yang memasukkan aku ke dalam surga dan menjauhkanku dari neraka.' Maka Rasulullah  menyebutkan pintu-pintu kebaikan. Setelah itu beliau bersabda: "Maukah engkau aku beritahukan kendali semua itu?' Maka aku berkata,'Tentu, wahai Rasulullah.' Lalu beliau memegang lisannya seraya berkata, 'Tahanlah ini.' Aku bertanya, 'Ya Rasulullah, Apakah kami dihukum karena ucapan kami?' Beliau berkata, 'Ibumu kehilangan engkau, wahai Mu'adz. Dan tidaklah menjerumuskan manusia di dalam neraka selain hasil panen lisan mereka.'7 Dan at-Thabrani menambah dalam riwayatnya: 'Kemudian, sesungguhnya engkau tetap selamat selama engkau diam. Maka apabila engkau berbicara, niscaya ditulis atasmu atau untukmu."8
Dan di antara yang menuntut lebih berhati-hati dari dampat ucapan lisan, sesungguhnya seseorang terkadang keliru dalam berbicara karena kelalaian darinya, maka menjerumuskan dalam neraka:
...وَإِنَّ الْعَبْدَ لَيَتَكَلَّمُ بِالْكَلِمَةِ مِنْ سَخَطِ اللهِ لاَ يُلْقِي لَهَا بَالاً يَهْوِيْ بِهَا فِى نَارِ جَهَنَّمَ.
"…Dan sesungguhnya hamba berbicara dengan ucapan yang menyebabkan kemurkaan Allah , yang tidak diperdulikannya, yang menjerumuskannya ke dalam neraka."9
Ibnu Hajar berkata: 'Yang tidak diperdulikannya' maksudnya: ia tidak memikirkan bahaya dan akibatnya, dan ia tidak menyangka bahwa kata-kata itu memberikan dampak negatif. Maka sebelum kata-kata keluar dari mulutmu, berikanlah dirimu untuk berpikir, apakah yang akan engkau katakan menyebabkan ridha Allah  atau murkanya? Apakah ia termasuk kata-kata yang baik atau kotor? Apakah kesudahannya baik atau buruk? Dan selama belum keluar dari mulutmu, maka engkau memilikinya. Maka apabila telah keluar, niscaya menjadi tawanannya.
Sebagaimana ucapan yang baik memasukkan pelakunya di dalam iman, maka banyak sekali ucapan yang memberikan dampak terhadap keimanan pelakunya, ia menjadi munafik atau keluar dari agama. Di dalam hadits Hudzaifah : 'Sesungguhnya seorang laki-laki berbicara dengan satu kata di masa Rasulullah , maka ia menjadi munafik karena ucapan itu. Dan sesungguhnya aku mendengarnya dari seseorang dari kamu sepuluh kali di dalam majelis.'10 Dan di dalam hadits shahih: seseorang berkata kepada Ibnu Umar : 'Sesungguhnya kami berkunjung kepada para pemimpin, lalu kami mengucapkan kata-kata. Apabila kami keluar, kami mengatakan yang lain.' Ibnu Umar  menjawab: 'Di masa Rasulullah , kami menganggap hal itu termasuk sifat munafik.'11
Melatih diri adalah dengan membiasakan lisan untuk mengucapkan yang baik dan menjaganya dari yang buruk. Diriwayatkan bahwa Isa bin Maryam  bertemu babi di tengah jalan. Maka ia berkata kepadanya: 'Lewatlah dengan selamat' Maka beliau ditanya: 'Engkau mengatakan hal ini kepada babi?' Isa  menjawab: 'Sesungguhnya aku khawatir membiasakan diriku mengucapkan yang buruk.'12 Maka ucapan yang baik adalah dengan latihan dan kebiasaan, dan ucapan yang buruk juga seperti itu. Dan bagi setiap orang bersama lisannya menurut kebiasaannya. Maka dengan sedikit kesungguhan terjagalah lisan, dan dalam kelalaian sejenak menjadi terumus.
Para sahabat Rasulullah  berhati-hati dari ucapan yang mubah (dibolehkan) karena khawatir terjerumus dalam ucapan yang haram, karena bersungguh-sungguh dalam memelihara lisan dan menjaga agama. Maka barangsiapa yang ingin keselamatan, hendaklah ia menjauhi majelis-majelis ghibah (mengupat) dan menjaga lisannya dari tergelincir, tidak mengatakan kecuali yang baik. Dan hendaklah ia dan teman-temannya saling memberi nasehat menjaga lisan, dan meminta pertolongan kepada Allah . Rasulullah  mengajarkan para sahabatnya berlindung kepada Allah  dari kejahatan lisan.
قُلْ أَعُوْذُ بِكَ مِنْ شَرِّ سَمْعِيْ وَشَرِّ بَصَرِي وَشَرِّ لِسَانِي وَشَرِّ قَلْبِي وَشَرِّ مَنِيِّي.
"Bacalah: aku berlindung kepada-Mu dari kejahatan pendengaranku, kejahatan penglihatanku, kejahatan lisanku, kejahatan hatiku, kejahatan air maniku."13
Berlindung kepada Allah  dari kejahatan lisannya terhadap kaum muslimin dan manis ucapannya bersama selain mereka.
Dan Rasulullah  pernah ditanya: 'Islam apakah yang paling utama?' Beliau menjawab:
مَنْ سَلِمَ الْمُسْلِمُوْنَ مِنْ لِسَانِهِ وَيَدِهِ
'Orang yang selamat kaum muslimin dari (kejahatan) lisan dan tangannya."14
Di antara memelihara lisan adalah menjaganya dari pembicaraan yang tidak berguna dan tidak penting, maka sesungguhnya Rasulullah  mengarahkan kepada setiap muslim agar mengambil keuntungan dalam segala hal yang penting:
مِنْ حُسْنِ إِسْلاَمِ اْلمَرْءِ تَرْكُهُ مَا لاَ يَعْنِيْهِ
"Di antara kebaikan Islam seseorang adalah meninggalkan yang tidak berguna."15
Ibnu Majah menyebutkan hadits dalam bab menahan lisan dalam fitnah (suasana kacau), karena begitu termasuk keburukan lisan adalah penggunaannya yang tidak terkendali dalam penyebaran berita dan menyalakan api fitnah. Dan dalam riwayat lain yang diriwayatkan Ahmad dalam musnadnya:
إِنَّ مِنْ حُسْنِ إِسْلاَمِ الْمَرْءِ قِلَّةُ الْكَلاَمِ فِيْمَا لاَ يَعْنِيْهِ
"Sesungguhnya di antara kebaikan islam seseorang adalah sedikit pembicaraan dalam perkara yang tidak berguna."16
Penggunaan lisan yang terbaik adalah amar ma'ruf (menyuruh kepada kebaikan) dan nahi mungkar (melarang dari perbuatan mungkar), dan berdakwah kepada Allah , hal itu merupakan kedudukan yang tertinggi. Dan yang paling rendah adalah menahan lisan, selalu diam, menahan diri dari kehormatan orang lain, dan menjaga dari segala keburukan.

Baca selanjutnya ..

Agar Mudah Bangun Utk Sholat Subuh

Agar Anda mudah bangun untuk shalat subuh

الحمد لله الحليم الكريم رب العرش العظيم ، وصلى الله وسلم على عبده ورسوله محمد وآله وسلم تسليما أما بعد:
Di hari-hari di musim panas ini banyak masjid mengalami kemunduran yang besar, terutama dalam jumlah jamaah solat subuhnya, disebabkan pendeknya waktu malam dan tenggelamya kebanyakan orang dalam prilaku bergadang yang berlebihan…
Bahkan banyak dari kalangan orang-orang baik terjerumus dalam fitnah ini, diantaranya sebagian imam-imam dan muadzin, kedudukan mereka bisa menimbulkan dampak yang lebih besar, karena mereka memikul tanggung jawab, kelalaian mereka dapat berimbas terhadap jamaah masjid
Keutamaan solat subuh berjamaah sangatlah besar, sedang melalaikanya adalah berbahaya, meski hanya dua hadits cukuplah menunjukan hal itu, dua hadits itu adalah:
عن عثمان رضي الله عنه عن الرسول الله صلى الله عليه وسلم قال: « من صلى العشاء في جماعة ، فكأنما قام نصف الليل ، ومن صلى الصبح في جماعة ، فكأنما صلى الليل كله » . رواه مسلم
“ Dari Utsman bin Affan r.a. dari Rasulullah saw ia bersabda: “ Barang siapa solat isya‘ berjamaah, maka seakan-akan ia solat separuh malam, dan barang siapa solat subuh berjamaah, maka seakan-akan ia solat malam seluruhnya”. (HR: Muslim).


Dan hadits Abu Hurairah r.a. dari Nabi saw ia bersabda:
« إن أثقل صلاة على المنافقين صلاة العشاء ، وصلاة الفجر ، ولو يعلمون ما فيها لأتوهما ولو حبوا ، ولقد هممت أن آمر بالصلاة فتقام ، ثم آمر رجلا فيصلي بالناس ، ثم انطلق معي برجال معهم حزم من حطب إلى قوم لا يشهدون الصلاة فأحرق عليهم بيوتهم بالنار » . متفق عليه .
“ Sesungguhnya solat yang terberat bagi orang-orang munafik adalah solat isya’ dan solat subuh, kalau sekiranya mereka mengetahui apa yang terdapat di dalamnya, niscaya mereka akan mendatangai keduanya meski dengan terjatuh, dan sunggguh aku telah berhasryat untuk memerintahkan seseorang agar mendirikan solat, kemudian akau meminta seseorang agar menjadi imam, lalu aku pergi bersama orang-orang membawa kayu bakar kepada kaum yang tidak hadir solat, lalu aku bakar mereka dengan rumah-rumah mereka dengan api.” (HR: Bukhari Muslim).
Dan saya akan menyertakan bersama sarana-sarana tersebut beberapa kisah dan peristiwa yang terjadi pada sebagian salaf agar kita dapat melihat sejauh mana perhatian mereka terhadap hal itu:
Pertama:
Dalam kitab musnad Abdurrozak 1/526:
Dari Ma’mar dari az-Zuhri dari Sulaiman bin Abi Hatsamah dari as-Syifa’ binti Abdullah ia berkata:(( Umar masuk ke rumahku, ia mendapatkan dua orang laki-laki sedang tidur di sisiku, ia berkata: apa yang terjadi pada kedua orang ini, mereka tidak ikut solat bersamakau?, aku menjawab: wahai Amirul mukminin mereka berdua telah solat bersama orang-orang – saat itu dalam bulan ramdhan – mereka berdua solat terus menerus hingga subuh, lalu mereka solat subuhkemudian tidur, Umar berkata: sungguh solat subuh berjamaah bagiku lebih aku cintai dari pada aku solat semalam hingga subuh)).
Kedua:
Dalam kitab musonnaf Abdurrozak 1/527:
Dari Abdurrozak bin Abi Ruwad dari Nafi’ dari Ibnu Umar ia berkata: (( Dahulu jika ia mendapatkan isya‘ bersama orang-orang maka ia solat beberapaa rakaat kemudian tidur, dan apabila tidak mendapatkanya dengan jamaah maka ia menghidupkan malamnya, ia berkata: sebagian keluarga Ma’mar memberitahuku bahwa ia melakukan itu, lalu aku sampaikan hal itu kepada Ma’mar maka ia berkata: dahulu Ayub melakukan hal itu)).
Ketiga:
Abu Nuaim berkata dalam kitab hilyatul auliya’ 12/9:
Ahmad bin Is’hak bercerita kepada kami, Abdurrahman bin Muhammad bercerita kepada kami, Abdurrahman bin Umar bercerita kepada kami, Yahya bin Abdurrahman bin Mahdi bercerita kepadaku: bahwa bapaknya qiyamullail – yakni menghidupkan seluruh malamnya dengan solat - , dan tatkalah terbit fajar ia melempar dirinya ke ranjang – yakni tidur – dan melalaikan solat subuh hingga terbit matahari, maka ia mengatakan: ini adalah kesalahan ranjang ini terhadapku, maka ia memberi sangsi terhadap dirinya dengan tidak akan memakai alas apapun dalam tidurnya, dan ia juga mendera dirinya selama dua bulan hingga kedua pahanya terluka seluruhnya.
Keempat:
Khatib al-Baghdadi berkata dalam kitab tarikh Baghdad 10/320:
Muhammad bin Ahmad bin Rozak memberitahu kami, ia berkata: aku mendengar Abulqosim Ali bin al-Hasan bin Zakariah al-Qothi,i as-Sya’ir berkata: aku mendengar Abulqasim Abdullah bin Muhamad bin Abdullah al-Aziz al-Baghowi berkata: aku mendengar Ubaidillah bin Umar al-Qowariri berkata: Hampir aku tidak pernah melalaikan solat isya' dengan berjamaah, lalu datang seorang tamu aku disibukan denganya, setelah itu aku keluar untuk mencari solat jamaah di kabilah-kabilah Bashrah, namun semua orang ternyata telah selesai solat, aku berkata dalam hatiku: diriwayatkan dari Rasulullah saw baahwa beliau bersabda:
صلاة الجميع تفضل على صلاة الفذ إحدى وعشرين درجة
“ Solat berjamaah lebih utama atas solat sendirian dengan dua puluh satu derajat” dan diriwayatkan “ dua puluh lima derajat” dan diriwayatkan “ dua puluh tujuh derajat” lalu aku pulang ke rumahku dan aku solat isya' di waktu yang terakhir dua puluh tujuh kali, kemudian aku tidur, aku bermimpi sedang mengendarai kuda bersama kaum, aku naik kuda seperti kuda-kuda mereka, kami saling berkejaran dan kuda-kuda mereka mendahului kudaku, aku pukul kudaku agar menyusul mereka, aku menoleh ke salah seorang dari mereka yang paling belakang, ia mengatakan; jangan kau paksa kudamu, kamu tidak berhak atas apa yang kami miliki, aku berkata: kenapa begitu? Ia berkata: karena kami solat isya' berjamaah.
Kelima:
Abu Nu’aim berkata dalam kitab al-hilyah 6/183:
Ibrahim bin Abdul Malik bercerita kepada kami, Muhammad bin Ishak bercerita kepada kami, Qutaibah bin Sa’ad bercerita kepada kami, Marwan bin Salim alQory bercerita kepada kami, Mas’adah bin al-Yasa‘ al-Bahili bercerita kepada kami dari Sulaiman bin Abi Muhamad, Ghalib al-Qathon bercerita kepada kami bahwa orang-orang datang kepada beliau saat pembagian warisan untuk mereka, ia membagi warisan itu kepada mereka semua, hingga waktu sore, maka ia kembali ke tempat tidurnya dalam keadaan letih, lalu ia bersandar ke satu masjid miliknya, lalu tertidur, datang seorang mu’adzin bertatswib, maka berkatalah wanita kepadanya: Bukankah kamu melihat mu’adzin- semoga Allah merahmatimu – ia bertatswib di atas kepalamu?, ia mengatakan: Dasar kamu biarkan aku, kamu itu tidak tahu apa yang telah terjadi padaku hari ini, lalu ia (mu’adzin) bertatswib terus menerus dan setiap kali itu pula wanita tersebut membangunkanya dan ia selalu mengatakan biarkan aku, hingga sampai pertengahan malam ia bangun dan solat dalam keadaan tidak ingat dan tidak tahu beberapa kali imam solat, lalu ia mengulang solat al- maktubah (wajib itu) sebanyak dua puluh empat kali, kemudian ia tidur, ia bermimpi pergi dari rumahnya ke suatu kedai,di perjalanan ia menemukan uang empat dinar, ketika itu ia membawa kantong yang memiliki tiga pintu, maka ia memasukan uang dinar tersebut ke dalam salah satu pintu kantong, ia bercerita: Aku diam sejenak, tiba-tiba ada orang yang mencari dinar-dinar itu dengan menyebut terus-menerus empat dinarnya yang hilang, maka aku sembunyi darinya, kemudian setelah itu aku memanggilnya, aku berkata kepadanya: wahai pemilik dinar, ini adalah dinarmu, aku berpaling untuk membuka kantong dan memberikan dinar-dinar itu kepadanya, namun ternyata kantongnya sobek dan dinar-dinar itu lenyap!, aku berucap: wahai pemilik dinar sungguh dinar-dinarmu hilang, ambilah gantinya, maka ia memegang sisi bajuku dan mengatakan: Aku tidak mau terima kecuali dinar-dinarku yang sama seperti aslinya, lalu aku terbangun saat ia masih memegang sisi bajuku, lalu aku pergi kepada Ibnu Sirin, aku ceritakan kejadian itu kepadanya, ia berkata: Adapun tertakait kamu tertidur dari solat isya‘, maka beristighfarlah dan jangan kamu ulangi lagi.
Sulaiman berkata: Dan Golib al-Qottoni bercerita kepadaku: Kemudian aku diuji dengan kejadian serupa, aku bersandar pada masjid tersebut, lalu mua’dzin mengumandangkan azan dan bertatswib, setiap kali itu pula wanita tersebut membangunkanku - semoga Allah merahmatimu- dan aku tidur hingga waktu yang sama dengan waktu aku tidur pada kali yang pertama, lalu aku bangun dan solat sebagaimana aku solat pada kali yang pertama, kemudian aku tidur lagi, aku melihat dalam mimipi bahwa aku dan sahabat-sahabatku menunggang keledai kelabu yang cepat, sedang orang-orang di depan kami mengendarai unta, mereka tidur di atas permadani yang dihamparkan di atasnya, mereka berjalan pelan, sedang aku dan sahabat-sahabatku berusaha keras untuk menyusul mereka hingga kami kepayahan, maka kami memanggil: Wahai para pengendara ada apa ini, kami mengendarai keledai keledai yang cepat, sedang kalian mengendarai unta dengan pelan, kami berusaha untuk menyelip kalian namun tidak bisa?. Para pengendara itu menjawab: Sesungguhnya kami adalah kaum yang ikut solat jamaah isya‘ yang akhir, sedang kalian solat sendirian, maka kalian tidak akan dapat menyusul kami. Ia berkata: lalu aku bergegas pergi kepada Muhamad bin Sirin, aku bercerita kepadanya ( tentang hal itu), maka beliau menjawab: ia (penjelasanku) sebagaimana yang kamu mimpikan...
Abdullah bin Muhamad bin Ja’far bercerita kepada kami, Abdullah bin Muhamad bin Imron bercerita kepada kami, pamanku Ayub bin Imron bercerita kepadaku, ia berkata: Aku dapat cerita dari Ghalib al-Qattani, ia berkata: Aku tertinggal solat isya‘ berjamaah, maka aku solat dua puluh lima kali untuk menggapai keutamaan, kemudian aku tidur, aku melihat dalam mimpi bahwa aku mengendarai kuda yang berlari kencang, sedang mereka di atas kendaraan dan kami tidak dapat mengejar mereka, maka dikatakan: itu karena mereka solat berjamaah sedang anda solat sendirian. ( Dan ada banyak riwayat lain yang mengkisahkan cerita ini dalam kitab al-hilyah).
Keenam:
Dalam kitab (( Jawaanib min siroh al-Imam Abdul Aziz bin Baz)) hal 79, disebutkan:
Pada suatu hari Syekh Abdullah bin Baz punya janji setelah solat subuh. Namun beliau tidak solat di masjid, maka setelah solat kami pergai ke rumahnya, kami menunggu beliau, kami mengkhawatirkanya, lalu beliau keluar menemui kami, beliau menanyakan waktu, kami memberitahunya bahwa solat berjamaah telah selesai.
Ketika itu beliau – semoga Allah memberinya rahmat – letih pada malam harinya, beliau tidur sangat terlambat, dan setelah solat tahajud beliau berbaring dan tertidur, sedang tidak ada satu orang pun yang membangunkanya, atau membunyikan untuknya alarm jam, dan setelah beliau tahu bahwa orang-orang telah solat maka beliau solat dan berkata kepada dua sahabatnya, yaitu; Syekh Abdurahman al-Atiq dan Hamad bin Muhamad an-Nasir: ini adalah kali pertama aku ketingalan solat subuh!
Aku berkata: Semoga Allah merahmati mereka, begitulah mereka bersungguh-sungguh dalam ibadah dan muhasabah diri di saat melakukan kesalahan terkecilpun, jiwa-jiwa mereka bersih, obsesi mereka tinggi, dan mereka dikenang selamanya oleh orang-orang yang datang setelahnya...
Aku tidak tahu apakah masih ada hari ini orang-orang yang ketika ketinggalan solat lalu merasakan seperti yang mereka rasakan?!, para pelajar dan orang-orang soleh yang ketinggalan solat subuh berkali-kali itu, padahal mereka tidak menghidupkan malamnya dengan tahajud, tidak juga sepersepuluh malamnya, atau bahkan sepersepuluh dari sepersepuluh malamnya! Kemudian mereka tidak merasa sakit, tidak pula sedih, seakan-akan tidak punya dosa?!.
Bahkan anda bisa melihat sebagian mereka telah memiliki tradisi yang berkelanjutan, datang sekali dan absen berkali-kali, dan kalaupun hadir pasti terlambat, sehingga menjadi bahan pertanyaan dan sumber keraguan bagi orang-orang awam!
Ini adalah sisi lain dari banyak dampak permasalahan, perhatikan tokoh ini dalam pandangan meraka, omonganya tidak lagi dipercaya, begitu juga ilmu dan nasehatnya. Pernah terjadi seseorang dari kalangan awam menyalahkan anak-anaknya yang ketinggalan solat subuh, lalu ia membentak salah satu dari mereka saat berusaha membangunkanya, anak itu berucap: Jangan ganggu aku, pergi dan beri nasehat syekh(imam) terlebih dahulu!
Dan memang imam mereka suka absen dari solat subuh berjamaah.
Sekarang mari kita masuk dalam pembahasan tentang sarana-sarana yang dapat membantu kita agar mudah untuk bangun menunaikan solat subuh:
1.Sarana yang paling utama adalah bertaqwa kepada Allah SWT, memperhatikan perintah solat berjamaah. Apabilah seorang muslim memiliki perhatian terhadap perintah Allah terkait solat berjamaah, maka ia akan menemukan – dengan izin-Nya – kemudahan untuk bangun menunaikan solat subuh. Ini adalah sesuatu yang telah terbukti, seseorang yang tersibukan perhatianya dengan sesuatu, ia sering kali tidak akan nyenyak dalam tidurnya, ini sesuatu yang wajar, bahkan hal tersebut terjadi juga pada anak kecil, ketika ia dijanjikan akan diajak pergi tamasya di pagi hari, ia pasti bangun sebelum yang lainya, meski tidak ada seorangpun yang membangunkanya.
2.Tidur di waktu awal (tidak larut malam), dan banyak orang yang mengetahui dengan detail batas waktu kapan ia harus tidur agar dapat bangun subuh, dan jika melampaui batas waktu tersebut ia pasti akan ketinggalan solat, maka dalam kondisi ini ia tidak boleh bergadang hingga melewati batas waktu yang dapat menyebabkanya jatuh ke dalam kelalaian dalam menunaikan kewajiban ini.
3.Menggunakan alat-alat peringatan seperti alarm jam, handphone,dll. Namun ada sebagian orang yang karena terlalu nyenyak tidur hingga tidak dapat mendengar bunyi alarm, dan ada juga sebagian orang yang setiap kali mendengar bunyinya mematikanya tanpa kesadaran.
Dan ada beberapa cara untuk mengeraskan suara alarm, diantaranya:
Meletakanya di panci, atau membalikan panci dan meletakan alarm di atasnya, maka suaranya akan lebih tinggi. Begitu pula handphone, letakan dengan bel getar, dan taruh di atas panci, dan jika kamu di kamar dan kamu pakai panci yang yang melengkung-lengkung (tidak rata sisi-sisinya), maka bunyi suaranya akan menjadi seperti gempa, dan dapat membangunkan tetangga!
Adapun terkait orang yang suka secara tidak sadar mematikan alarm, maka bisa di atasi dengan memperbanyak alarm dan membedakan waktu bunyi masing-masing alarm, misalnya dengan memberi jarak antara masing-masing dengan beberapa menit, atau dengan cara mempencar tempat masing-masing alarm.
4.Memanfaatkan teknologi pendingin pada musim panas. Sebagian AC dilengkapi dengan menu yang dapat mengatur waktu nyalah dan mati, dengan demikian dapat dilakukan setting mati satu jam atau beberapa jam sebelum waktu bangun yang diinginkan. Adapun AC yang tidak dilengkapi dengan teknologi ini, dapat ditambah dengan memasang alat kecil yang disebut dengan timer, caranya dipasang di dinding dapat dapat mengatur lama nyala AC selama dua belas jam, misalnya anda tidur jam satu malam, sedang anda ingin bangun jam tiga, maka letakan alat itu pada angka dua, sehingga Ac akan bekerja selama dua jam kemudian langsung mati setelah itu. Panas cukup dapat mengurangi tidur nyenyak meski mungkin masih belum dapat membangunkanmu sebelum bel alarm menyala.
5.Dan diantara sarana-sarana untuk membangunkan adalah banyak minum sebelum tidur, dan tidak pergi ke toilet, niscaya rasa ingin buang air akan dapat membangunkanmu tanpa harus menggunakan jam alarm, dengan mencoba anda akan tahu kemanjuran cara ini, dan bagaimana cara ini dapat membantumu bangun pada waktu yang tepat.
6.Terkadang manusia terpaksa harus bergadang karena suatu tuntutan, hingga ia merasa tidak akan dapat bangun pada waktu solat, maka solusinya adalah dengan merubah posisi tidur, atau merubah alas tidurnya, misalnya tidur di atas lantai tanpa alas, atau tanpa bantal di luar kamar tidurnya, dan begitu seterusnya selalu melakukan perubahan-perubahan yang dapat mengusir tidur yang nyenyak dan dapat meringankan proses bangun.
Inilah yang terlintas dalam benak sekarang, barangkali ada hal-hal yang terlintas dalam benak anda yang dapat menjadi point tambahan.
Wallahu a'lam semoga solawat dan salam senantiasa tercurah kepada Muhamad, keluarga dan sahabatnya.

Baca selanjutnya ..

Selasa, 12 April 2011

Istri Yang Menyejukkan Hati

ISTRI YANG MENYEJUKKAN HATI

Sebaris kisah ini dapat menjadi inspirasi bagi seorang istri yang ingin menjadi perhiasan terindah dunia dan bidadarinya akhirat  yaitu wanita shalihah. Semoga melalui kisah ini dapat menjadi inspirasi bagi seseorang yang mendambakan keluarga sakinah mawadah wa rahmah yang diridhai oleh Allah  ‘Azza wa jalla


Ia menceritakan pengalamannya:
“Ketika aku menikahi Zainab binti Hudair aku berkata dalam hati: Aku telah menikah dengan seorang wanita Arab yang paling keras dan paling kaku tabiatnya. Aku teringat tabiat wanita-wanita bani Tamim dan kerasnya hati mereka. Aku berkeinginan untuk menceraikannya. Kemudian aku berkata (dalam hati): “Aku pergauli dulu (yaitu menikah dan berhubungan dengannya), jika aku dapati apa yang aku suka, aku tahan ia. Dan jika tidak, aku ceraikan ia.”
Kemudian datanglah wanita-wanita bani Tamim mengantarkannya. Dan setelah ditempatkan dalam rumah, aku berkata, “Wahai fulanah, sesungguhnya menurut sunnah apabila seorang wanita masuk menemui suaminya hendaklah si suami shalat dua rakaat dan si istri juga shalat dua rakaat.”
Akupun bangkit mengerjakan shalat kemudian aku menoleh ke belakang ternyata ia ikut shalat di belakangku. Seusai shalat para budak-budak wanita pengiringnya datang dan mengambil pakaianku dan memakaikan padaku pakaian tidur yang telah dicelup dengan za’faran.
Dan tatkala rumah sudah kosong, aku mendekatinya dan aku ulurkan tanganku kepadanya. Ia berkata, “Tahan dulu (sabar dulu).”
Aku berkata dalam hati, “Satu malapetaka telah menimpa diriku.” (yakni musibah telah menimpa dirinya)
Lalu ia memuji Allah kemudian memanjatkan shalawat atas Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam lalu berkata, “Aku adalah seorang wanita Arab. Demi Allah, aku tidak pernah melangkah kecuali kepada perkara yang diridhai Allah. Dan engkau adalah lelaki asing, aku tidak mengenali perilakumu (yakni aku belum mengenal tabiatmu).
Beritahulah kepadaku apa saja yang engkau suka hingga aku akan melakukannya dan apa saja yang engkau benci hingga aku bisa menghindarinya.”
Aku berkata kepadanya, “Aku suka begini dan begini (Syuraih menyebutkan satu persatu perkataan, perbuatan, makanan dan segala sesuatu yang disukainya) dan aku benci begini dan begini (Syuraih menyebutkan semua perkara yang ia benci).”
Ia berkata lagi, “Beritahukan kepadaku siapa saja anggota keluargaku yang engkau suka bila ia mengunjungimu?”
Aku (Syuraih) berkata, “Aku adalah seorang qadhi, aku tidak suka mereka (anggota keluargamu) membuatku bosan.”
Maka akupun melewati malam yang paling indah, dan aku tidur tiga malam bersamanya. Kemudian aku keluar menuju majelis qadha’, dan aku tidak melewati satu hari melainkan hari itu lebih baik daripada hari sebelumnya.
Tibalah waktu kunjungan mertua.
Yaitu genap satu tahun (setelah berumah tangga).
Aku masuk ke dalam rumahku. Aku dapati seorang wanita tua sedang menyuruh dan melarang.
Aku bertanya, “Hai Zainab, siapakah wanita ini?”
Istriku menjawab, “Ia adalah ibuku.”
“Marhaban”, sahutku.
Ia (ibu mertua) berkata, “Bagaimana keadaanmu hai Abu Umayyah?”
“Alhamdulillah baik-baik saja”, jawabku.
“Bagaimana keadaan istrimu?” Tanyanya.
Aku menjawab, “Istri yang paling baik dan teman yang paling cocok. Ia mendidik dengan baik dan membimbing adab dengan baik pula.”
Ia berkata, “Sesungguhnya seorang wanita tidak akan terlihat dalam kondisi yang paling buruk tabiatnya kecuali pada dua keadaan: Apabila sudah punya kedudukan di sisi suaminya dan apabila telah melahirkan anak. Apabila engkau melihat sesuatu yang tak mengenakkan padanya pukul saja. Karena, tidaklah kaum lelaki memperoleh sesuatu yang lebih buruk dalam rumahnya selain wanita warhaa’ (yaitu wanita yang tidak punya kepandaian dalam melakukan tugasnya).
Syuraih berkata, “Ibu mertuaku datang setiap tahun sekali kemudian ia pergi sesudah bertanya kepadaku tentang apa yang engkau sukai dari kunjungan keluarga istrimu ke rumahmu?”
Aku menjawab pertanyaannya, “Sekehendak mereka!” Yaitu sesuka mereka saja.
Aku hidup bersamanya selama dua puluh tahun, aku tidak pernah sekalipun mencelanya dan aku tidak pernah marah terhadapnya.”
Dikutip dari buku Agar Suami Cemburu Padamu karya Dr. Najla’ As-Sayyid Nayil, penerbit Pustaka At-Tibyan

Baca selanjutnya ..

Setiap Periode Melahirkan Pemimpin

Setiap Periode Melahirkan Pemimpin


Setiap Periode /jaman pasti melahirkan pemimpin sesuai dengan kebutuhan dan kondisi keadaan yang ada, juga sesuai dengan Ketentuan-Nya. jaman Pra Kemerdekaan, banyak dilahirkan para pemimpin pergerakan yang berorientasi pada Kemerdekaan dan upaya pencapaian kemerdekaan.
Setelah Kemerdekaan, seharusnya dilahirkan para pemimpin yang mampu dan berorientasi pada kesejahteraan rakyat yang sudah dimerdekakan. Tongkat estafet kepemimpinan haruslah dipegang oleh para pemimpin yang memang fokus pada peningkatan taraf hidup Masyarakat /rakyat dari pra sejahtera menjadi sejahtera. Itupun juga sesuai dengan Ketentuan-Nya.


Lantas kalau kita lihat kenyataannya tidaklah demikian, apakah ada yang salah dengan ketentuan-Nya. Tidak ada yang salah Ketentuan-Nya, yang salah adalah kita…kita tidak mengikuti ketentuan yang sudah direncanakan-Nya. Kita membelokkan ketentuan-Nya sesuai dengan keinginan nafsu akan kekuasaan, sehingga berjalan tanpa tuntunan dan Ridho-nya.
Kenapa saya katakan demikian ? Karena pada kenyataannya sejak zaman Orde Baru semua direkayasa sesuai dengan keinginan penguasa, pemilu direkayasa demi mempertahankan kekuasaan, Undang-Undang sebagai pedoman bernegara di amandemenkan sesuai dengan keinginan penguasa, semua diatur sesuai dengan keinginan yang berkuasa. Selanjutnya terus demikian. Generasi penerus sebagai regenerasi kepemimpinan tidak pernah diciptakan.
Sehingga kualitas kepemimpinannyapun tidaklah berbeda dengan yang menciptakan.
Krisis moral kepemimpinan terus berkelanjutan, kalaupun ada calon pemimpin yang baik, itupun akan dipatahkan. Kejahatan politik secara sistematis terus direncanakan demi mempertahankan kekuasaan, agar kekuasaan tidak jatuh ketangan pemimpin yang lebih baik. Dengan demikian kejahatan politik dimasa lalu susah untuk diungkapkan. Modus mempertahankan kekuasaan ala Orde Baru terus dilanjutkan oleh generasi penerus cita-cita Orde Baru, “Melanggengkan Kekuasaan demi melindungi kekayaan hasil rampasan”.
Inilah yang sedang terjadi saat ini, sehingga krisis moral kepemimpinan terus berkelanjutan, tanpa ada yang mampu menghalangi. Penjahat negara sudah menjadi kroni penguasa, dengan demikian kejahatan dengan aman bisa terlindungi. Ketika sebuah negara dipimpin tanpa memberikan keteladanan yang baik, maka negara tersebut hanya akan melahirkan penjahat dimasa datang, dan negara tersbut tidak akan pernah merasakan sebuah kejayaan

Baca selanjutnya ..

Senin, 11 April 2011

Khutbah Jum'at

Khut’bah Jum’at dari Rasa Ngantuk sampai yang Bosan


Shalat jum’at hukumnya wajib. Wajib datang, ikut aturan, mekanisme apapun diikuti. Kita tak bertanya, mengapa shalat jum’at itu ada. Tapi apa yang dilakukan ketika kegiatan ibadah itu dilakukan.
Ngantuk dan bosan, menempeL di wajah jamaah jum’at kebanyakan. Kita semua kebanyakan pernah mengalaminya. Tapi kontras dengan wajah khatib yang umumnya datar tanpa ekspresi di depan teks bacaannya, atau yang berkoar-koar memekik telinga.
Tak ada yang salah. Itulah adanya. Digambarkan apa adanya. Berulang-ulang tiap minggu untuk sekedar adanya.
Hampir kita mendengar seruan khutbah yang tak ada bedanya. Mengulang-ulang untuk mengingatkan umat/jamaah yang sering lupa diri. Lupa shalat, lupa zakat, lupa bersedekah, lupa baca Qur’an sampai lupa selalu bertaqwa.

Memang kita umat pelupa. Mungkin. Sering diingatkan, malah sering lupa. Lupa karena sering, atau lupa karena bosan. Tetapi selalu tak lupa untuk mengantuk.
Kapan selesai, kapan pulang. Lebih cepat lenih baik. Pulang dengan ngantuk menghilang ketika keluat pintu masjid. Tak ada oleh-oleh pencerahan. Hanya menitipkan angka amal yang tercatat teliti oleh malaikat. Itupun kalau jumatannya sah, kata ustad.
Jadi bagaimana pantasnya? Mungkin kuping perlu dilebarkan. Menangkap apa saja yang terlontar. Mau doktrinal, politis, netral, seakan tak peduli. Fungsi telinga hanya mendengar, sementara mulut terkunci menunggu isyarat waktu untuk dipakai. Maka, mendengarlah. Jangan bertanya, jangan protes, itu tak baik. Yang baik adalah duduk tenang, mendengar/ mengantuk juga boleh asal sekalian jangan tidur.
Tapi, apa salah berkhayal. Bermimpi menikmati suguhan khutbah jum’at yang enak dicerna, tak membosankan, tak mengingatkan sekedarnya. Tapi membuka mata dan memperdengarkan hal yang tak terpikirkan sebelumnya. Kapan saatnya itu? Saya mau melakukannya. Namun takut. Takut demam panggung. Takut disuruh turun, takut diusir, takut dituduh kafir. Karena selama ini ada aturan dan dosa yang membuatku takut.

Baca selanjutnya ..

Sekilas Tentang PNPM Mandiri

Sekilas Tentang PNPM Mandiri


Mungkin sebagian orang sudah mengetahui apa itu PNPM Mandiri (Program Pemberdayaan Nasional Masyarakat). Hal ini juga bukan hal yang memang baru, sudah berjalan beberapa tahun. PNPM Mandiri adalah sebuah program yang diselenggarakan oleh Departemen Pekerjaan Umum yang berfungsi untuk membantu kesejahteraan masyarakat. Sebelum adanya program ini, ada juga yang bernama P2KP (Proyek Penanggulangan Kemiskinan di Perkotaan). Lalu diperbaharui menjadi PNPM Mandiri. Ini ditujukan untuk desa desa di Indonesia agar bisa lebih maju di dalam tingkat terkecil yaitu desa. Diharapkan dengan adanya program ini bisa memajukan Indonesia dengan bermula dari hal yang kecil.


Sebenarnya, program ini dilaksanakan untuk membentuk dan menumbuhkan swadaya masyarakat mengenai pembangunan desa dan kesejahteraan sosial. Yang dimulai dengan sosialisasi kepada masyarakat desa, lalu dibentuklah para relawan relawan yang siap membangun desa secara ikhlas tanpa mengharapkan imbalan. Dari relawan yang ada dibentuklah BKM ( Badan Keswadayaan Masyarakat) yang anggotanya dibatasi dan terdapat satu koordinator. Fungsi Utama BKM ini sendiri adalah untuk menggerakkan masyarakat dan menanggulangi kemiskinan. BKM ini yang merencanakan program program dengan menunjuk KSM yang terdiri dari relawan relawan desa.
Bukan hal yang mudah untuk melakukan pekerjaan ini, butuh waktu untuk pensosialisasikan kepada masyarakat, pembentukan relawan, BKM, KSM serta birokrasi birokrasi untuk pelaporan tiap kegiatan yang dilaksanakan. Anggaran yang diterima untuk segala yang dibutuhkan atau disebut dengan BLM (Bantuan Langsung Masyarakat) diturunkan dalam beberapa tahap, tidak turun sekaligus. Tahap pertama 20%, tahap kedua 50% dan tahap ketiga 30%. Prosesnya juga tidak mudah, membutuhkan pertanggungjawaban yang besar dan para relawan ini sama sekali tidak dibayar.
Ada tiga hal utama yang dilakukan dalam PNPM Mandiri ini yaitu bidang ekonomi, sosial dan lingkungan. Untuk bidang ekonomi, terdapat pemberian pinjaman tanpa bunga untuk masyarakat yang memiliki usaha kecil. Pinjaman itu dijadikan modal yang berputar dan akan dikembalikan lagi nantinya. Dalam bidang sosial, ini lebih kepada pemberian pelatihan pelatihan kepada masyarakat agar memiliki keahlian seperti pelatihan menjahit, ini juga disesuaikan dengan apa yang dibutuhkan desa tersebut. Yang terakhir adalah lingkungan, ini adalah pembetulan sarana dan prasarana di desa, seperti pembangunan jalan kecil, irigasi, ketersediaan air bersih,MCK, ketersediaan tempat sampah, penerangan umum, jembatan dan lain sebagainya.
Program ini sebagian besar dilaksanakan dengan baik karena setiap desa diberikan fasilitator yang berguna untuk memberi pengarahan agar tujuan program tercapai dan masyarakat bisa mempercayakan program program yang dilakukan kepada BKM nya. Laporan keuangannya pun diaudit oleh auditor independen dari pemerintah daerah yang sudah ditunjuk.
Yang terkadang menjadi kendala menurut salahsatu Ketua BKM sebuah desa yang pernah saya wawancara adalah terkadang masyarakat desa masih tidak mengerti pemberian bantuan ini. Mereka menganggap bahwa mereka diberi bantuan secara full. Mereka hanya ingin dibantu yang bersifat benda saja dan langsung mereka terima. Dan terkadang masyarakat tidak percaya terhadap pengelolaanBKM, padahal BKM sudah seringkali berdiskusi melalui KSM KSM yang ada. Namun, program yang dilakukan untuk memancing masyarakat desa agar bisa berusaha lebih giat lagi dalam bekerja, berekonomi dan bergotong royong sesama masyarakat di desa. Program ini menumbuhkan kepedulian sesama masyarakat, saling bekerjasama dan membangun desanya bersama sama.
Dari berbagai sumber yang terkait.

Baca selanjutnya ..

Minggu, 10 April 2011

Forum BKM

Tentang BKM
Forum Antar anggota PK BKM merupakan wadah dan/atau wahana individu anggota BKM untuk secara bersama-sama dan teratur mengadakan dialog-diskusi-konsultasi tentang berbagai masalah dalam upaya mengembangkan peran dan fungsi BKM sebagai institusi lokal yang bertanggung jawab mengatasi kemiskinan di wilayah Kelurahan Bringin. Penguatan Forum Antar anggota PK BKM di Kelurahan Bringin dapat memainkan peran penting dalam upaya untuk mewujudkan terbangunnya jaringan, komunikasi dan kerjasama antar anggota PK BKM sendiri, BKM dengan pihak lainnya dan juga dapat memfasilitasi serta berperan aktif dalam menjalin kerjasama dengan pihak pemerintah daerah maupun dengan lembaga swasta lainnya. 
Tujuan Forum Antar anggota PK BKM di Kelurahan Bringin dapat memainkan peran penting dalam upaya untuk mewujudkan terbangunnya jaringan, komunikasi, dan kerjasama antar BKM sendiri, BKM dengan pihak lainnya dan juga dapat memfasilitasi serta berperan aktif dalam menjalin kerjasama dengan pihak pemerintah daerah maupun dengan lembaga swasta lainnya.


STRATEGI DAN ORIENTASI :
1. Visi, Misi dan Tujuan
- Visi dan Misi Forum BKM relevan atau sesuai dengan permasalahan masyarakat (kemiskinan).
- Visi, Misi dan Tujuan Forum BKM tertulis dalam statuta Forum BKM.
- Anggota Forum BKM dan masyarakat memahami Visi, Misi dan Tujuan Forum BKM.
- Forum BKM secara periodik mengevaluasi Visi, Misi dan Tujuan Forum BKM.
- Kegiatan-kegiatan Forum BKM dievaluasi mengacu pada Visi, Misi dan Tujuan Forum BKM.

2. Efektivitas Struktur Organisasi Forum BKM 
- Pengurus Forum BKM dipilih secara demokratis dalam pertemuan yang dihadiri oleh anggota Forum BKM.
- Pengurus atau bidang-bidang organisasi Forum berfungsi aktif menjalankan kegiatan Forum BKM.
- Komunikasi pengurus Forum BKM dan anggota Forum berjalan aktif.
- Pengurus Forum BKM memiliki jadual pertemuan rutin yang dihadiri oleh seluruh pengurus.
- Forum BKM memberikan pertanggungjawaban kepada anggota Forum secara berkala sesuai mekanisme yang disepakati.
 
3. Efektivitas Perencanaan, Implementasi dan Evaluasi Forum BKM
- Setiap awal tahun Forum BKM mengembangkan perencanaan yang memuat tujuan dan rencana kerja yang jelas yang akan Perencanaan didasarkan pada informasi yang terkumpul melalui survei atau metode pengumpulan informasi lainnya untuk mengetahui kepentingan dan kebutuhan anggota Forum dan kondisi kemiskinan terkini.dilakukan tahun tersebut.
- Berbagai kegiatan yang dilakukan Forum BKM selalu mengikutsertakan anggota Forum.
- Forum BKM memiliki buletin atau media komunikasi lainnya yang selalu memberikan informasi kegiatan Forum kepada masyarakat.
- Evaluasi setelah pelaksanaan kegiatan selalui dilakukan untuk mendapatkan pembelajaran dari pengalaman.

4. Manfaat Forum BKM bagi Anggota dan Masyarakat
- Forum BKM memiliki media komunikasi yang mempertukarkan pengalaman antar BKM dalam kerja-kerja penanggulangan kemiskinan.
- Forum BKM mengusahakan dukungan sumberdaya dari luar (pemerintah dan organisasi non-pemerintah) untuk mengembangkan BKM.
- Forum BKM menjadi ‘amplifier’ yang memperkeras suara-suara warga miskin untuk peningkatan kesejahteraan.
- Forum BKM melakukan upaya-upaya untuk merubah kebijakan dan tindakan pemerintah untuk fokus pada penanggulangan kemiskinan.
- Forum BKM melakukan upaya-upaya untuk memperbesar dukungan seluruh lapisan masyarakat sipil bagi penanggulangan kemiskinan.

Baca selanjutnya ..

Senin, 04 April 2011

Undangan BKM

Di beritahukan kepada seluruh warga,khususnya Wakil-wakil yang terpilih dalam proses pemilihan anggota BKM,
1.Bp Sarsamto
2.Bp H Kemas
3.Bp Ismail
4.Bp Zukhron
5.Bp.Darmanto
Bahwa Pertemuan akan di adakan pada,
Hari :Selasa
Tggl :5 April 2011
Jam :Ba'da Isya'
Tempat:Balai Kelurahan Bringin.
Demikian kami sampaikan,Atas perhatian dan kerja samanya kami ucapkan Terima kasih.

Tertanda,
Administrator RT

Baca selanjutnya ..

Mengemban Amanah

BERBAHAGIALAH MENGEMBAN AMANAH



Sekecil apapun suatu pekerjaan jika dilakukan dengan hati terpaksa diiringi keluh kesah, niscaya akan terasa berat bak menanggung beban sebesar gunung. Sebaliknya, seberat apapun suatu pekerjaan jika dilakukan dengan penuh keikhlasan, kegembiraan dan harapan, niscaya akan terasa ringan dan menyenangkan. Memang benar! Tanggung jawab seorang ibu tidaklah ringan. Tugas dan kewajiban yang dipikulnya tidaklah sedikit Siapapun tak bisa menyangkal, seorang ibu rumah tangga hampir-hampir tak mempunyai waktu istirahat. Pekerjaannya seolah selalu tampak di depan mata tak pernah ada habisnya. Kalau seorang ayah bisa tidur nyenyak di malam hari, lain halnya dengan seorang ibu. Tangis si kecil terkadang mengusik tidur malamnya. 

Tugas seorang wanita begitu universal. Sebagai seorang permaisuri pendamping suami, seorang ibu, pengasuh sekaligus guru bagi para anaknya, bahkan sebagai pelayan yang harus selalu siap dipakai tenaganya. Tak jarang para ibu merasa jenuh, letih dan menganggapnya sebagai suatu himpitan yang begitu menyiksa. Inilah celah yang dimanfaatkan setan untuk melancarkan aksinya. Bak gayung bersambut, para wanita yang lemah imannya pun berbondong-bondong meninggalkan rumah mereka. Mereka berusaha mencari solusi pemecahan dengan meneriakkan slogan emansipasi dan menuntut persamaan hak dengan kaum pria. Mereka menutup mata dari bahaya yang timbul akibat semua itu. Akibat amanah dan tanggung jawab yang disia-siakan seorang ibu. Anak menjadi liar, suami tidak lagi mendapatkan kedamaian. Akhirnya keharmonisan rumah-tangga pun terancam. 


sebagai wanita mukminah yang benar keimanannya. Ia tidak akan mengadopsi solusi-solusi pemecahan yang hanya mengundang murka Allah Azza wa Jalla. Jalan keluar yang hanya akan memicu munculnya masalah-masalah baru yang lebih runyam. Lalu bagaimana caranya? Itulah pertanyaan yang harus kita jawab. Salah satunya adalah dengan mengkaji lebih dalam hikmah di balik tanggung jawab itu.

JERIH PAYAH KITA TIDAK SIA-SIA
Allah Subhanahu wa Ta'ala adalah Dzat yang telah menciptakan manusia. Sudah barang tentu, Dia pulalah yang paling mengetahui perkara-perkara yang dapat mendatangkan mashlahat maupun mudharat. Dia pula yang paling mengethui tugas dan amanat apa yang paling sesuai dan selaras bagi masing-masing makhluk-Nya. Demikian halnya dengan kaum wanita. Allah Subhanahu wa Ta'ala yang paling mengetahui tugas dan tanggung jawab apa yang paling sesuai bagi kita. Allah Subhanahu wa Ta'ala berfirman:

وَقَرْنَ في بُيُوْتِكُنَّ

Dan hendaklah kamu tetap di rumahmu." [Al Ahzab:33]

Allah Subhanahu wa Ta'ala memerintahkan kaum wanita untuk melazimi rumahnya. Bahkan hukumnya makruh bagi seorang wanita keluar dari rumahnya, tanpa adanya suatu keperluan, berdasarkan ayat di atas dan juga sabda Nabi Shallallahu 'alaihi wa sallam.
:
الْمَرْأَةُ عَوْرَةٌ فَإِذَا خَرَجَتِ اسْتَشْرَفَهَا الشَّيْطَانُ

Wanita itu aurat, jika ia keluar maka akan diintai oleh setan. [HR At-Tirmidzi]

Sebagian kita kemudian bertanya : Mengapa wanita harus selalu tinggal di rumah? Bukankah wanita juga mempunyai potensi? Bahkan tidak sedikit kaum wanita yang memiliki tingkat intelegensi dan skill lebih dari kaum pria. Bukankah kita mampu bersaing dengan kaum pria? Demikianlah syubhat-syubhat yang sering dihembuskan setan dan bala tentaranya. Sekarang mari kita renungkan!

Mau tidak mau kita harus mengakui bahwa wanita adalah makhluk yang lemah. Lemah dari segi fisik, lemah dalam akal maupun agamanya. Karena itulah Allah Subhanahu wa Ta'ala menjaga mereka dengan penjagaan terbaik. Melindungi kaum wanita dengan sebaik-baik hijab yaitu rumah mereka. Selain itu, realita membuktikan bahwa tugas-tugas di dalam rumah tidak mungkin dapat dilaksanakan dengan sempurna kecuali oleh seorang wanita. Karena itulah Allah Yang Maha bijaksana menjadikan rumah sebagai amanah bagi mereka. Dalam sebuah hadits Rasulullah Shallallahu 'alaihi wa sallam bersabda:

وَالْمَرْأَةُ رَاعِيَةٌ عَلَى بَيْتِ بَعْلِهَا وَوَلَدِهِ وَهِيَ مَسْئُولَةٌ عَنْهُمْ

Seorang wanita adalah pemimpin di dalam urusan rumah tangga serta anak-anaknya dan akan dimintai pertanggungjawaban atas apa yang dipimpinnya. [H.R.Muslim]

Sebuah amanah yang sudah selayaknya dijaga dan dilaksanakan sebaik-baiknya. 

Ketika menjelaskan beberapa sifat orang-orang yang beriman, Allah Subhanahu wa Ta'ala menyebutkan bahwa di antara sifat mereka adalah menjaga amanah yang dibebankan di atas pundak mereka. Allah Subhanahu wa Ta'ala berfirman.

وَالَّذِينَ لأََمنتهِم وَعَهْدِهِم راَعُون

Dan orang-orang yang memelihara amanah-amanah (yang dipikulnya) dan janjinya. [Al Mukminun:8]

Selanjutnya Allah Subhanahu wa Ta'ala menjanjikan balasan bagi mereka seraya berfirman:

ءولئك هُمُ الوَارِثُون{10} الَّذِين يَرِثُونَ الفِرْدَوسَ هُم فِيهَا خَالِدُونَ

Mereka itulah orang-orang yang akan mewarisi, yakni yang akan mewarisi jannah Firdaus. Mereka kekal di dalamnya. [Al Mukminuun: 10-11]

Benar! Surga yang telah Allah janjikan. Lalu, adakah balasan yang lebih baik dari itu? Bukankah surga merupakan cita-cita tertinggi setiap pribadi muslim? Maka, sudah saatnya kita memompa semangat yang mulai mengendur. Kita bangun kembali harapan yang mulai memudar. Kita sambut tugas-tugas hari esok dengan penuh harapan. Dengan penuh keyakinan bahwa jerih payah kita tidaklah sia-sia. Setiap tetesan keringat kita itu memiliki nilai di sisi Allah Azza wa Jalla. 

BERKURANG IBADAH SETELAH MENIKAH ? 
Keluhan seperti ini kerap kali kita dengar dari mereka, yang dulunya rajin bangun ditengah malam menegakkan qiyamullail (shalat malam), rajin mengerjakan puasa-puasa sunah, tekun belajar, menghafal Al Qur'an, menghadiri majelis ta'lim, dan lain sebagainya. Setelah menapaki kehidupan rumah tangga tiba-tiba semuanya menjadi berubah dengan kehadiran seorang suami, disusul lahirnya anak pertama, kedua, ketiga dan seterusnya. Kini, kekhusu'an shalat sering terpecahkan deru tangis sang bayi. Rasa letih kadang menghalanginya bangun di tengah malam. Jangankan mengerjakan shaum sunah, shaum wajib pun kadang tak mampu ia tunaikan. Saat sedang membaca tiba-tiba suami meminta untuk dilayani, dan masih banyak lagi. Sekarang ia merasakan waktu menjadi sangat sempit hingga terbersit dalam benaknya bahwa rumah tangga telah mengurangi ibadahnya kepada Allah. Apa memang benar begitu? Benarkah keluarga menghalangi seorang wanita untuk mendekatkan diri kepada Rabbnya?

Di sini kita perlu meluruskan persepsi. Mungkin anggapan itu benar, jika yang dimaksud adalah ibadah-ibadah ritual seperti shalat, shaum, dan yang semisalnya. Karena tugas dan tanggung jawab seorang wanita jelas bertambah ketika ia telah menjadi ibu rumah tangga. Namun seorang muslimah yang memahami makna ibadah dengan benar, tentu tidak akan berasumsi semacam ini. 

Para ulama mengatakan, ibadah meliputi segala sesuatu yang disukai dan diridhai Allah berupa perkataan dan perbuatan yang lahir maupun batin. Segala aktivitas kita sehari-hari bisa bernilai ibadah. Dalam sebuah hadits Rasulullah Shallallahu 'alaihi wa sallam bersabda.

وَفِي بُضْعِ أَحَدِكُمْ صَدَقَةٌ

Dan mendatangi istri adalah shadaqah. [HR Muslim]

Dalam hadits lain beliau Shallallahu 'alaihi wa sallam bersabda.

إِنَّكَ لَنْ تُنْفِقَ نَفَقَةً تَبْتَغِي بِهَا وَجْهَ اللَّهِ إِلَّا أُجِرْتَ عَلَيْهَا حَتَّى مَا تَجْعَلُ فِي فَمِ امْرَأَتِكَ

Sesungguhnya, tidaklah engkau mengeluarkan nafkah dengan mengharap wajah Allah kecuali engkau diganjari pahala atasnya hingga sesuatu yang engkau suapkan ke dalam mulut istrimu. [HR Al-Bukhari]

Di dalam kitab Fathul Bari, Al Hafizd Ibnu Hajar menukil perkataan An-Nawawi, "Faidah yang ingin dipetik dalam hadits ini, ialah sabda Nabi Shallallahu 'alaihi wa sallam, "mengharap, yakni mencari, wajah Allah".

Imam An-Nawawi menarik sebuah faidah : Suatu aktifitas bilamana bersesuaian dengan kebenaran, maka tidaklah mengurangi nilai pahalanya (bila niatnya untuk beribadah). Sebab, menyuapkan tangan ke mulut istri biasanya dilakukan saat bercanda dengannya. Tentu saja hal tersebut bercampur dengan nafsu syahwat.

Namun demikian, bila tujuannya mengharap pahala Allah, niscaya ia akan memperolehnya dengan karunia dari Allah.

Ibnu Hajar melanjutkan : Dalam hadits lain disebutkan secara lebih gamblang lagi dari sekedar menyuapkan tangan ke mulut istri. Yaitu hadits yang diriwayatkan oleh Imam Muslim dari Abu Dzar Radhiyallahu 'anhu, disebutkan : Dan mendatangi istrinya juga terhitung sedekah!.

Para sahabat bertanya: Wahai Rasulullah, apakah seseorang yang melampiaskan syahwatnya juga mendapat pahala? Rasulullah berkata : Bagaimanakah menurut kalian bila ia melampiaskannya pada saluran yang haram?

Imam An-Nawawi melanjutkan : Jika demikianlah keadaannya, yakni perkara yang dikehendaki oleh nafsu, tentu lebih layak bila ganjaran pahala itu diberikan atas perkara yang tidak dikehendaki oleh nafsu!?

Beliau melanjutkan. Perumpamaan dengan menyuapkan tangan ke mulut istri tujuannya adalah untuk lebih mempertegas kaidah ini. Sebab, bilamana menyuapkan tangan ke mulut istri sekali suap saja sudah berpahala, tentu pahala lebih layak diberikan kepada siapa yang memberi makan orang-orang yang membutuhkan makanan, atau mengerjakan amalan ketaatan yang tingkat kesulitannya lebih besar daripada sesuap nasi yang diberikan kepada istri, yang tentu saja nilainya lebih rendah.

Lebih dari itu dapat dikatakan, jikalau pahala diberikan kepadanya karena ia telah memberi makan istrinya, yang tentunya ia juga memperoleh keuntungan darinya. Sebab makanan itu akan membuat tubuh istrinya tampak lebih cantik. Dan biasanya nafkah yang ia berikan kepada istrinya lebih banyak didorong oleh faktor nafsu. Tentu berbeda dengan bersedekah kepada orang lain yang tentunya lebih banyak menuntut pengorbanan, wallahu a'alam."

Jika sekarang ibadah ritual yang kita laksanakan berkurang, namun kita memiliki kesempatan untuk melaksanakan ibadah dalam bentuk lain yang tidak ia dapatkan semasa gadis. Berbakti dan berkhidmat kepada suami, mendidik dan mengasuh anak-anak, mengatur urusan rumah tangga, dan lain sebagainya. Di samping itu Islam adalah agama yang mudah dan fleksibel. Di sela-sela kesibukan sehari-hari, masih banyak ibadah yang bisa kita lakukan. Dengan senantiasa berdzikir, mempertebal rasa syukur, beramar ma'ruf nahi munkar, memperbanyak tasbih, tahmid, takbir, tahlil, serta istighfar.

JADIKAN SELURUH AKTIVITASMU SEBAGAI IBADAH
Bila suatu amal yang besar bisa hancur karena niat yang melenceng, maka sebaliknya sebuah amal yang tampaknya sepele bisa menjadi sebuah ibadah yang bernilai karena niat yang lurus. Sekilas, rutinitas seorang istri sehari-hari memang tampak sepele. Seperti menyediakan hidangan, mengurus pakaian, merapikan rumah, melayani suami dan lain sebagainya. Tidaklah kita ingin semua itu menjadi ibadah yang bernilai. Tentu saja! Karena itu, hendaknya setiap wanita menata hati dan menjaga ketulusan niat semata-mata untuk meraih keridhaan Allah. Sebagaimana Allah Subhanahu wa Ta'a memerintahkan setiap istri untuk meraih ridha suami.

Kerjakanlah setiap tugasmu sebaik mungkin dan profesional untuk mendapatkan keridhaan suami. Siapa wanita yang tidak mendambakan di dunia suami semakin cinta dan di akhirat ia mendapat surga'?

Demikian juga halnya dengan tugas-tugas sebagai seorang ibu. Mengasuh dan mendidik anak-anak kita, mendampingi dan membimbing mereka. Hendaknya kita lakukan semua itu dengan mencurahkan segenap kemampuan yang ada. Karena mereka adalah tabungan bagi kita, pada saat pahala seluruh amalan telah terputus. Saat pahala shalat dan puasa tak lagi bisa kita raih. Namun doa anak yang shalih, dan ilmu yang yang bermanfaat yang kita ajarkan kepada mereka akan terus mengalirkan pahala. Rasulullah Shallallahu 'alaihi wa sallam bersabda.

إِذَا مَاتَ الْإِنْسَانُ انْقَطَعَ عَنْهُ عَمَلُهُ إِلَّا مِنْ ثَلَاثَةٍ إِلَّا مِنْ صَدَقَةٍ جَارِيَةٍ أَوْ عِلْمٍ يُنْتَفَعُ بِهِ أَوْ وَلَدٍ صَالِحٍ يَدْعُو لَهُ 

Apabila seorang anak Adam mati maka terputuslah seluruh amalnya kecuali dari tiga perkara: Sedekah jariyah, ilmu yang bermanfaat atau anak yang shalih yang selalu mendoakannya. [HR Muslim]

JANGANLAH ENGGAN BERDO'A
Sebagai insan yang lemah kita menyadari , bahwa kita tidak akan mampu memikul amanah ini tanpa kekuatan dan pertolongan dari-Nya. Amanah ini merupakan beban yang sangat berat kecuali jika Dia meringankannya. Akan menjadi sesuatu yang sulit, kecuali jika Dia memudahkannya. 

Bukan suatu aib apabila kita banyak meminta dan berdoa kepada-Nya. Jadi, apa salahnya jika setiap hendak memulai aktivitas pada pagi hari, kita memohon kepadaNya agar dimudahkan dalam menyelesaikan semua tugas-tugas.

Akhirnya, semoga Allah Azza wa Jalla menjadikan semua usaha ini sebagai bekal bagi kita kelak pada hari ketika anak dan kaum kerabat tak lagi mempu mendatangkan manfaat, tidak juga kedudukan dan harta benda. 
Wallahu a’lamu bish shawab

Baca selanjutnya ..

Marah Yang Terpuji

Oleh
Ustadz Muslim Al-Atsari


Dalam kehidupan ini, terkadang manusia mengalami ketidaksabaran dan kemarahan. Terutama pada saat seseorang merasa ada gangguan yang menimpanya. Atau ketika ingin membalas gangguan yang telah menimpanya. Baik berkaitan dengan hati, badan, harta, kehormatan, atau lainnya.
Dan kemarahan itu sering menimbulkan perkara-perkara negatif, berupa perkataan maupun perbuatan yang haram.

Tetapi sesungguhnya tidaklah semua kemarahan itu tercela, bahkan ada yang terpuji.

MARAH YANG TERCELA
Seseorang yang marah karena perkara-perkara dunia, maka kemarahan seperti ini tercela. [1]

Oleh karenanya Rasulullah Shallallahu 'alaihi wa sallam menasihati seseorang dengan berulang-ulang supaya tidak marah. 

عَنْ أَبِي هُرَيْرَةَ رَضِي اللَّهُ عَنْهُ أَنَّ رَجُلًا قَالَ لِلنَّبِيِّ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ أَوْصِنِي قَالَ لَا تَغْضَبْ فَرَدَّدَ مِرَارًا قَالَ لَا تَغْضَبْ 

Dari Abu Hurairah Radhiyallahu 'anhu, bahwa seorang laki-laki berkata kepada Nabi Shallallahu 'alaihi wa sallam,“Berilah wasiat kepadaku.” Nabi menjawab,“Janganlah engkau marah.” Laki-laki tadi mengulangi perkataannya berulang kali, beliau (tetap) bersabda,“Janganlah engkau marah.” [HR Bukhari no. 6116]


Maka jika seseorang ditimpa kemarahan, jangan sampai kemarahan itu menguasai dirinya. Karena jika telah dikuasai oleh kemarahan, maka kemarahan itu bisa menjadi pengendali yang akan memerintah dan melarang kepada dirinya! 

Janganlah melampiaskan kemarahan. Karena kemarahan itu sering menyeret kepada perkara yang haram. Seperti : mencaci, menghina, menuduh, berkata keji, dan perkataan haram lainnya. Atau memukul, menendang, membunuh, dan perbuatan lainnya.

Tetapi hendaklah mengendalikan diri dan emosinya agar tidak melampiaskan kemarahan, sehingga keburukan kemarahan itu akan hilang. Bahkan kemarahan akan segera reda dan hilang. Seolah-olah tadi tidak marah. Sifat seperti inilah yang dipuji oleh Allah dan Rasul Nya.

Allah Subhanahu wa Ta'ala berfirman,

وَسَارِعُوا إِلَى مَغْفِرَةٍ مِّن رَّبِّكُمْ وَجَنَّةٍ عَرْضُهَا السَّمَاوَاتُ وَاْلأَرْضُ أُعِدَّتْ لِلْمُتَّقِينَ الَّذِينَ يُنفِقُونَ فِي السَّرَّآءِ وَالضَّرَّآءِ وَالْكَاظِمِينَ الْغَيْظَ وَالْعَافِينَ عَنِ النَّاسِ وَاللهُ يُحِبُّ الْمُحْسِنِينَ 

Dan bersegeralah kamu kepada ampunan dari Rabbmu dan kepada surga yang luasnya seluas langit dan bumi yang disediakan untuk orang-orang yang bertaqwa, (yaitu) orang-orang yang menafkahkan (hartanya), baik di waktu lapang maupun sempit, dan orang-orang yang menahan amarahnya dan memaafkan (kesalahan) orang. Allah menyukai orang-orang yang berbuat kebajikan. [Ali Imran : 133-134]

Juga firmanNya,

فَمَآأُوتِيتُم مِّن شَىْءٍ فَمَتَاعُ الْحَيَاةِ الدُّنْيَا وَمَاعِندَ اللهِ خَيْرٌ وَأَبْقَى لِلَّذِينَ ءَامَنُوا وَعَلَى رَبِّهِمْ يَتَوَكَّلُونَ وَالَّذِينَ يَجْتَنِبُونَ كَبَآئِرَ اْلإِثْمِ وَالْفَوَاحِشَ وَإِذَا مَاغَضِبُوا هُمْ يَغْفِرُونَ 

Maka sesuatu apapun yang diberikan kepadamu, itu adalah kenikmatan hidup di dunia; dan yang ada pada sisi Allah lebih baik dan lebih kekal bagi orang-orang yang beriman, dan hanya kepada Rabb mereka, mereka bertawakkal dan (bagi) orang-orang yang menjauhi dosa-dosa besar dan perbuatan-perbuatan keji, dan apabila mereka marah mereka memberi ma'af. [Asy Syura : 36-37].

Demikian juga orang yang mampu mengendalikan emosinya itu dipuji oleh Rasulullah Shallallahu 'alaihi wa sallam dan dijanjikan dengan bidadari surga.

عَنْ عَبْدِ اللَّهِ بْنِ مَسْعُودٍ قَالَ قَالَ رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ … فَمَا تَعُدُّونَ الصُّرَعَةَ فِيكُمْ قَالَ قُلْنَا الَّذِي لَا يَصْرَعُهُ الرِّجَالُ قَالَ لَيْسَ بِذَلِكَ وَلَكِنَّهُ الَّذِي يَمْلِكُ نَفْسَهُ عِنْدَ الْغَضَبِ 

Dari Abdullah bin Mas’ud, dia berkata, Rasulullah Shallallahu 'alaihi wa sallam bersabda,“Siapakah yang kamu anggap sebagai shura’ah (orang kuat, jago gulat, orang yang banyak membanting orang lain)?” Kami menjawab,“Seseorang yang tidak dapat dijatuhkan oleh orang lain.” Beliau bersabda,“Bukan itu, tetapi shura’ah yaitu orang yang dapat menguasai dirinya ketika marah.” [HR Muslim no. 2608].

Beliau Shallallahu 'alaihi wa sallam juga bersabda,

مَنْ كَظَمَ غَيْظًا وَهُوَ قَادِرٌ عَلَى أَنْ يُنْفِذَهُ دَعَاهُ اللَّهُ عَزَّ وَجَلَّ عَلَى رُءُوسِ الْخَلَائِقِ يَوْمَ الْقِيَامَةِ حَتَّى يُخَيِّرَهُ اللَّهُ مِنَ الْحُورِ الْعِينِ مَا شَاءَ 

Barangsiapa menahan kemarahan, padahal mampu melampiaskannya, niscaya pada hari kiamat Allah ‘Azza Wa Jalla akan memanggilnya di hadapan seluruh makhluk, sehingga Allah memberinya hak memilih di antara bidadari surga yang dia kehendaki. [2]

Untuk mengatasi kemarahan yang menimpa seseorang, Rasulullah Shallallahu 'alaihi wa sallam telah memberikan resep-resep pengendaliannya. Dapat kami sebutkan secara ringkas. [3]

Pertama : Mengucapkan ta’awudz (mohon perlindungan kepada Allah dari gangguan syaithan). 
Kedua : Diam, tidak berbicara. 
Ketiga. : Jika dia berdiri, hendaklah duduk. Jika belum reda, hendaklah berbaring.

Syaikh Muhammad Nadhim Sulthan berkata, “Kemarahan tercela adalah kemarahan pada selain al haq, tetapi mengikuti hawa nafsu, dan seorang hamba yang melewati batas dengan perkataannya, dengan mencela, menuduh, dan menyakiti saudara-saudaranya dengan kalimat-kalimat menyakitkan. Sebagaimana dia melewati batas dalam kemarahannya dengan perbuatannya, lalu memukul dan merusak harta-benda orang lain.” [4]

Jika kita telah mengetahui hal ini, maka marilah menengok bersama terhadap panutan dan tauladan kita, Nabi Muhammad Shallallahu 'alaihi wa sallam. Bahwa Beliau Shallallahu 'alaihi wa sallam memiliki kesabaran luar biasa yang layak untuk kita contoh. Perhatikanlah perkataan Anas bin Malik di bawah ini.

عَنْ ثَابِتٍ يَقُولُ حَدَّثَنَا أَنَسٌ رَضِي اللَّهُ عَنْهُ قَالَ خَدَمْتُ النَّبِيَّ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ عَشْرَ سِنِينَ فَمَا قَالَ لِي أُفٍّ وَلَا لِمَ صَنَعْتَ وَلَا أَلَّا صَنَعْتَ 

Dari Tsabit, dia berkata, Anas Radhiyallahu 'anhu bercerita kepada kami, dia berkata, “Aku menjadi pembantu Rasulullah Shallallahu 'alaihi wa sallam selama sepuluh tahun, beliau tidak pernah berkata kepadaku,’huh’. Juga tidak pernah mengatakan kepadaku (ketika aku melakukan sesuatu),’Kenapa engkau melakukan?’ Dan tidak pernah mengatakan kepadaku (ketika aku tidak melakukan sesuatu),’Tidakkah engkau melakukan?’.” [5]. 

MARAH YANG TERPUJI
Marah yang terpuji adalah kemarahan karena Allah, karena al haq, dan untuk membela agamaNya. Khususnya ketika perkara-perkara yang diharamkan Allah dilanggar. [6]

Imam Ibnu Rajab Al Hambali t berkata, “Kewajiban atas seorang mukmin (yaitu) agar syahwatnya (kesenangannya) terbatas untuk mencari apa yang dibolehkan oleh Allah baginya. Hendaklah meraih syahwat yang dibolehkan tersebut dengan niat yang baik, sehingga mendapatkan pahala. Dan hendaknya kemarahan seorang mukmin itu untuk menolak gangguan dalam agama yang menimpanya atau menimpa orang lain dan untuk menghukum orang-orang yang bermaksiat kepada Allah dan RasulNya.

Allah Subhanahu wa Ta'ala berfirman,

قَاتِلُوهُمْ يُعَذِّبْهُمُ اللهُ بِأَيْدِيكُمْ وَيُخْزِهِمْ وَيَنصُرْكُمْ عَلَيْهِمْ وَيَشْفِ صُدُورَ قَوْمٍ مُّؤْمِنِينَ وَيُذْهِبَ غَيْظَ قُلُوبِهِمْ 

Perangilah mereka, niscaya Allah akan menyiksa mereka dengan (perantaraan) tangan-tanganmu dan Allah akan menghinakan mereka dan menolong kamu terhadap mereka, serta melegakan hati orang-orang yang beriman, dan menghilangkan panas hati orang-orang mu'min. [At Taubah : 14-15].” [7]

Jika kita telah mengetahui hal di atas, maka hendaklah kita tahu bahwa begitulah keadaan Nabi Shallallahu 'alaihi wa sallam. Yaitu beliau tidaklah membalas dengan hukuman untuk (membela) dirinya, tetapi beliau membalas dengan hukuman jika perkara-perkara yang diharamkan Allah dilanggar.

عَنْ عَائِشَةَ رَضِي اللَّهُ عَنْهَا أَنَّهَا قَالَتْ مَا خُيِّرَ رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ بَيْنَ أَمْرَيْنِ قَطُّ إِلَّا أَخَذَ أَيْسَرَهُمَا مَا لَمْ يَكُنْ إِثْمًا فَإِنْ كَانَ إِثْمًا كَانَ أَبْعَدَ النَّاسِ مِنْهُ وَمَا انْتَقَمَ رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ لِنَفْسِهِ فِي شَيْءٍ قَطُّ إِلَّا أَنْ تُنْتَهَكَ حُرْمَةُ اللَّهِ فَيَنْتَقِمَ بِهَا لِلَّهِ 

Dari ‘Aisyah Radhiyallahu 'anha, dia berkata,“Tidaklah Rasulullah Shallallahu 'alaihi wa sallam disuruh memilih di antara dua perkara sama sekali, kecuali beliau memilih yang paling mudah di antara keduanya, selama hal itu bukan merupakan dosa. Jika hal itu merupakan dosa, maka beliau adalah manusia yang paling jauh dari dosa. Dan tidaklah beliau membalas dengan hukuman untuk (membela) dirinya di dalam sesuatu sama sekali. Kecuali jika perkara-perkara yang diharamkan Allah dilanggar, maka beliau akan membalas dengan hukuman terhadap perkara itu karena Allah.” [8] 

Demikian juga beliau tidak pernah memukul pembantu atau seseorang, kecuali jika berjihad di jalan Allah.

عَنْ عَائِشَةَ قَالَتْ مَا ضَرَبَ رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ شَيْئًا قَطُّ بِيَدِهِ وَلَا امْرَأَةً وَلَا خَادِمًا إِلَّا أَنْ يُجَاهِدَ فِي سَبِيلِ اللَّهِ وَمَا نِيلَ مِنْهُ شَيْءٌ قَطُّ فَيَنْتَقِمَ مِنْ صَاحِبِهِ إِلَّا أَنْ يُنْتَهَكَ شَيْءٌ مِنْ مَحَارِمِ اللَّهِ فَيَنْتَقِمَ لِلَّهِ عَزَّ وَجَلَّ 

Dari ‘Aisyah Radhiyallahu 'anha, dia berkata,“Rasulullah Shallallahu 'alaihi wa sallam tidak pernah sama sekali memukul sesuatu dengan tangannya, juga tidak pernah memukul wanita (istri), dan tidak pernah memukul seorang pembantu. Beliau memukul jika berjihad di jalan Allah. Dan tidaklah beliau disakiti dengan sesuatu sama sekali, lalu beliau membalas terhadap pelakunya. Kecuali jika ada sesuatu di antara perkara-perkara yang diharamkan Allah dilanggar, maka beliau akan membalas dengan hukuman karena Allah ‘Azza Wa Jalla.” [9]

‘Aisyah Radhiyallahu anha pernah ditanya tentang akhlak Rasulullah Shallallahu 'alaihi wa sallam, maka dia menjawab, “Aklhak Nabi Shallallahu 'alaihi wa sallam adalah Al-Qur’an” [10].

Imam Ibnu Rajab Al Hambali rahimahullah berkata, “Yang dimaksudkan oleh ‘Aisyah Radhiyallahu 'anha yaitu, bahwa beliau Shallallahu 'alaihi wa sallam beradab dengan adab-adab Al Qur’an dan berakhlak dengan akhlak-akhlak Al Qur’an. Apa saja yang dipuji oleh Al Qur’an, maka itulah yang beliau ridhai (sukai). Dan apa saja yang dicela oleh Al Qur’an, maka itulah yang beliau murkai.” [11]

Jika melihat atau mendengar apa yang dimurkai Allah, maka beliau n marah karenanya, beliau berbicara tentangnya, beliau tidak diam!

Di antara sebagian sikap beliau tentang hal tersebut, ialah :

‘Aisyah Radhiyallahu 'anha berkata.

قَدِمَ رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ مِنْ سَفَرٍ وَقَدْ سَتَرْتُ بِقِرَامٍ لِي عَلَى سَهْوَةٍ لِي فِيهَا تَمَاثِيلُ فَلَمَّا رَآهُ رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ هَتَكَهُ وَقَالَ أَشَدُّ النَّاسِ عَذَابًا يَوْمَ الْقِيَامَةِ الَّذِينَ يُضَاهُونَ بِخَلْقِ اللَّهِ قَالَتْ فَجَعَلْنَاهُ وِسَادَةً أَوْ وِسَادَتَيْنِ 

Rasulullah Shallallahu 'alaihi wa sallam datang dari safar (bepergian), sedangkan aku telah menutupkan sebuah tirai pada sebuah rak. Pada tirai itu terdapat gambar-gambar. [12]. Maka setelah beliau melihatnya, lalu mencabut tirai tersebut dan bersabda,“Manusia yang paling keras siksanya pada hari kiamat adalah orang-orang yang menyamai (menandingi) ciptaan Allah.” [13] ‘Aisyah Radhiyallahu 'anha berkata,“Maka tirai itu kami jadikan sebuah bantal atau dua bantal.” [14]. 

Abu Mas’ud Al Anshari Radhiyallahu anhu berkata,

جَاءَ رَجُلٌ إِلَى رَسُولِ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ فَقَالَ إِنِّي لَأَتَأَخَّرُ عَنْ صَلَاةِ الصُّبْحِ مِنْ أَجْلِ فُلَانٍ مِمَّا يُطِيلُ بِنَا فَمَا رَأَيْتُ النَّبِيَّ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ غَضِبَ فِي مَوْعِظَةٍ قَطُّ أَشَدَّ مِمَّا غَضِبَ يَوْمَئِذٍ فَقَالَ يَا أَيُّهَا النَّاسُ إِنَّ مِنْكُمْ مُنَفِّرِينَ فَأَيُّكُمْ أَمَّ النَّاسَ فَلْيُوجِزْ فَإِنَّ مِنْ وَرَائِهِ الْكَبِيرَ وَالضَّعِيفَ وَذَا الْحَاجَةِ 

Seorang lelaki menghadap Rasulullah Shallallahu 'alaihi wa sallam lalu berkata,“Sesungguhnya aku memperlambat shalat Shubuh disebabkan oleh Si Fulan (imam shalat) yang memanjangkan shalat dengan kami.” Maka tidaklah aku melihat Nabi Shallallahu 'alaihi wa sallam marah dalam memberikan nasihat sama sekali yang lebih hebat dari kemarahan beliau pada hari itu. Lantas beliau bersabda, “Wahai manusia, sesungguhnya di antara kamu itu ada orang-orang yang membikin manusia lari (dari agama)! Siapa saja di antara kamu yang mengimami orang banyak, maka hendaklah dia meringkaskan. [15]. Karena sesungguhnya di belakangnya [16], ada orang yang sudah tua, orang yang lemah, dan orang yang memiliki keperluan.” [17] 

Abdullah bin Umar berkata,

أَنَّ رَسُولَ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ رَأَى بُصَاقًا فِي جِدَارِ الْقِبْلَةِ فَحَكَّهُ ثُمَّ أَقْبَلَ عَلَى النَّاسِ فَقَالَ إِذَا كَانَ أَحَدُكُمْ يُصَلِّي فَلَا يَبْصُقُ قِبَلَ وَجْهِهِ فَإِنَّ اللَّهَ قِبَلَ وَجْهِهِ إِذَا صَلَّى 

Bahwa Rasulullah Shallallahu 'alaihi wa sallam melihat ludah pada dinding kiblat (masjid), lalu beliau membuangnya, kemudian menghadap kepada orang-orang dan bersabda,“Jika salah seorang di antara kamu sedang shalat, maka janganlah meludah ke arah wajahnya, karena sesungguhnya Alah di arah wajahnya jika dia sedang shalat.” [18].

Demikianlah, bahwa marah merupakan tabi’at jiwa manusia. Sehingga tidaklah tercela ataupun terpuji, kecuali dilihat dari sisi dampak dan niatnya. Wallahu a’lam bishshawwab.

[Disalin dari majalah As-Sunnah Edisi 08/Tahun VI/1423H/2002M Diterbitkan Yayasan Lajnah Istiqomah Surakarta, Jl. Solo – Purwodadi Km. 8 Selokaton Gondangrejo Solo 57183

Baca selanjutnya ..